Showing posts with label #PeopleAroundUs. Show all posts
Showing posts with label #PeopleAroundUs. Show all posts

Wednesday, September 18, 2013

#PeopleAroundUs: Bling-bling

 

Some people said I'm cool.
But most people don't know the exact reason why I rarely smile.

I'm tired of this all.
Fly among countries, and between jetlag and sleepless nights, I have to get up and dress up.

Like a monkey in a circus.

Do you think a normal guy will wear this bling-bling bracelet going anywhere?

But hey, I'm not a normal guy.

I'm a guy who can make thousands girls screaming at me.
All I need to do is just open my mouth and say a word, or sing a song.

However, this 'fun' life comes with consequences. Maybe many guys out there would love to got the attention from girls, but I'm dying for one girl. 

The girl who already loved me since I were a fat, ugly boy rapping from small stages to medium events.

The girl who believed that one day I can be the Korean Eminem when no one even care about it.

The girl who always be the inspiration of love songs that I write.

The girl that I leave because I choose this glamorous life.

...

Hey, I miss you much.

Tuesday, September 17, 2013

#PeopleAroundUs: The Sardonic Potato Couch Guy






+ What is your dream?
- To conquer the world

+ …
- Ehehehe, no, I want to live the life like I want to.

+ What about now?
- I still have to work hard to pay the bills.

+ So what kind of life that you want?
- Wake up happy, and then I will draw comics like there’s no tomorrow.

+ And who will pay your bills?
- That, is the main problem that I have to think about.

+ Well, good luck then.
- Thanks! And, if you think this is a good idea, you can promote me as well.

+ K, I’ll mention your Twitter. Say that again, please?

+ Great. Nice to meet you.
- You too, have a good day!


Monday, September 16, 2013

#PeopleAroundUs: A Wife, A Mother, A (Common) Woman

Aku baru saja memasukkan ayam panggang ke oven saat aku mendengar Soo Jin, anak perempuanku, berteriak.

Aku tergopoh keluar rumah, tetap memakai celemekku dan melihat Sung Jae, anak laki-lakiku tersungkur; ia baru saja jatuh dari sepeda. Ia tidak menangis, seperti yang biasa aku ajarkan kepadanya ‘laki-laki harus kuat’. Apalagi ia anak pertama. Dan cucu pertama di keluargaku. Tumpuan harapan.

Aku membopongnya ke dalam rumah, dengan sigap mengambil alkohol, perban dan obat merah. Sebuah luka menganga di betisnya, dan dia meringis saat aku membubuhkan kapas beralkohol di lukanya. Aku menempelkan perban, dan melihat Soo Jin di depan oven. Ya ampun, ayam panggangku!

Aku memandangi onggokan berwarna hitam legam di dalam oven. Tak lama kemudian, pintu ruang tamu terbuka, pasti suamiku sudah datang. Ia memang terbiasa makan siang di rumah.

“Ada apa ini?”
“Sung Jae jatuh dari sepeda, Yeobo..”
“Kenapa?”
“Mungkin kehilangan keseimbangan..”
“Ya sudah, ayo Sung Jae, kita makan. Apa perlu minum obat pengurang rasa sakit?”
“Sepertinya tidak. Tapi Yeobo, ayam panggangnya gosong..”
“Aduh, kamu gimana.. Aku lapar sekali, tapi dompetku tertinggal di kantor. Pakai uangmu dulu saja, kita makan di luar.”

Aku melepas celemek, mengganti pakaian sendiri dan pakaian Soo Jin. Sementara Sung Jae sudah bisa sedikit tersenyum setelah digantikan pakaiannya oleh ayahnya.

Sepulang dari makan siang, aku merasa lelah sekali. Biasanya aku memang memiliki asisten rumah tangga. Tapi orang terakhir pulang waktu hari raya dan tidak kembali lagi. Aku jadi repot dibuatnya. Pagi hari aku harus mempersiapkan anak-anak ke sekolah dan suami ke kantor, lalu membersihkan rumah dan mengurusi pakaian kotor. Sekitar jam11 siang, saat anak-anak pulang dari sekolah, aku menjaga mereka sembari memasak. Untungnya suamiku setuju untuk menggunakan jasa tukang setrika yang datang ke rumah tiap Senin dan Jumat.

Rasa lelahku belum berkurang hingga petang saat suamiku pulang dari kantor. Sepertinya ia melihat wajahku yang kusut, ia membelai rambutku dan mengatakan, “tidak ada yang salah tadi siang. Kamu luar biasa sekali mengerjakan semuanya sendiri. Dan Sung Jae perlu sekali-kali jatuh supaya lebih berhati-hati waktu bersepeda.”

Aku memandangi suamiku yang lebih tua sebelas tahun dari aku. Kami menikah saat aku baru berusia dua puluh satu tahun, masih baru mau semester enam; dan akhirnya aku tidak melanjutkan kuliah karena keburu hamil. Ia tahu kadang aku merindukan masa-masa dimana aku masih lajang dan pekerjaanku cuma berkisar antara kuliah, kursus membuat kue (hobiku!), dan keluar-masuk mall.

“Besok mau makan siang diluar? Kamu dengan temanmu, maksudku.. Aku akan jemput anak-anak dari sekolah, lalu mengajak mereka bermain di mall sampai kamu selesai. Sudah berapa lama kamu tidak makan sama siapa itu, Prima?”
Aku sumringah dan mengecup pipinya.
“Gamsahamnida, Yeobo. Aku akan telepon Prima untuk tanya apa kerjaan dia sedang tidak banyak.”

Jangan salah. Aku sangat mencintai hidupku sekarang. Saat Prima, teman masa kuliahku sedang bergelut dengan pekerjaan yang membuatnya sering pulang malam, dan juga cercaan dari lingkungannya untuk segera menikah (hihi); aku sudah memiliki dua buah hati. Soo Jin dan Sung Jae adalah anak-anak yang lucu, berprestasi di sekolah, dan jarang sakit. Aku tidak akan menukar mereka dengan pekerjaan apapun di luar sana.

Tapi sehari-hari di rumah, dan sabtu-minggu pun aku habiskan dengan menemani suamiku menemui kolega atau rekan bisnisnya; seorang istri dan ibu yang baik pun wajar untuk merasa bosan kan? 



Ini fotoku yang diambil oleh Prima saat makan siang bersama. Jumat itu, kami makan siang di sebuah restoran fusion yang walaupun makanannya enak sekali, harganya membuatku merasa bersalah pada suamiku. Ya sudah, yang penting sesekali aku boleh have fun kan?

Terima kasih sudah menghiburku dengan segala ceritamu, Prima.
Semoga berhasil dengan lelaki Indihe itu :D

Dan tentu saja, terima kasih telah memberikan kesempatan untukku merasakan cinta sejati, Yeobo dan anak-anakku.

Love,
S

*inspired from true story of what I see in your family after our two years friendship, may it be a sweet early birthday gift for you, Eonni. God bless you and your family ^^

Sunday, September 15, 2013

#PeopleAroundUs: The Wedding vs The Bike

Aku sudah menyiapkan mental untuk pekerjaan hari ini, tapi tetap saja aku terkejut ketika Marni, petugas yang biasa bertugas denganku, tidak masuk. Jumat adalah hari yg padat di puskesmas, belum lagi hari ini akan ada anak-anak dari TK yang periksa gigi.

"Pak, kok lama sih? Saya sudah antri dari setengah jam yang lalu."
Aku mendiamkan komplain dari ibu-ibu lansia didepanku.

Tidakkah dia lihat aku sudah berusaha menulis data pasien dengan secepat mungkin?

Aku jadi berpikir, kapan ya, semua sistem di Indonesia ini akan dikomputerisasi? Kan lebih enak bagiku untuk mengetik dan menyimpan data pasien di komputer. Tidak harus menulis ulang tiap saat pasien yang sama datang periksa. Yah...bukannya aku bisa mengoperasikan komputer sih, tapi kan lebih keren juga kalau dilihat teman-temanku.

'Kerjamu opo?'
'Staf puskesmas, unit pendaftaran'
'Oh sing kerjone nyatet-nyatet iku?'
'Ora jeh, aku nganggo komputer.'

Lalu teman-teman akan menatapku kagum.

Seorang ibu-ibu berjilbab menghampiriku.
"Kok sendirian mas? Mbak Marni ndak masuk?"

Sejujurnya aku lebih respek kepada yg perhatian seperti ini. Tapi kalau aku jawab, dan akhirnya nanti ngobrol, malah jadi akan menghambat pekerjaanku.

Aku hanya tersenyum.

Satu demi satu pasien sudah aku data dan mereka berpindah ke ruang tunggu di depan klinik umum. Aku melemaskan leher dan membereskan pekerjaanku.
Jam 11 aku menutup loket dan bersiap untuk sholat Jumat. Seorang perawat pria memanggilku.

"Mas, besok dokter Laila mantu. Mas bisa bantu-bantu ta?"
Ia menyebutkan nama dokter senior yang sudah bertugas di puskesmas ini lebih dari lima tahun lamanya.

Aku teringat janjiku membelikan sepeda untuk anak perempuanku yang akan berulangtahun ke-7 bulan depan. Tabunganku masih kurang, jadi sabtu-minggu aku beralih menjadi tukang ojek di dekat terminal angkot di kecamatan sebelah.

Aku belum sempat menjawab saat dokter Laila melewati kami berdua.

“Jam7 kalau bisa sudah di rumah ya mas, akad di masjid dekat rumah jam8, terus resepsi kecil di rumah sampai dzuhur..”

Aku tidak menjawab apa-apa selain mengangguk lemah.

Orang-orang ini sering tidak paham, aku kan bekerja untuk puskesmas, bukan untuk mereka..

Sesaat kemudian, sebuah sms masuk ke hp-ku. Istriku.

‘Ojok lali ngecek rego sepeda. Mau nangis-nangis njaluk nyelang sepedane koncone gak diolehi.’

Kepalaku mendadak pusing.



Saturday, September 14, 2013

#PeopleAroundUs: The Importance of Waterproof Mascara



Glittery eye shadow dan shimmery blush on tidak dapat menyembunyikan raut wajahmu yang tegang.
Kamu memandangiku yang sedang menunggu antrian di-touch up.

Aku, sahabat masa kuliahmu, terbang jauh-jauh dari pulau seberang ke kotamu yang menawan ini untuk melihatmu bahagia di hari yang penting ini. Jadi, aku menunjukkan senyum jenakaku dengan harapan kamu akan sedikit terhibur.

Kamu menggeleng seolah berkata, ‘I’m not sure with this..’

Aku menghela napas.

Sesaat kemudian, bibimu masuk ke kamar. Ia menggenggam tanganmu dan mengatakan, “Yang sabar ya sayang, banyak-banyak sabar dan berdoa. Bismillah”

Saat bibimu keluar dari kamar, kamu hampir saja menitikkan air mata. Aku mengisyaratkan kepada sang make up artist untuk berhenti sejenak. 

“Eits, calon penganten jangan nangis dong. Ntar maskaranya mbleber. Terus tamu-tamu pada takut.”

“Ngarang kamu, ini waterproof dodol.”

Ah akhirnya kamu bersuara juga. Tidak sia-sia aku dipanggil ‘si badut’ di kelas.

“Lha kamu, mau nikah sama pacar tercinta rempong abis kayak yang korban perjodohan aja.”

“Ya kan pacaran sama nikah itu bedaaa. Sekarang semuanya seperti.. aduh susah dijelasin.”

“Relax. It’s just another phase in life; it’s natural, yang paling penting kamu berdoa dan berusaha.”

“Apaan kayak mau ujian aja.”

“Ember kan cyin. Eh eniwei, kamu nervous bukan karena mau nikah kan? Cieeeh yang abis ini halal..”

Kamu mencubitiku dan tertawa.

Sejam kemudian, aku menuntunmu menuju ruang keluarga, tempat pernikahan akan dilangsungkan. Pacarmu melafalkan ijab Kabul dengan sempurna, menatapmu dengan penuh cinta, dan aku berbisik kepadamu, “you can cry now. Cry, and be happy.”

Love,
Prima
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...