Friday, November 29, 2013

What's Behind Dejab

“Hijab kok kayak portal perumahan, buka tutup.”

Saya lupa siapa yang pernah nge-tweet seperti ini, tapi tentu saja saya tertegun mendengarnya. Some muslimah indeed, do it. Yaaa sebenernya sih, dalam hati ya, sebagai sesama perempuan, sebenarnya wajar aja kalau pingin saudarinya berubah menjadi lebih baik. Kayaknya ngerasa 'aduh sayang banget kok jilbabnya dilepas sih..'

Mau dibilang, ya terserah aja sih, hidup dia ini kok ya gimana gitu..

Tapi ya memang nothing we can do about it, right. After all, it's their life.. Berdoa aja supaya kita juga lebih istiqomah sama hijab kita, dan semoga saudari kita terpanggil untuk berhijab kembali.. :)

Anyway, ada yang penasaran ga nih, apa sih yang dirasakan oleh saudari kita yang udah berhijab, lama pula, eeeh tiba-tiba dibuka. Tentu saja saya ga bermaksud mengajak sister menggunjingkan satu-dua orang, karena sebenarnya cerita dibalik itu – buat saya – lumayan menyedihkan..

Setahun yang lalu, pas lagi blogwalking, saya nemu salah satu blogger di Amerika. Ternyata...dia baru saja melepas hijab setelah bertahun-tahun mengenakannya. Nah, melepas hijab ini, ada istilahnya, yaitu dejab, yang secara harfiah dimaknai sebagai permanently take off the hijab because some of personal reasons.

Sekali lagi, jangan cepat menghakimi mereka ya. Soalnya, di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Kanada, walau secara umum orang Islam jumlahnya makin banyak, tapi di berbagai daerah tetap saja terjadi diskriminasi, terutama terhadap perempuan berhijab. Mereka dipandang berbeda, dan berbeda disini itu yaaa beda banget.. Macam terbelakang, terus ga ngerti apa-apa, ya gitu deh.. 

Ada satu cerita dimana seorang hijabi asli Amrik, lahir di Amrik, suatu waktu ketemu orang Amrik gitu, terus ditanyain, “hey, where do you come from?”. Si hijabi bilang, “Miami”. Dan eeeh, si Amrik songong itu ga percaya dan malah marah-marah. Si hijabi bingung dong, lha wong aslinya memang orang Amrik beneran..
Coba dengar langsung ceritanya..



 
Pingin nggeremet ati ga siiih.. Sama aja kan kayak kita nih asli Indonesia, tapi cuma karena ga suka pakai batik, eh dibilang bukan orang Indonesia. He to the looo???

Mungkin karena kita di Indonesia, yang kebetulan orangnya kebanyakan juga Islam, dan orang pakai hijab itu dimana-mana, jadi kurang merasakan hal-hal seperti ini. Walau pasti ada juga yang dari kita  pernah denger komentar, “berhijab kok ngomong kotor?”, atau “berhijab kok pacaran?”

Hijab = malaikat.

Hijab = tidak boleh berbuat dosa.

Hijab = tidak boleh bercela.

Itu baru yang ranahnya pribadi.

Saya ngalamin sendiri tuh, pasca kejadian 9/11, saya ke Thailand dan disana orang-orang bule ngejauhin saya karena hijab artinya teroris. Cerita lengkapnya bisa dibaca disini.

We are tired to be flawless.

'Cause we are only human.

And we, somehow, not a representative of our group. We are just...ourselves.

Demikianlah, saudari-saudari kita yang menghadapi ini terus-menerus akhirnya meninjau ulang hijab mereka. Apakah hijab adalah SATU-SATUNYA jalan untuk membuktikan bahwa mereka muslimah dan taat pada Allah?

Tentu kita semua memiliki kacamata dan pendapat yang berbeda mengenai hal ini, karena kita tidak berada di posisi mereka kan? Once again, don't judge them, 'cause after all, we are sisters. Saling mendoakan itu tentu lebih baik daripada saling mencerca dan merasa paling benar sendiri.

Akhirnyaaa, lega deh udah cerita dikit tentang ini.
Mudah-mudahan bisa membuat sister merasa beruntung berhijab di Indonesia, jauh dari semua stereotype yang menyedihkan tentang Islam :)

Ditunggu ya komennya :)
 

Salam,
Prima

5 comments:

  1. Setuju bgt. Jadi ingat ada salah satu atasanku dulu cerita tentang seorang pegawai yang diam saja ketika ada orang lain yang melakukan fraud, dan dia komentar, "padahal pake jilbab, lho!"
    Aneh ya ketika perilaku dikaitkan dengan hijab. Betul, wanita berhijab mgkn lebih terdorong berbuat baik dan berhati-hati. Tapi hijab adalah kewajiban, sementara kitanya di dalam tetaplah manusia biasa.
    Nice share prima :)

    ReplyDelete
  2. Hidup sebagai kelompok mayoritas, dimanapun itu memang masih lebih sering menguntungkan. Saya tinggal di Bali dan menjadi bagian dari kelompok mayoritas, tapi saya juga pernah tinggal di luar Bali dan menjadi bagian dari minoritas. Menurut saya baik menjadi bagian dari mayoritas atau minoritas, kita harus sama2 toleransi

    ReplyDelete
  3. boleh saya bilang capek itu dakwah anda? cuma pake hijab aja capek, milih lepas hijab and do good, atau pake hijab dan jalani hidup..
    ga ada manusia sempurna, ga ada yang minta anda jadi manusia sempurna, tuhan pun tidak, kalau alasannya capek, semua juga capek.. dimana2 orang bisa merasakan capek, menyerah itu beda cerita. dejab, itu terserah orangnya juga, tapi, untuk orang2 seperti itu, ya cukup tahu, anda mendukung? termasuk orang yg on off hijab? membiarkan itu hak asasi mereka, hell hak asasi, makan aja itu hak asasi, homo dan nikah sesama jenis juga hak asasi, maka karena semua hak asasi, tuhan tidak akan pernah punya hak dalam kehidupan orang2 ini. makan tuh hak asasi.. ingat bahasa inggris hak asasi adalah human right,,, human not always forever right, they can also make human false, human wrong. siapa yang menentukan benar salah kalau bukan tuhan dalam kalamullah, mungkin ya tuhan orang2 yang dejab cukup sampai, apa beribadah cuma harus hijab.. ya selesai. cukup solat aja semampunya, tiang agama solat kok bukan hijab, ga perlu juga maksa sedekah dkk, cukup solat tiang agama. nih ya, sesama muslim aja kalo saling mengingatkan kadang dibilangin gini sama temennya"lo ga usah banyak komen, banyak nasehat, urus aja idup lo yang blm bener" . kalo gitu ga usah ada hakim, polisi dkk, dalam hidup kita bisa melakukan justifikasi dari indra kita, kalo nunggu sampe bener dlu, jangan kita undang konsultan sekalipun, benerin hidup sendiri aja, ga usah komen baik buruk ke orang.. padahal orang itu butuh komplimen baik buruk dan baik untuk kebaikan orang itu sendiri... nah lo, serba salah kan.. makan tuh logika

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...