Ketika
teman bertandang ke kamar kost saya, maka pemandangan pertama yang tersaji
adalah papan mimpi warna warni yang terpajang di atas meja mungil satu-satunya
di kamar ini. Isinya beraneka ragam mimpi, beberapa diantaranya adalah isi
screen capture saya di atas. Respon teman-teman saya yang melihatnya pun beragam,
ada yang mendukung dan menyemangati, namun ada juga yang sedikit meremehkan *tentu saja tidak meremehkan langsung di
depan saya, bisa saya getok kepalanya kalo berani kayak gitu :p
Namun,
terlepas dari respon orang-orang sekitar, saya selalu berusaha menanamkan pikiran
positif jika semua mimpi-mimpi mungil saya itu kelak akan terealisasi. Asal,
ada keinginan kuat, usaha keras dan serangkaian doa tanpa putus kepada Tuhan
yang Maha Baik. Bukankah apa yang kita lakukan berawal dari pikiran? Maka, saya
pun berusaha untuk memikirkan hal-hal baik, kemungkinan-kemungkinan baik, agar hasil
yang baik pun mendekat kepada saya dengan senang hati.
Sebenarnya,
sebesar apa sih kekuatan berpikir positif dalam implementasi tindakan yang kita
lakukan di dunia nyata? Apakah berpikir positif sama dengan proses meninabobo-kan
hati agar nyaman dan terbenam dalam khayalan? Oh, tentu saja tidak. Berpikir
positif tidak bisa disamakan dengan berkhayal. Berpikir positif adalah proses
menguatkan hati agar senantiasa memikirkan kemungkinan-kemungkinan terbaik
sehingga langkah kaki dalam mencapai suatu tujuan akan terasa lebih ringan.
Contohnya
begini, ketika saya mengikuti event #MenulisMuharam yang diadakan oleh
kak Prima, saya berusaha menepis pikiran-pikiran negatif, semacam “eh, ngapain sih kamu ikutan event ini,
Ntan? Nggak lihat kalo tulisan peserta lain pada bagus-bagus semua? Ntar juga
pasti kalah. Mending, sono tidur yang nyenyak di bawah selimut.” Menggantinya
dengan menghadirkan pikiran positif, “Udah,
ikutan aja, Ntan. Hitung-hitung sebagai ajang belajar menulis. Kalah menang
bukan prioritas utama. Eh, lagian kalo kamu ikutan event ini, tentu kamu punya
kesempatan untuk menang. Kalo nggak ikutan, gimana mau menang coba?”
Nah,
dampaknya seperti apa pada jiwa dan perilaku saya? Ketika pikiran negatif
hadir, maka secara tidak langsung pikiran itu mensugesti anggota tubuh saya
yang lain agar berhenti melanjutkan proses menulis yang tengah saya lakukan. Mulai
merasa tak percaya diri, merasa tulisan saya hanya seujung kuku dibandingkan
tulisan-tulisan keren peserta lainnya. Ujung-ujungnya, tentu saya akan memilih
untuk mengibarkan bendera putih, bukan?
Berbeda
ketika saya berhasil mengusir pikiran negatif, mengalihkannya menjadi pikiran
positif. Pikiran positif mampu membuat saya mengembalikan rasa percaya diri,
kembali melanjutkan tulisan, lantas melihat kompetisi dalam dimensi berbeda. Dalam
kompetisi, bukan perkara menang atau kalah menghadapi orang lain. Melainkan,
sudah berhasilkah menang melawan diri sendiri? Karena ketika kita mampu
mendepak rasa malas untuk menulis, menyingkirkan perasaan minder terhadap
tulisan yang tengah kita goreskan, maka saat itu kita tengah menjadi pemenang
yang sesungguhnya. Hei, percayalah, selalu ada bantuan keajaiban dari Tuhan
atas usaha yang telah kita lakukan :)
Jadi,
gimana?
Mau
berpikir positif dan mendapatkan hasil yang positif pula?
Atau
malah membiarkan diri tenggelam dalam pikiran negatif?
--
Oleh Intan Novriza (@Inokari_)
Facebook: Intan Novriza Kamala Sari
tetep berpikir positif meski keadaannya negatif :)
ReplyDeleteyoaa Ran, becuul becuul :D
ReplyDeleteKeep positive thinking, intan
ReplyDeleteBtw, list targetnya ruarrr biasa sekali deh
-rizka-