Saturday, December 8, 2018

Rasanya Kehilangan Sahabat

“When you lose a best friend, it's worse than breaking up with a boyfriend. Because you lose more than a heart, you lose a little bit of yourself.” – Anonymous

Sebelum saya merilis 2018 Year Review (baca tahun 2016 dan 2017 dulu deh yaaa), izinkan saya berbagi sebuah kepedihan yang mendera selama setahun ini. Tahun ini Allah mengaruniai saya banyaaaaak teman baru; thanks to Muslimah Sinau, Ubud, and Jakarta...

But, I lost a lot of my best friends.

Kayaknya lebay banget ngomong ‘a lot’, tapi kalau lebih dari SATU orang itu buat saya sudah banyak. Tahun 2016 saya pernah menulis bahwa saya punya cukup banyak sahabat karena biasanya persahabatan tergantung ‘peruntukan’ dan ‘tujuan’; misal ada sahabat yang enak dijadikan tempat curhat tentang agama, tentang passion dan karier, tentang orangtua dan hubungan percintaan, dan sebagainya. Tetapi tentu ada orang-orang yang saya anggap sahabat dekat, dan saya bisa berbagi kepada mereka tentang apapun.

I personally think soulmate is much more than a lover/spouse. Punya sahabat yang satu frekuensi – dengan segala perbedaan kita, tapi tetap bisa berkomunikasi tanpa berargumen terus-menerus hingga membuat kita kehilangan kepribadian – itu kesempatan yang harganya sangat mahal. I won’t trade it with anything in the world.


That’s why my heart were broken to know suddenly some of these friends stopped talking to me – or I blocked them earlier because I think I have to do it than being disoriented. Satu sahabat memutuskan hubungan karena saat itu saya tetiba kehilangan arah – ya, tahun ini saya pernah meninggalkan salat (astagfirullah). Dia punya hak untuk melakukannya, karena saya bukanlah teman yang bisa membawa kepada kebaikan (pada waktu itu). Sahabat lain mengatai saya ‘sakit mental’ dan menganggap saya ‘sirik’, mungkin karena ia sakit hati akan nasihat yang saya berikan untuk kisah cintanya yang njelimet abis. Seseorang yang saya pandang sebagai sahabat, hmmm, hubungan kami menjadi runyam sejak kami menyukai lelaki yang sama. Seseorang yang melihat saya sebagai figur sahabat dan kakak, mendadak pergi karena saya berhenti memberikan motivasi dengan kata-kata nan lembut seperti selama ini saya lakukan. Seseorang yang kerap menghabiskan waktu bersama saya, saya hapus dari daftar sahabat karena kami berulang kali mengalami miscommunication dan saya kesal dibuatnya.

Sakitnya jangan ditanya. Kami biasa bercerita hal-hal konyol sampai berbagi tangis bersama, lalu hal itu menghilang. Dan bukan saya tidak diberondong rasa bersalah, I do. Saya terus berpikir seandainya saya bisa memutarbalikkan waktu, adakah hal yang lebih baik yang bisa saya lakukan?

Jelas, jawabannya tidak ada.

Segala hal di dunia ini pasti diuji. Sekolah saja ada ujiannya, apalagi persahabatan. Berbeda dengan keluarga, kamu memilih sahabatmu. Kamu mengizinkan sahabatmu masuk ke dalam kehidupanmu, mengetahui hal-hal yang tidak diketahui oleh publik. Dari mulai rahasia pribadi, sampai mungkin masalah keluarga. Orang lain mungkin tahu segala prestasimu, tapi hanya sahabat dekatmu yang melihat seberapa banyak darah dan air mata yang tertumpah dalam perjuanganmu. Orang lain mungkin memuji penampilanmu, tapi hanya sahabat karibmu yang mengerti seberapa besar pengorbananmu.

Dan karena saya sudah tidak memiliki kekasih selama 7,5 tahun (haha), tentu sahabat sangat berarti bagi saya. Khususnya ketika saya kehilangan kepercayaan kepada kedua orangtua beberapa tahun terakhir, saya sungguh menggantungkan harapan kepada sahabat-sahabat. Terkadang saya merasa kasihan karena mereka harus tabah menghadapi berbagai bentuk keluhan saya. LOL. 

Maka Allah menguji persahabatan, untuk melihat yang mana yang memang dapat bertahan hingga ke Jannah. Yang mana, yang lebih banyak membawa manfaat daripada mudharat. Yang mana, yang mendorong kita untuk menjadi manusia yang lebih banyak mendengar, berempati, dan mempedulikan perasaan orang lain; daripada menjadi seseorang yang egois dan selalu ingin diperhatikan. Betul, bahwa persahabatan – layaknya cinta – adalah give and give, BUKAN take and give. Ini bukan hubungan transaksional. Ini adalah sebuah hubungan yang tetap akan dipertanggungjawabkan kepada Allah, bahwa kamu memberi bukan untuk mendapat kembali, tetapi semata karena Allah ingin kita saling menyayangi. 

“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Mumtahanah (60): 7)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Q.S. Maryam (96): 9) 

Dari kasus-kasus yang terjadi kepada saya di atas (dan kejadian lain tentang persahabatan tahun ini), ada yang kembali membaik, ada yang tidak. Ada yang masih berproses, ada yang… saya sudah kehilangan harapan. Ada kalanya, saya terlalu takut untuk memulai langkah lebih dulu; takut berekspektasi lebih; atau takut berbuat kesalahan yang lebih besar. Saya tidak ingin berlindung di balik dalih bahwa saya manusia biasa yang punya ambang batas kesabaran, tetapi saya tahu: ketika saya menyakiti hati sahabat saya, ada hati yang lebih tersakiti, yaitu hati saya. Sering saya berpikir, ‘oh mungkin dia lebih bahagia tanpa saya’ dan saya pun hanya mampu memandanginya dari kejauhan.

Untuk para sahabat saya yang datang dan pergi, percayalah bahwa saya tetap menyebut namamu pada saat tahajud. Jika Allah menakdirkan, suatu hari nanti kita akan berbaikan lagi. Mungkin bahkan lebih erat, karena itulah arti solusi – karenanya kita jadi lebih mengerti satu sama lain. Mungkin juga tidak, karena takdir kita hanya sampai pada titik itu. Namun jika ada maaf yang belum terucap dari bibirku (atau tertulis dari jari-jariku karena kita berinteraksi melalui aplikasi perpesanan), semoga engkau ikhlaskan. Semoga engkau tutup aibku dan semoga Allah memberikan ganjaran yang terbaik karena bagaimanapun, engkau pernah jadi seseorang yang mencipta senyum pada wajah dan hatiku.

Lots of prayers (and love – and hugs),
Prima   

2 comments:

  1. pedih ya mbak rasanya kehilangan sahabat. Saya juga pernah kehilangan sahabat, gara-gara sahabat saya itu udah bohongin saya. Padahal dulu pas masih kuliah kami deket banget, kemana-mana runtang runtung bareng.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...