Monday, December 10, 2018

Pasti Ada Alasan Mengapa Tuhan Menciptakan Saya Begitu Perasa

“Foto ini bagus banget ya, kamu terlihat sangat ceria.”

Saya memandangi sebuah foto candid yang baru saja dikirim oleh instruktur zumba kepada saya. Outfit pink dan kerudung kuning saya, secara tak sengaja berwarna sama dengan bola-bola yang ada di belakang saya. Tak hanya itu, saya tertawa lepas, menyisakan garis mata – ekspresi yang biasa muncul ketika saya terbahak-bahak.  

Saya, sang instruktur zumba, dan rekan-rekannya, saat itu sedang berada di pantai untuk melakukan zumba on the beach. Piknik, berolahraga, sambil mengikat tali persaudaraan. Sebuah pengalaman baru bagi saya yang biasanya hanya bertegur sapa di kelas dansa. 

Tak banyak yang tahu bahwa pada malam harinya, saya masih menangis tersedu-sedu. Bahkan saat di pantai pun, saya lebih banyak diam. Berbicara hanya ketika ditanya, bahkan berjalan-jalan sendiri menuju tepi laut. 

Tak ada yang menduga bahwa beberapa hari sebelumnya, saya baru saja mengalami patah hati. Yang pertama kalinya setelah sekian tahun. Hubungan yang berawal dari online dating itu memang baru memasuki tahap pembicaraan yang berkembang. Lebih dari sekadar “sedang apa?” atau “sudah makan” menjadi “apa yang kamu pikirkan tentang...?” Setiap harinya, percakapan kami semakin menggebu-gebu karena tampak ada chemistry terjalin di antara kami. Namun sesudah beberapa topik, mulai tampak bahwa perbedaan kami tidak dapat dicarikan jalan keluarnya. Yang membuat saya bersedih hati, kami menutup telepon dengan perasaan marah kepada satu sama lain. Saya pun menangis hingga lelah dan tertidur. Esoknya dan beberapa malam sesudahnya, saya masih terus-menerus menangis. Tak sanggup menerima kenyataan bahwa tiba-tiba saja kami sudah tidak berbicara lagi. 

Saturday, December 8, 2018

Rasanya Kehilangan Sahabat

“When you lose a best friend, it's worse than breaking up with a boyfriend. Because you lose more than a heart, you lose a little bit of yourself.” – Anonymous

Sebelum saya merilis 2018 Year Review (baca tahun 2016 dan 2017 dulu deh yaaa), izinkan saya berbagi sebuah kepedihan yang mendera selama setahun ini. Tahun ini Allah mengaruniai saya banyaaaaak teman baru; thanks to Muslimah Sinau, Ubud, and Jakarta...

But, I lost a lot of my best friends.

Kayaknya lebay banget ngomong ‘a lot’, tapi kalau lebih dari SATU orang itu buat saya sudah banyak. Tahun 2016 saya pernah menulis bahwa saya punya cukup banyak sahabat karena biasanya persahabatan tergantung ‘peruntukan’ dan ‘tujuan’; misal ada sahabat yang enak dijadikan tempat curhat tentang agama, tentang passion dan karier, tentang orangtua dan hubungan percintaan, dan sebagainya. Tetapi tentu ada orang-orang yang saya anggap sahabat dekat, dan saya bisa berbagi kepada mereka tentang apapun.

I personally think soulmate is much more than a lover/spouse. Punya sahabat yang satu frekuensi – dengan segala perbedaan kita, tapi tetap bisa berkomunikasi tanpa berargumen terus-menerus hingga membuat kita kehilangan kepribadian – itu kesempatan yang harganya sangat mahal. I won’t trade it with anything in the world.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...