Wednesday, June 22, 2016

#RefleksiRamadhan: How Does It Feels to be Single for More Than 5 Years?

Maybe it’s the time.

Seperti sister tahu, saya mudah menangis, kalau tidak bisa dibilang sering. Tetapi tentu ada beberapa hari dalam sebulan yang menjadikan saya jauh lebih mudah menitikkan air mata. Kalau ada yang bilang ‘senggol, bacok’, buat saya jadinya ‘senggol, (saya yang) nangis’. Dulu saya pernah kesal karena ‘keahlian’ saya satu ini. Soalnya, bawaan dari sononya, saya ini terlalu ekspresif. Kalau lagi tertawa, ya bisa terbahak-bahak. Kalau lagi menangis, bisa sampai meraung. Ya engga apa-apa juga kalau lagi sendirian, kalau lagi sama orang atau di muka umum kan engga enak, nanti saya dipikir orang gila lagi. 

Namun saya pernah bersyukur. Dengan segala hal yang terjadi dalam hidup saya (duileeeee berasa hidupnya sengsara banget nih?), saya rasa menangis itu katarsis. Something to keep me sane. Saya ‘senang’ bisa mudah menangis sampai kelelahan dan tertidur, lalu ketika bangun saya bisa memulai hari yang lebih baik. Saya pun bukan orang yang suka menutupi perasaan. Saya pernah menangis di kantor, di kampus, di angkutan umum (sambil menyandarkan kepala ke jendela biar kayak di film gitu..). Ketika hal itu terjadi, saya bukannya sedang cari perhatian. Saya tidak bisa menahannya saja. Kadang di rumah pun bukan tempat yang baik untuk menangis. Saat saya menangis, saya tidak ingin ditanyai. Saya ingin didiamkan. Kalau ada yang mau memeluk, boleh. Apalagi kalau seganteng Chris Evans Pangeran Dubai. Meski saya sadar ini kebiasaan yang kurang profesional dan saya berusaha keras untuk meminimalisasinya, saya belum mampu. Paling saya ngibrit ke kamar mandi supaya tidak ada yang melihat (tapi kalau lagi di angkutan umum, mesti lari kemana?). 

Pagi ini, saya membaca blog post Nazura Gulfira yang ini. Saya pernah berkirim email ke dia mungkin setahun atau dua tahun yang lalu, tapi beberapa minggu terakhir email kami jadi lebih sering. Thanks to my workplace that ‘meets’ us virtually. Kalau kamu pembaca blognya Nazura, pasti setuju kalau tulisan-tulisannya cocok untuk dibukukan. And she made it! Congratulations, Nazu! *brb beli bukunya dan antri tanda tangannya* 

Kali ini saya bukan mau cerita tentang bukunya, nanti saja kalau sudah meet n greet (kapaaaaan, Nazu? :p). I always love the ‘darkness’ side that she reveals in her writing. She is undoubtedly blessed, and shows her gratefulness with a very special way. Hampir sama dengan mas Ariev Rahman, Nazura juga jarang menulis pendek. Tidak seperti saya yang setiap post-nya ‘yang penting kelar’, she really applied mindfulness in her writing.  

Kali ini saya juga bukan mau cerita tentang perjalanannya di negara-negara di Eropa (yang sempat bikin saya menjauhi blognya untuk sementara waktu). Kembali ke post yang saya pagi ini. Hanya itu. 

Instead of commenting on her blog, I decided to make my own post. 

But before that, I want to say: “Nazura, baru setahun???????????? Aku lho, lima tahun. LIMA tahun.”

(kasih ekspresi ketawa getir) 

Tuesday, June 21, 2016

#RefleksiRamadhan: Apakah Kamu Teman yang Baik?

Apa kabaaar? Sudah malam ke-17 Ramadhan lho~ Gimana ngajinya, sudah dapat berapa juz?

Akhirnya saya tarawih (bukan taraweh – kalau kata seorang editor bahasa) lagi sesudah tiga hari tidak tarawih (di masjid). Hari Sabtu hujan deras sekali sampai mau ke mushola terdekat pun rasanya akan sulit dilakukan tanpa basah kuyup. Hari minggu saya sakit kepala sejak sore, lalu kemarin saya baru menenggak obat yang bikin engga tahan berdiri lama. Guess what? Saya sakit gigi lagi brooo. Lebih tepatnya, saya mengalami dislokasi rahang yang menyebabkan saya tidak boleh mengunyah. Ini saya sedang diperban kayak pocong orang habis operasi perampingan dagu. Meskipun kalau punya uang, mending saya operasi biar hidung saya agak mancung. #YaKaleee

Beberapa hari yang lalu, ada ceramah tentang teman. Jadi ada beberapa kategori teman yang baik, seperti amar ma’ruf nahi munkar – teman yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari yang tidak baik (yaeyalah). Ada juga teman yang memberikan peningkatan ekonomi kepada kita. Ada juga yang as simple as making us feel comfortable, tentunya tanpa melupakan kriteria amar ma’ruf nahi munkar itu tadi. Terakhir, sebenarnya yang paling penting dan utama, yang membuat kita selalu ingat akan Allah. Meskipun, teman yang masuk kategori tipe ini bisa juga mengingatkan kita akan Allah saking karena kita jengkel sama dia. Kalau lagi sama dia, rasanya pingin banyak-banyak istighfar. “Ya Allah, dosa apaaa aku ini, punya teman dia?” Hahahahaha, bercanda. 

Kali ini, yang saya minta dari sister bukanlah ‘mengevaluasi’ lingkaran pertemanan sister. Saya yakin sister punya teman-teman yang insyaAllah kece dunia akhirat. Contohnya saya deh, walaupun kita berteman secara virtual #pede

Tapi ketika sister memandang ke cermin, apakah sister sudah merasa jadi seorang teman yang baik? Yang konsisten dalam mengajak kepada kebaikan, bukan hanya sekadar having fun. Apakah sister termasuk kategori orang yang membawa perbaikan ekonomi kepada lingkungan sister? Bahkan mungkin hanya merekomendasikan, menjadi penyambung informasi – baik rezeki secara materiil, maupun ilmu untuk pengembangan diri. Bukan teman yang pelit, kalau ada informasi lowongan pekerjaan atau kuis berhadiah ke Perth, Australia; maunya disimpan sendiri supaya kompetitor berkurang. Percayalah bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur. Meski yah, kalau sister yang menang ke Perth, tolong ajak saya dong :))

Saya jadi ingat seorang teman yang pernah saya sebut namanya di blog ini sekitar setahun yang lalu. Akhir tahun kemarin, kami bertengkar hebat dan saya sempat bersumpah tidak akan bicara lagi dengannya. Akan tetapi saya merasa hal itu tidak menunjukkan kedewasaan saya. Saya pun memilih untuk mengatakan di depan mukanya langsung bahwa saya kecewa atas perlakuannya, tapi saya juga minta maaf jika ada kesalahpahaman sehingga dia harus memperlakukan saya demikian buruknya. Butuh hitungan bulan untuk kami bisa saling melempar senyum, makan siang bersama, dan kembali bersahabat. Sebulanan terakhir kami cukup dekat sehingga bisa hang out seperti dulu lagi. Sebelum dia mudik hari minggu kemarin, dia mengatakan “eh kapan hari aku mau whatsapp mbak Prim, kapan ke kos lagi? Aku kangen deh. Tapi takut mbak Prim GR.” 

Saya menangis di jalan pulang dari kosnya hari itu. Saya tahu saya bukan orang yang sempurna. Saya lebih sering jadi teman yang morotin daripada yang mentraktir. Saya masih sering ngomong kotor – dan pembicaraan engga jelas lainnya yang jelas bukan amar ma’ruf nahi munkar. Tapi saya ingin terus menjadi lebih baik. Saya ingin suatu hari nanti seseorang berteman dengan saya dan merasakan kasih sayang Allah, sehingga berusaha untuk lebih dekat dengan-Nya. Semoga bisa, dan semoga sister pun demikian.

Lots of love,
Prima

Tuesday, June 14, 2016

#RefleksiRamadhan: Filosofi Layang-Layang

Pic from here.

Hari ini saya ikut buka puasa bersama di kantor tante saya, dilanjut ‘taraweh kecil-kecilan’ dengan makmum pria satu orang, dan makmum wanita beberapa orang. So, tidak ada ceramah hari ini. Tapi, saya ada cerita dari ceramah taraweh beberapa hari yang lalu. 

Saya agak lupa konteks ceramahnya gimana (lah?), yang jelas saya menangkap kisah tentang layang-layang yang menurut saya patut dijadikan peringatan bagi semua orang.

Pernah tahu layang-layang dong? Atau sister adalah mantan alay (anak layangan)? :p

Lucunya, sore hari sebelum taraweh, saya sempat menyenandungkan lagu Layang-layang. Mungkin saya ada bakat cenayang, bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Halah. 

Kuambil buluh sebatang
Kupotong sama panjang
Kuraut dan kutimbang dengan benang

Kujadikan layang-layang
Bermain berlari
Bermain layang-layang
Berlari kubawa ke tanah lapang
Hatiku riang dan senang

Monday, June 13, 2016

#RefleksiRamadhan: Pindah Jam Makan

Pic from here.
Kalau saya membuka post ini dengan menuliskan, ‘engga kerasa ya, sudah sembilan hari terlewati”, pasti terdengar sangat klise. Buat saya pribadi, tadi ini baru taraweh ke-4, jadi masih tergolong ‘pemanasan’. Seharian badan masih lemas banget padahal kerjaan cuma ngeliatin laptop. Menjelang ashar baru bisa ‘berkicau’. Begitu adzan maghrib, rasanya mau makan semua yang terhidang di meja. Yaelah, kayak puasa anak TK aja, prim..

Ngomongin tentang taraweh, sister pasti tidak pernah melupakan yang namanya catatan khutbah taraweh. Iya, yang tiap hari harus minta tanda tangan ustadz/takmir, terus dikumpul ke wali kelas untuk dicek. Dulu saya termasuk rajin dan catatannya paling lengkap. Cuma kalau sudah menjelang hari raya, apalagi sudah mudik ke rumah nenek, jadi malas mencatat khutbah karena disampaikan dalam bahasa Jawa. Berasa aneh aja tiap kalimat harus nanya, “Ti, artinya apa?” Yang ada malah dapat tambahan ceramah dari nenek mengenai pentingnya belajar bahasa Jawa. 

Then I think, why don’t I do it again now? Sejak saya nge-blog tahun 2013, saya memang sudah sering memasukkan cerita-cerita yang saya dapat dari khutbah yang saya dengar atau pengajian yang saya hadiri. Tapi untuk bulan yang sangat spesial ini – yang insyaAllah setiap harinya saya akan mendapatkan siraman rohani – kan sayang kalau tidak didokumentasikan. Semoga catatan ini berguna suatu waktu nanti kalau iman saya sedang turun. 

So, refleksi Ramadhan hari ini adalah...masalah rezeki. Ustadz yang hari ini memberikan ceramah, suaranya mirip Profesor Snape! Berat, ngomongnya lambat-lambat, setiap kata diberi penekanan. Saya hampir nungguin dia ngomong ‘avada kedavra’. LOL. 

Sebenarnya beliau tidak membahas masalah rezeki. Yang beliau sampaikan justru tiga amal yang paling dicintai Allah, yaitu berderma, ‘menjalin hubungan’ dengan Al-Qur’an, dan qiyamul lail alias sholat Tahajud. Amal yang pertama sempat membuat saya tertohok, saat beliau mengatakan tentang nilai dari ‘beramal saat lapang dan saat sempit.’ Jadi beramal tidak harus menunggu kaya. Sedikit juga boleh, asal rutin, konsisten, dan ikhlas. Duh, sedih banget dengernya; secara sejak hari pertama Ramadhan, saya belum mengeluarkan sepeserpun untuk shodaqoh. Memalukan? Banget! Memang saya ada alasan yang tidak perlu diceritakan disini, tapi rasanya ada beban menghimpit di dada. Saya hanya bisa banyak mengucap istighfar dan berdoa semoga segera ada rezeki yang bisa digunakan untuk ber-shodaqoh. 

Selain tentang amal, saya juga terkesan dengan kemampuan masjid tempat saya ber-taraweh dalam menyiapkan 300-400 pax takjil setiap harinya. Saya dengar Masjid Jogokariyan yang dipimpin oleh Ustadz Salim A. Fillah menyediakan 1200 piring untuk makanan buka puasa selama bulan Ramadhan. Ngaku deh, siapa diantara sister yang tergabung dalam geng PPT (Para Pencari Takjil)? :p

Beberapa tahun terakhir, saya hampir tidak pernah mengejar takjil gratis meskipun berencana menghabiskan maghrib di suatu masjid. Selain karena malas antri, saya pernah menolak pemberian takjil karena saya merasa masih mampu membeli. Sementara di masjid itu ada banyak sekali orang yang sedang mengantri – dan menurut saya lebih membutuhkan. Tapi pernah juga sih, bela-belain antri makanan buka puasa di sebuah masjid karena hari itu menunya ayam goreng crispy dari sebuah merek franchise terkenal (#eaaa). 

Bukannya saya ingin menyombongkan diri, tapi dibalik itu justru ada cerita yang sangat menyedihkan. 

Wednesday, June 8, 2016

This Is It!

Assalamu'alaikum! 

Pasti lagi pada tarawih kan? 
Sementara saya duduk manis di rumah sendirian karena jomblo lagi berhalangan. Ternyata, mengawali Ramadhan dengan period sakitnya tuh disini. Udah susah nyari makan karena hampir semua tempat makan pada tutup; bingung aja di kampus atau di rumah bengong mulu. Mau makan engga enak sama sepupu, mau engga makan eh laper. Mana semangat ibadah turun drastis rasanya. Secara dimana-mana orang-orang pada berbondong-bondong ke masjid, atau nyari takjil, saya cuma bisa gigit jari. Kayaknya sih, kemungkinan besar engga bisa ikut sholat Ied. HUWEEEEE. Sedih, Gusti~ 

Anyway, ada hal yang lebih besar lagi di bulan Ramadhan ini, yang sempat bikin mood saya terjun bebas. Besok Kamis, 9 Juni 2016, insyaAllah saya akan menjalani proses mutilasi oleh dosen saya ujian proposal tesis. Mau bilang 'finally' kok ya kayaknya engga segitunya juga, secara ini tuh dadakan abis. Awalnya kami dijadwalkan akan ujian sekitar tanggal 15-22 Juni, terus tiba-tiba dosen pengampu kelas proposal memajukan pengumpulan proposal jadi Senin kemarin. Hanya dalam tiga hari - sejak diumumkan hari Jum'at - jadi juga a very raw proposal draft yang isinya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hahahahaha. 

Konyolnya saya, waktu lagi ngobrol dengan salah satu pembimbing 'bayangan' saya (artinya bukan dosbing resmi), saya nyeletuk, 'ah sama aja mas, mau dikumpulin Senin atau tanggal 15 atau bulan Juli pun, kami juga bakal ngerjain H-1'. Beliau ngakak aja gitu~ Kan jadi malu yaaa, mahasiswa malas (dan terlampau jujur)!

Buat saya pribadi, besok itu adalah 'gong' dari masa-masa satu setengah tahun kemarin. Kalau nanti ujian pendadaran tesis sih, kebangetan kalau engga maksimal, tapi yang besok ini nih, saya menyesal banget karena engga optimal. Saya juga sempat pingin melipir ketika ada teman sekelas yang bilang, 'masa mbak Prima belum selesai? aku tuh terinspirasi dari mbak Prima yang pas semester 1 dan 2 dulu selalu ngumpulin tugas sebelum tenggat waktu lho, makanya aku ujian duluan.' Saya tadinya engga percaya, tapi dipikir-pikir iya juga ya, dulu juga kerja part time kok, tapi masih sempat ublek-ublek puluhan jurnal dan bikin paper yang memuaskan hanya dalam waktu 3-4 minggu saja. Untuk enam mata kuliah pula. Saya kesambet apa ya? 

Terus kalau menyesal banget, kenapa masih nyempetin blogging? Well, karena saya sedang menghibur diri sendiri #lho #excuse

Akhir pekan kemarin, setelah membaca ratusan (#lebay) jurnal dan belum menemukan titik terang tentang penelitian saya, saya bilang ke teman saya, "ya sudahlah, at least selama ini saya engga menganggur bombay." I know, I know it's not an excuse. To be honest, I knew that this gonna be difficult since the very beginning. Topiknya 'bukan saya banget', this is something beyond my comfort zone. Saya 'terlena' dengan asumsi mudah mencari data. 

Saya juga dikejar deadline dan (sadly) khawatir karena ditakut-takuti oleh sistem yang bikin mahasiswa S2 UGM harus berulang kali ujian kalau ganti topik. KATANYA. Masalahnya, engga ada dosen yang jelasin secara eksplisit langkah pengerjaan proposal tesis, dan engga ada mahasiswa yang berani nanya. Saya pun bahkan belum pernah bimbingan sekalipun (kalau ini karena ada misunderstanding antara saya dan dosen pembimbing). Entahlah, ada apa denganmu, hai universitas terbaik se-Indonesia? Satu semester 'terbuang dengan percuma'.

Lah, kok saya jadi ngelantur dan menyalahkan pihak eksternal?

Most important thing is, I do something outside the classes. I do have fun with it, I am passionate in it, and maybe it makes me missed my priority. So, jangan tiru saya ya, sister. Saya tertohok banget ketika ada dosen yang bilang, "biasanya nih, yang engga selesai dengan optimal bukan mahasiswa yang tidak pintar. Justru karena pintar, mereka terbengkalai dengan urusan pekerjaan. Ketika kembali ke tesis, they can't catch up with what they actually write and they don't do their best."

Mungkin saya belum berniat jadi dosen. Meskipun saya sudah mencanangkan harus kudu wajib S3 di luar negeri sebelum usia saya menginjak 35 tahun. Memang masa depan saya masih blur dan saya belum punya rencana apapun sesudah lulus S2. Barangkali, tidak akan ada yang mempertanyakan tentang IP atau tesis saya suatu hari nanti. 

However, I live for today. Istilahnya, kalau untuk 'yang tinggal sedikit ini saja saya tidak menyelesaikannya dengan sempurna, bagaimana saya mau memulai sesuatu yang baru and be good at it?' Hidup memang bukan hanya tentang S2 dan tesis, but let's finish what I've started. I will make it. I know I can.

Bismillah.

Lots of love,
Prima

P.S.: post ini sekaligus announcement ya, kenapa saya belum memulai #1Hari1BukuIslami. Salahkan UGM dan sistem ujiannya yang kacau #lhah #tadikatanyaudahmautobat #istighfarprim
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...