Monday, August 31, 2015

5 Pekerjaan Part-Time untuk Mahasiswa

Assalamu'alaikum sister, alhamdulillah hari ini saya memasuki semester baru perkuliahan, semester DUA! Semester terakhir untuk masalah per-teori-an, dan artinya di ujung semester ini, saya diharapkan sudah memiliki draft proposal tesis. Well, wish me luck!

Saya masih ingat tanggal 22 Agustus 2007, hari pertama saya masuk kuliah S1, yang diawali dengan upacara penerimaan mahasiswa baru di Lapangan Rektorat Universitas Brawijaya. Setelah itu, kami mahasiswa PIS (Program Ilmu Sosial) menuju GKB (Gedung Kuliah Bersama) untuk mengikuti ospek. Hey you mahasiswa FISIP UB jaman sekarang, ga ngerasain yang namanya kuliah di GKB (sekarang RKB) kaaaaan. Seru lho. #TapiBoong

Saya juga masih ingat kalau pas masa ospek itu, saya punya gebetan. Hahahahahaha. Beberapa bulan kemudian, ilfil berat soalnya aslinya pada bocor. Nyesel sempet naksir :))

Anyway, kali ini saya ga mau cerita tentang gebetan. Tapi, saya pingin sharing tentang pekerjaan part-time yang bisa sister lakukan sembari kuliah. Wait, kerja? Kenapa harus kerja? Bukannya masa kuliah adalah masanya having fun, sebelum menuju ke dunia kerja yang sesungguhnya..

Inilah mindset yang menurut saya salah besar. Masalah menghidupi diri sendiri itu, kalau bisa dilakukan sedini mungkin. Paling tidak, kebutuhan minimal yaitu bayar kos, makan, dan bensin sehari-hari harus bisa dipenuhi dari usaha kedua tangan kita. Atau sebaliknya, kuliah kita dapat beasiswa, orang tua tinggal membiayai pengeluaran pokok. Kalau mau beli baju, sepatu, atau nongkrong cantik, ya cari sendiri dong uangnya.

Rasulullah saja sudah bekerja sejak usia 9 (atau 11 ya?) tahun. Di usianya yang beranjak dewasa, beliau sudah memimpin perjalanan bisnis ke negara tetangga. Selain tuntunan dari Rasul, bekerja sejak usia muda mengajarkan kita makna uang; dan juga memotivasi kita untuk mengatur waktu sebaik mungkin. Nah, berdasarkan pengalaman (dan pengamatan) saya selama kuliah S1 dan S2, dibawah ini beberapa pekerjaan yang bisa saya rekomendasikan karena tidak menuntut kita untuk berada di kantor sepanjang hari – modalnya cuma satu: pinter bagi waktu.

1. Penyiar Radio
Saya melakukannya selama satu tahun (Mei 2009-April 2010), dan trust me, ini adalah salah satu pekerjaan yang paling menyenangkan – apalagi kalau radionya memberikan fleksibilitas untuk mahasiswa. Disamping memang saya kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi, menjadi penyiar radio benar-benar menambah wawasan saya tentang banyak hal. Bahkan, tentang agama Islam, karena saya bertugas pada program khusus Ramadhan bersama seorang ustadz. Saat itu, saya bekerja sekitar 3-4 jam/hari. Job description saya sebagai penyiar adalah menyiapkan bahan siaran, yang bisa dilakukan sembari menonton TV dan membaca majalah atau koran. That's why I think I got smarter when I work as radio announcer :)))

2. Tutor Privat
Saya pernah mengajar adik teman saya saat dia menghadapi Ujian Nasional SD, dan hasilnya cukup sukses. So, ketika ada teman menawari saya untuk mengajar muridnya yang masih SD (karena dia berhalangan), saya ambil kesempatan itu. Saya mengajar dua sampai empat kali seminggu, tergantung masa ujian, dan masing-masing sekitar 1,5 hingga 3 jam/hari. Kadang ada sepupu murid saya yang juga minta diajari, dan saya sih makin senang. Bukan hanya karena uangnya (haha), tapi mengajar anak SD melatih kesabaran kita, and it is also a fun job if you teach maximum sixth grade of elementary school student. Kecuali kalau memang jurusan kuliah sister adalah matematika/fisika/biologi/kimia/bahasa Indonesia/bahasa Inggris, maka sebaiknya sister mengajar mata pelajaran umum pada murid kelas rendah. Soalnya nih, jaman sekarang murid SD sudah semakin canggih, jadi kalau kita tidak menguasai mata pelajaran tersebut, kasihan juga muridnya..

3. Penerjemah Inggris-Indonesia

Saya mengerjakan beberapa proyek terjemahan di masa kuliah S2 ini, sehingga saya sarankan untuk sister, bekerjalah untuk proyek-proyek 'tidak resmi' seperti menerjemahkan (abstrak) skripsi atau tesis mahasiswa. Sister bisa mulai berlatih dengan menulis blog atau essay dalam bahasa Inggris, dan tentu saja sering membaca buku bahasa Inggris (eh, bukannya memang buku kuliah banyak yang berbahasa Inggris kan? :D)

4. Surveyor
Ketika saya magang di sebuah perusahaan rokok, saya didampingi satu orang mahasiswa sebagai data collector (bukan debt collector ya :p). Pada dasarnya, dia hanya bertugas untuk mengisi berkas-berkas kuesioner, sedangkan saya yang bertugas menganalisis hasil dan menulis laporan. Oya, saya juga mendapatkan gaji saat magang lho, dengan jumlah hampir separuh dari gaji pertama pekerjaan beneran saya selepas kuliah. Saat inipun, saya juga sedang melakukan asistensi untuk salah satu jurusan di UGM. Pekerjaannya tidak terikat jam kerja, yang penting bisa mengejar deadline. 

5. Kru Event Organizer
Jaman sekarang, buanyaaak sekali event organizer (atau wedding organizer) kebanjiran order. Sepertinya sepanjang tahun mereka aktif mengadakan banyak event, yang pastinya membutuhkan kru 'cabutan'. Umumnya sih lowongannya tidak dipublikasi secara umum, tapi kalau sister sudah dekat dengan salah satu EO, bukannya tidak mungkin sister akan terus bekerja untuk mereka.

Every job is a door to a bigger opportunity – ini saya yakini banget sehingga saya selalu berusaha untuk memberikan 1000% meskipun pekerjaannya terasa 'remeh'. Buktinya, dari pengalaman kerja tersebut, saya sudah beberapa kali ditawari pekerjaan lain dengan gaji dan job description yang lebih menarik (dan bahkan ditawari untuk dicomblangkan!). Tapi kembali lagi, prioritas utama sister adalah kuliah, jangan sampai 'tergoda' untuk meninggalkan bangku kuliah demi sebuah pekerjaan. Percayalah, ketika sister lulus kuliah, akan lebih banyak lagi pekerjaan yang lebih baik. Lagipula, bukankah sayang sekali jika harus menggunakan uang yang didapat dari bekerja, hanya untuk membayar SPP terus-menerus?

Graduate soon, work soon!
Enjoy the college life! ;)

Love,
Prima

Friday, August 14, 2015

Bepergian Sendiri bagi Muslimah

Di antara semua ilmu agama yang saya ketahui (yang masih bagaikan remahan cookies ini), salah satu 'hukum' dalam agama yang sempat saya 'kritisi' adalah larangan perempuan bepergian tanpa mahram. Mari kita simak hadits dibawah ini:

"Tidaklah boleh seorang perempuan melakukan perjalanan sejauh sehari semalam  kecuali jika bersamanya mahram"  (H.R. al Bukhari dan Muslim)

Awalnya, saya takut banget, ya Allah selama ini - dan selama engga tahu beberapa tahun kedepan nanti, rasa-rasanya saya 'terpaksa' akan bepergian sendiri terus. Apalagi, dari sejak kecil banget saya juga sudah terbiasa kemana-mana sendiri. Saya ingat, saat itu usia saya 9 tahun dan saya harus terbang ke Banjarmasin untuk menemui mama saya. Ketika saya tiba di bandara-pun, mama saya tidak menjemput saya karena ada suatu keperluan. Jadilah saya diantar oleh salah satu teman mama saya. Berhubung teman mama saya itu bekerja sebagai pengisi avtur pesawat, saya harus ikut beliau naik tangki avtur ke pos kantornya. Gileee, pengalaman warbiyasak! Sayang belum ada tongsis waktu itu #lhoh

Beberapa dari sister tahu bahwa ayah-ibu saya berpisah sejak saya berusia empat tahun. Sejak saat itu,  most of my kids time ditemani sopir dan pembantu (saya manggilnya dayang, haha). Ketika masuk SMP, meski ibu saya masih mengelola antar jemput sekolah, saya mulai merasakan naik angkutan umum, dan terkadang, sendiri. Waktu kelas 3 SMP, saya mengikuti World Scout Jamboree di Thailand, dan kesana, sendiri (bareng regu dan delegasi Indonesia yang lain siiih) – walau ibu saya bertugas sebagai staf, tetapi kami jarang bertemu.

Hingga saat ini, saya lebih suka bepergian tanpa terikat. Ga rempong, bisa bikin itinerary sendiri, dan ga perlu menyesuaikan diri sama banyak orang. Hanya saja ga cuma masalah traveling sendiri aja yang bikin saya khawatir dengan implikasi dari hadits diatas; tapi saya kan bersekolah di luar kota saat S1 (dan sekarang S2), dan masih kepingin banget kerja di luar negeri nantinya.

Nah, sekitar setahun yang lalu, saya menghadiri sebuah pengajian dan ustadzah-nya menyatakan beberapa pemikiran ulama yang dapat dijadikan acuan untuk kekhawatiran saya. Jadi, tentunya setiap hukum Allah dibuat dengan latar belakang yang idealnya adalah untuk menjaga dan memudahkan hidup hamba-Nya. Terlebih untuk perempuan, yang memang sangat dilindungi dan dihargai setinggi-tingginya. Ekstrimnya, perempuan ga usah keluar rumah deh, kalau ga perlu-perlu banget. 

Meski demikian, menurut ustadzah tersebut, ada dua faktor yang dapat digunakan sebagai 'antisipasi' dari hadits diatas, yaitu bebas dari fitnah, dan keamanan. Kita bahas satu-persatu ya.

1. Bebas dari Fitnah

Bahkan jika seorang perempuan berdiam di rumah dengan seseorang yang tidak 'patut', maka hal tersebut justru lebih rawan fitnah daripada ketika ia bepergian. Misalnya, di rumah tante saya, ada seorang yang membantu tante saya untuk mengatur perpustakaan rumah kami. Dia dilarang berada di rumah jika hanya dengan sepupu-sepupu lelaki saya. Why? Karena dia bukan anggota keluarga, jadi hal tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Sebaliknya, sebagai contoh, adik saya yang bersekolah di pesantren, tidak ada mahramnya disana, tapi insyaAllah orang-orang di pesantren dapat dipercaya. 

2. Keamanan
Konon, hadits diatas menggambarkan kisah perjalanan Ummu Aisyah yang harus bepergian dengan unta melintasi gurun pasir yang banyak perompak dan sebagainya. Maka, semisal perempuan bepergian dengan pesawat, menurut saya hal tersebut lebih aman daripada harus naik bis selama semalam. Ketika saya traveling ke Malaka, faktor keamanan saya dijamin oleh Tante Etty, teman mama, karena saya menginap disana; daripada saya menginap di hotel yang 'tidak jelas'. Demikian juga dengan ketika saya di Vietnam, faktor keamanan saya dijamin oleh Nhung. Meski tetap saja saya sempat 'terpeleset' ketika saya menginap di guest house 'aneh' di Phnom Penh, huhuhuhuhu.

Saya tidak bermaksud untuk mengabaikan hukum Allah untuk hal ini, tetapi saya tidak bisa membayangkan kalau saya tidak boleh keluar rumah tanpa mahram. Seingin-inginnya saya diantar ayah atau adik kandung laki-laki saya, toh hidup tidak mengizinkan saya tinggal serumah dengan mereka. Jadi, saya hanya bisa berusaha menjaga kedua hal diatas.

Terakhir (sebenarnya ini yang pertama sih), kepergian tersebut diniatkan untuk Allah. Bersekolah, bekerja, ber-silaturrahim – bahkan jalan-jalan pun punya tujuan untuk melihat kebesaran Allah dan menjadikan kita sebagai hamba yang bersyukur dan lebih patuh lagi kepada-Nya.

Cumaaa, se-hepi-hepinya pergi sendiri, memang lebih enak sih kalau kemana-mana ada yang nemenin, dan sudah sah/halal. Apalagi kalau dibayarin, dan orangnya ganteng, pula. #eh #kode :)))

Happy traveling, sister!

Salam,
Prima 

Bacaan lebih lanjut:

Thursday, August 13, 2015

How To Be a Good Roommate


After hosting Hanseo University' students last two weeks, I became a volunteer on an Asia Pacific-level event last weekend. Actually, I was registered nowhere; I thought I will be the member of Registration Team following the first briefing, but at the final briefing I didn't find my name anywhere. So then, I decided to stay with the Registration Team – and it was the right decision knowing that the table can be sooooo busy when the participants arrived.

As I found that administering data can be so overwhelming, my duty was preparing the ID Cards and goodie bags. But one time, the committee who worked at the Room Arrangement need to leave her desk for a while. Because I had no still position, I filled her position and helped to arrange the room for participants – until the next day.

Turns out, it was one of the most tiring job in the committee. Funny thing, I got a lot of awkward situation because I also managed the complaints from participants. Most of the problems are..... the roommate. So, usually the problem started with “I couldn't stand it, my roommate is dirty/sloppy/messy/not friendly/a/b/c/etc.” Thankfully, I got no one said, “my roommate snores.” How could I help with that?????

Looking back to my experiences, I stayed at my friend' apartment in Ho Chi Minh. I also slept at a female dorm consists of six persons in Phnom Penh, Cambodia. When I become the finalist of World Muslimah Award 2014, I had four roommates in Bogor; and then Dina Tokio was lucky enough to have me as her roommate in Yogyakarta. Lol. Dina never had any roommate in her life, and she said – alhamdulillah – I was a great roommate. Last but not least, here in Yogyakarta, I have a roommate at my aunt's home.

Being a good roommate is everyone's responsibility as it's everyone's expectation. When we travel, we want to sleep well so we can maximize our day time. We also don't want to have trouble with our roommate, and then have a feeling of risking our stuffs when we leave the room. Also, it's very important to keep the bathroom clean, because yeah...it's just important after all. So, I would like to give you some tips on how to become an awesome roommate.

1. Claim Your Space
Dina had a HUGE suitcase because she travels to Indonesia one week before the World Muslimah Award. She also doing her own make up, so she has a lot of stuffs. Compared with me, I brought some books (and that's why she called me 'geek'). So then, we divided our room as west and east. I used the shelves at the west side of our room, and she can use the table at the east side. We even use this rule for the cupboard. With this way, there was none of my goods slipped in hers, vice versa. Anyway, without this rule, another finalist got a problem with her legging lost somewhere in her roommate' suitcase.  

2. Keep Your Voice Down
When I was in Phnom Penh, I was just arrived at 11PM. Luckily, my roommates was just ready to go to the party – so I didn't make any problem for them. But, they did make noisy sounds when they got back at 3AM. They even prepared for their departure at 6AM, so I stayed awake until they leave. Cry cry. This kind of problem surely can't be avoided, but we can do some things, such as: if you want to make a phone call at late night, you can do the call outside the room; use headset if you want to listen to music before sleeping; well, you name it.  

3. Don't Take Too Much Time in the Bathroom
I did have a roommate who shower too long, she even sang in the bathroom while we have to ready soon. Oh God, it's torturing actually. There was one time when I join a tour in KL, and the tour guide said: 'you can do the make up while you wait for your roommate in the bathroom; and then you can take shower from neck to the bottom.' Everyone was laugh at that time, but I know it's true. Luckily, I take a bath fast, so I can assure you I'm a good roommate, LOL. 

4. Always, always, always Keep the Cleanliness of Your Room
The thing is, I know that some persons think that the room will be cleaned by the cleaning service in the morning. It's a big no no, because once you don't keep clean, people will think that's how your personality is. You might also have a roommate who is clean-freak, so just try to respect to each other by making sure that your space is neat enough.

5. Be Nice
Perhaps some of you just don't really comfortable in having stranger as roommate. But some greetings like 'good morning', 'thanks', and 'have a nice dream' can be a beginning for the next conversation. If they give positive response, just continue with simple questions, such as, 'how was your sleep?'; 'have you seen the swimming pool? It's beautiful!'; 'the bathroom is really good' (– Dina said it to me actually :p). Hopefully, it breaks the ice between you and your roommate.

Aside of some rules above, I usually give some private 'space' for my roommates. I never touch my roommate's stuffs without asking. I also don't talk to them if they seem tired or using their mobile phones. Knowing I talk a lot, I hold myself much because we do want some silence and quiet times.

So, don't be nervous to have stranger as roommate at the next time you travel. You might 'lose' some; but trust me, if you see it positively, you can also gain unforgettable experiences – it's a chance for you to uncover some intercultural-related lessons. 

Have a nice trip!

Lots of love,
Prima

Friday, August 7, 2015

Tentang Puasa dan Harapan

“Perjumpaan denganmu, pasti ada waktunya. Seperti saat berpuasa, pasti akan tiba waktu untuk berbuka.” - Lalang Dwi Yoga Sakti

Saya mendapatkan kutipan diatas dari instagram @tausyiahku_, manis banget yaaaaa. Kebetulan kemarin saya sedang berpuasa, dan terasa lebih adem di hati..

Saya pernah bercerita tentang perjuangan puasa Daud saya disini, dan buat saya pribadi, puasa itu suatu ibadah yang memiliki berjuta makna yang mendalam. Selain mengajarkan saya untuk merasa cukup, saya juga baru-baru ini merasa bahwa puasa memberikan saya arti berharap.

Seperti saya ceritakan sedikit di blog post saya kemarin, saya baru saja selesai mendampingi mahasiswa-mahasiswi Hanseo University yang sedang melakukan project di Yogyakarta. Saat bersama mereka, biasa lah ada pertanyaan-pertanyaan seperti kenapa kita harus sholat, berwudhu, dan mengenakan hijab. Hari terakhir mereka di Yogyakarta, yaitu hari selasa, saya sedang menjalankan puasa Syawal sehingga harus menolak traktiran kopi. Ah, sedih amet sih #lhah

Tentu saja si mahasiswa bertanya kenapa saya puasa, apalagi bulan suci Ramadhan yang diwajibkan berpuasa sudah lewat. Saya jawab aja, “biar cepet kawin.” Hahahahaha. Tapi malemnya saya mikir-mikir juga lho, kenapa juga saya mesti 'repot-repot' puasa sunnah.

Terlepas dari anjuran dan balasan apapun yang mungkin Allah berikan kepada hamba-Nya yang berpuasa, ternyata saya menemukan harap dalam puasa. Saya merasa... ada suatu janji yang pasti Ia penuhi, dan janji itu akan datang. Pasti. Sama seperti maghrib yang pasti akan datang, dan bahkan jaraknya hanya beberapa jam dari sekarang...

Maka jika sesuatu yang kita inginkan belum menghampiri kita saat ini, sabar, akan ada waktunya. Kita aja dilarang keras untuk berpuasa terus-menerus, masa sih Allah tega untuk menahan hal tersebut. Paling tidak, Allah akan tunjukkan yang lebih pantas untuk kita, insyaAllah.

Jika semasa sekarang masih sendiri, nanti akan ada waktu untuk bersama. Jika semasa sekarang masih kurang apa-apanya, suatu hari akan dilimpahkan.

Dan dengan segala kesabaran dan aktivitas mengisi waktu 'berpuasa' itu, semoga 'buka puasa' kita akan terasa manis :)

Salam,
Prima

Thursday, August 6, 2015

#differentisbeautiful: 한국 사람 - Hanguk Saram (Korean People)

The best thing comes when you least expect it.

I just had an amazing week with students from Hanseo University who participated in Global Leadership Program. They stayed in my guest house, and somehow being with them reminds me of the quote above. It represents my interaction with Korean people so far. Dealing with Korean has been one of the most challenging yet most fulfilling intercultural relationship. I have met football players, businessmen, students; and meeting them for the first time is always like receiving a black box – you don’t know what kind of surprise that you can get.

Back in 2011, when I meet Coach Timo Scheunemann of Persema Malang for proposing my minor thesis, he gives me full access with one requirement: I have to assist the new Korean football player in adapting with Indonesian culture. As much as I want to hold myself back, I talked to my friend about the possibility of getting a sharp A if everything going well. So I hopped on the board. And that was how the story goes.

But my excitement has to be torn off by my first meeting with the player. Night before, I learn a few Korean sentences and read all news about him (#kepo detected). At the morning, when I just spill out ‘shigani isseoyo’ (do you have some time), he shooed me. I was so shocked as other informants were welcomed me.

I came back to the coach and I said that no matter how hard I will try, I can’t overcome this because I can’t speak Korean. Luckily, the coach who is also a teacher of an international high school appointed some of his Korean students to help me. As they are helping me communicate with the player, my impression about Korean slowly changing.

However, there was still a lot of misunderstanding between us – especially because I couldn’t always count on the interpreters. It made me so nervous; I remember I often crying at the downstairs before going up to see him. After couple weeks, I couldn’t help it and I wanted to give up. I called my mom, and she said, “Dear, imagine if you were him. Being totally stranger in a country he never visit before; no friend, no family. It must be stressful. Don’t just thinking to finish your assignment; try to be someone who helps him in accepting these new things.”

So then I change my approach. I agreed when he ask me to learn Korean. At my first day in the Korean course, I was embarrassed because I don’t know any Korean boyband or drama. No, I never watch Winter Sonata and didn’t know how famous Nami Island was. When I finish the class that day, I ask my friend who happens to be a K-pop hardcore fans to explain the hallyu wave. I watched Family Outing, Cinderella's Sister and Pasta (although I can only survive for three episodes and not continuing it).

At one of the critical point where I want to know more about Korean culture, God send me an angel named Sthefany Eonni who found me on Twitter accidentally. I once blabbed about how dealing with Korean is a very new thing for me; she replied on my tweet and tells me her story with his Korean husband. It couldn’t be more perfect as she lives in my hometown! She even helped sending samgyeobsal for the Korean football player. Things getting much better from then, fiuh.

After my relationship with him improved, he introduced me to the fellow Korean football players. For some months after, I attended a lot of football matches because they give me free tickets, hahaha. My weekend was filled by supporting them. But as soon as I graduated and start working; one by one is leaving Indonesia.

Surely, it’s not always this hard in dealing with Korean people. When I become the host parent (although I’m not a parent…yet) for a Vietnamese student in an AIESEC project, I also make friend with one of the sweetest woman in the world, her name is Sunhyung Eonni. I once wrote on my old blog that she is the sunshine among us. She is very cute and she taught me to be more positive in life. 

Sunhyung Eonni - me - and Nhung (the Vietnamese student).

In 2,5 years of working, I got only one Korean client, and they are the most polite clients I ever interact with. But they are American-Korean, so I don’t know if it can be counted :p

Reflecting my experience with Korean people, it might be an important lesson that I wasn’t prepared enough. I was too confident with myself, but lucky me I have second chance to fix it. I also didn’t treat the football player the way he wants to be treated. Now I think I might be the one who scared him and bothered him at that time.

It is always exciting to jump in the intercultural situation, but between me and Korean – it is just...different. Never in my life have I thought of learning Korean language or going to Korea – and now it’s totally transformed. I even watched Big Bang concert! Such a very big leap, isn’t it?

So, if you are about to enter a new intercultural encounter, you might want to prepare something. But even though you’re not, there is no best teacher as experience. Just remember to always be kind in every situation – put yourself in their shoes and don’t just think of accomplishing your personal goal. And don’t forget to smile; because you know what they said, it’s a universal language that should warm everybody’s heart.

Have a good day!

Lots of love,
Prima

Wednesday, August 5, 2015

Yuk Nonton: Catatan Akhir Kuliah The Movie






Hari Kamis, 30 Juli 2015, adalah hari yang membahagiakan untuk Muhadkly Acho, Ajun Perwira, dan para pemain Catatan Akhir Kuliah The Movie. Hari itu, mereka resmi ‘diwisuda’; atau dengan kata lain, film yang diadaptasi dari buku berjudul sama karangan Sam Maulana ini, diputar secara serentak di berbagai bioskop di Indonesia.

Film-nya tentang apa sih? Ini alur ceritanya yang saya kutip dari website Cinema XXI..
Film Catatan Akhir Kuliah diangkat dari novel karya Sam Maulana. Film ini menceritakan kehidupan penulis dimasa perkuliahan. Sam (Muhadkly Acho), Sobari (Ajun Perwira), Ajeb (Abdur Arsyad) membuat sebuah janji akan wisuda bersama, yang diyakini sebagai janji persahabatan mereka.

Seiring perjalanan perkuliahan persahabatan mereka dipertaruhkan. Ternyata hingga menjelang batas perkuliahan , hanya Sam yang belum menyelesaikan tugas akhir (Skripsi).

Kesedihan Sam semakin komplit setelah mengetahui Kodok (Anjani Dina) cewek yang ia kagumi sudah memiliki pacar bernama Iwan (Andovi da Lopez).

Pengalaman cinta ditolak seperti terulang kembali saat Sam menembak Wibi (Elizya Mulachela) yang lebih memilih setia dengan kekasihnya dikampung halaman. Cinta Sam selalu terjebak dalam situasi Friendzone.

Sam berada di titik terbawah dalam hidupnya. Sam harus bangkit berjuang menyelesaikan atau harus merelakan semuanya dan menjadi mahasiswa gagal.
Apaaa? Film tentang skripsi??? Hahaha, harusnya saya juga bikin ya, film tentang kisah dibalik skripsi saya. Ups, buka cerita lama nih ya. Haha. But anyway, lucky me, saya dapat kesempatan untuk mengulik sedikit tentang film ini langsung dari salah satu bintang. Please welcome, Natasha Chairani!
 



Di film ini, Natasha – yang pada tahun 2011 berperan sebagai Meli di film Tendangan dari Langit The Movie – berperan sebagai WRP a.k.a Wahyuni Rani Puspitasari. Namanya mengingatkan kita akan sesuatu ya, hehehe. WRP adalah mahasiswi super pede dan kepo-an banget! WRP adalah sahabat Kodok (Anjani Dina), cewek yang sedang digebet oleh Sam. Tapi, bukan WRP namanya, kalau ga minta ‘bayaran’ atas bantuannya. So, dia minta Sam untuk balik nyomblangin dia dengan Sobari (Ajun Perwira). Tanpa perlu berpanjang-lebar, yuk denger (eh, baca) langsung excitement dari Natasha tentang film ini.

Prima (P): Hai, Natasha. Apa aja nih persiapan menjelang wisuda?*
Natasha (N): Menjelang wisuda persiapanku dan pemain lain kurang lebih sama, hehe. Siap-siap mental dan banyak berdoa! Berdoa semoga karya kita diterima di hati pecinta film Indonesia :) Dan yang pasti sibuk promo dan nobar kesana-kemari.

P: Sebutkan tiga kata yang bisa menggambarkan film ini dong!
N: REAL, FUN, and full of motivation.

P: Apa aja nih, pengalaman menarik selama syuting?
N: Tentu saja banyak pengalaman menarik selama syuting! Yang pasti kita semua dekat seperti keluarga (even sampai hari ini). Sering banget kumpul-kumpul dan selalu seru kalau udah sama-sama, jadi nunggu take gak berasa dan rasanya malah agak males untuk ninggalin lokasi, hahahahaha.

P: Oke deh, kayaknya memang keseruan ini bisa juga kita lihat di instagram-mu (@natashachairani), dan juga instagram para pemain lain yes. Pertanyaan terakhir, apa kenangan paling menyenangkan waktu kamu kuliah dulu?

N: Hmmm paling seru kalau di hari pertama masuk sekolah setelah libur sih! Kangen mixed feelings-nya, antara excited untuk ketemu sama temen-temen plus perasaan males karena masih pengen lanjut libur :))))) Kalau waktu kuliah pengalaman paling seru adalah berbagi dan ketemu berbagai macam budaya dari banyak Negara, karena dua kali kuliah Natasha diluar semua, di Singapore dan di Taiwan.

Nah, ga cuma Natasha aja dong, tapi saya juga sudah merangkum berbagai komentar tentang film ini dari Twitter. Here are some of them:

Dimas (@dimasbaguss) --- "Baru nonton "Catatan Akhir Kuliah" dan itu film keren banget! Apalagi soundtracknya dapet banget, selamat!"

Nidiya (@nidiyaaa) --- "Baru nonton.kocak tapi sekaligus merinding.jd kebayang wisuda yang beberapa tahun lg wkwk"

Trya (‏@tria_adel) --- "Catatan akhir kuliah, alur cerita yang maju mundur sama kejadian yang bener" real dialami mahasiswa tingkat akhir buat film ini bagus bget!"

Kabar baiknya, kamu bisa nonton bareng sama para pemeran Catatan Akhir Kuliah! What? I know, sounds great, right? Ini dia jadwalnya:


Botani Square XXI - Bogor -- 07 Agustus 2015
Jogjakarta -- 09 Agustus 2015
Solo -- 09 Agustus 2015
Semarang -- 10 Agustus 2015
Bandung -- 11 Agustus 2015
Cirebon -- 12 Agustus 2015

Caranya gimana? Cek aja di Twitter Fallisto: @cs_fallisto atau Official Twitter Catatan Akhir Kuliah: @CAKTheMovie.

So, tunggu apa lagi? Mau ngejadwalin buat nonton CAK The Movie akhir pekan ini, atau mau janjian sama teman-teman sekelas pulang kuliah besok? Enjoy!

Love,
Prima

***wawancaranya dilakukan minggu lalu, hehe
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...