Wednesday, February 24, 2016

Enaknya Kuliah Dimana: Tentang Perguruan Tinggi Swasta

Pic from here.

Jaman saya mau daftar kuliah (S1) dulu, saya hampir terlalu excited untuk masuk Universitas Airlangga (Unair) Jurusan Ilmu Komunikasi. Secara umum, sahabat-sahabat saya juga mendaftar di Unair, jadi harapan saya untuk bisa bersama dengan mereka terus, mengalahkan hal-hal yang lain. Pada saat yang sama, saya mendapat rekomendasi dari guru bahasa Inggris native speaker saya untuk kuliah di sebuah universitas swasta di Surabaya for free. Empat tahun, FREE. Gile. Kebetulan universitas itu baru akan buka pada angkatan saya, kelasnya berbahasa Inggris, kurikulumnya luar negeri, dan 90% dosennya orang asing. Saya ngiler, tapi ayah saya mendatangi kantor universitas tersebut, dan menolak permintaan saya. “Ayah masih bisa bayar kuliah mbak, udah (kuliah di) negeri aja.” Saya cuma bisa manyun.

Sepuluh tahun kemudian, teman saya yang kuliah di universitas tersebut, saat ini bekerja di Kepulauan Karibia. Belum lagi, setelah lulus S1, dese dapat networking untuk melanjutkan S2 di bidang pastry di Switzerland. Oya, jangan tanya nama universitasnya apa, saya lupa. Terakhir kali saya lewat bangunan yang waktu itu saya datangi dengan ayah saya, bangunannya sudah tidak berfungsi sebagai universitas lagi. So where are they going? I don't know.

Pada masa itu, saya pertama kali mendengar kata 'eligible university'. Jadi kebanyakan lowongan kerja mensyaratkan lulusan dari universitas yang cukup reputable. Nah, kata ini masih sangat sering diterjemahkan jadi 'universitas negeri'. Tapi apa iya sih kuliah di universitas negeri selalu jadi pilihan utama? Let's see.

Generasi saya memiliki anggapan bahwa universitas negeri identik dengan biaya pendidikan yang terjangkau dan mendapatkan prioritas pemerintah dalam hal pengembangan, kurikulum, tenaga pengajar, dan lain-lain. Apalagi beberapa universitas negeri di Indonesia gengsinya gede banget. Semakin sulit masuknya, semakin membanggakan pula.

Ketika saya lulus S1 dan bekerja, saya mulai merasakan sedikit ketimpangan antara saya yang lulusan negeri dengan teman-teman lulusan swasta. Mungkin saya harus menegaskan kalau semuanya kembali ke pribadi masing-masing, tapi ini ada contoh-contoh kasus ya. Jangan dipikir saya akan membandingkan dengan universitas swasta yang abal-abal. Manajer saya lulusan Universitas Kristen Petra Surabaya, pasti pernah dengar dong? Saya juga punya kenalan yang alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Menurut saya, mereka lebih kreatif dan inovatif. Mereka lebih 'siap kerja', dan konon di kampus mereka, nilai bagus ga gampang didapatkan. Biasanya mindset dan jiwa mereka lebih 'entrepreneur', dan dari segi apapun, mereka lebih skillful.

Kemudian saya mengamati beberapa kampus swasta, dan saya mendapat kesimpulan pertama. Justru karena posisi mereka yang masih sering dipandang sebelah mata, mereka lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas. Rata-rata universitas negeri kan ga butuh promosi, sedangkan jika universitas swasta ga melakukan promosi habis-habisan, mereka ga akan dikenal.

Selain itu, karena universitas swasta sadar betul bahwa mahasiswa adalah aset, mereka dilayani sebaik mungkin. Teman kuliah S2 yang juga alumni Atma Jaya pernah bilang bahwa selama kuliah, jadwal UTS atau UAS selalu pasti, dan dapat diketahui pada awal semester. Kantor internasional universitas swasta juga getol bikin kerja sama dengan universitas di luar negeri untuk membangun networking mahasiswanya. Tujuan dari pelayanan ini ya, supaya para mahasiswa mendorong adik-adik mereka untuk melanjutkan jejak mereka di universitas tersebut.

Beda sama universitas negeri yang - Allahu Akbar - ngurus apa-apa itu susahnya bukan maen. Terus ga terhitung lagi saya dengar cerita tentang dosen-dosen universitas negeri yang waktunya diregenerasi tapi terhalang birokrasi dari pusat.

Saya bukannya mau menjelek-jelekkan universitas negeri ya, secara saya sendiri masih kuliah di universitas negeri. Saya hanya ingin memberikan wawasan kalau kuliah di universitas swasta ga sejelek itu. Bahkan kalau sister khawatir akan tingginya biaya, universitas negeri sekarang juga banyak yang muuuahal pwol. SPP adik saya yang S1 di Universitas Brawijaya hampir sama dengan SPP saya yang S2. Makanya saya ketar-ketir karena akan ada 2 (!!) adik lagi yang masuk universitas tahun ajaran depan.

Ragu-ragu tentang image universitas di mata perusahaan yang ingin sister lamar suatu hari nanti? Well maybe it's another problem. Tapi kembali lagi keatas, kalau sister memutuskan untuk kuliah di universitas swasta, jangan kuliah di universitas 'ga jelas'. Sebisa mungkin tetap kuliah di universitas swasta yang sudah terpercaya.

Seandainya saja saya boleh memilih saat itu, mungkin saya akan mempertimbangkan kuliah di universitas 'yang tidak terkenal' itu. Saya juga pernah berandai-andai kalau bisa kuliah di Universitas Ciputra Surabaya atau Universitas Ma Chung Malang, kayaknya seru. Sayangnya kedua universitas itu dari sejak awal tidak ada di daftar saya karena tidak punya jurusan Ilmu Komunikasi.

So, untuk merangkum how to choose a private university, here are some tips for you:
1. Lihat akreditasi universitas dan jurusan. Kadang bisa berbeda lho, karena jurusan kan didaftarkan sesuai tahun pembukaan, sedangkan mungkin universitasnya sudah berdiri sejak lama. Hal ini tidak terlalu krusial tapi bisa membangun image dan reputasi mahasiswanya.
2. Jika memungkinkan, perhatikan daftar mata kuliah yang mereka tawarkan, atau setidaknya kurikulum yang mereka gunakan. Apakah lebih cenderung pada praktik kerja, atau teoritis? Kalau untuk S2, pilihan peminatan atau mata kuliah dapat dilihat di brosur, tapi mungkin untuk S1 hal ini bisa ditanyakan ke bagian informasi.
3. Bagaimana dengan dosen-dosennya? Dari latar belakang dosen bisa dilihat juga kecenderungan kurikulum universitasnya. Sebagai contoh, bos saya dulu (kayaknya) bukan lulusan S2 tapi bisa mengajar mata kuliah yang dasarnya creative works sesuai dengan pengalaman kerja beliau.
4. Apakah universitas ini memiliki networking yang mumpuni? Ga cuma dengan universitas di luar negeri, tapi bisa juga instansi atau institusi yang memberikan peluang pekerjaan bagi mahasiswanya.

Kesannya sedikit ribet ya, kecuali universitas ini sudah mentereng abis, tapi namanya memilih universitas itu hampir sama dengan memilih pacar (…). Bisa jadi pilihan ini memberikan pengaruh yang sangat besar pada kehidupan selanjutnya (dunia kerja maksudnya, bukan kehidupan sesudah mati, hehe), dan hampir semua orang tua pasti berharap sister akan bertahan untuk menyelesaikan kuliah di satu universitas saja sampai lulus. Nah, kalau sekarang sister sudah sedikit tercerahkan tentang kuliah dimana, next post saya akan membahas tentang kuliah apa. Stay tune ya! ;)

Salam mahasiswa,
Prima

Thursday, February 18, 2016

Membuat Paspor di Kantor Imigrasi Malang

Alhamdulillah, paspor baru saya sudah di tangan ayah. Lho kok? Iya, soalnya waktu itu saya ga sempat ambil, jadi saya percayakan paspor saya diambilkan oleh ayah. Cuma ada sedikit masalah nih. Berhubung saya kadang melakukan perjalanan spontan, sekarang agak-agak repot karena beliau pasti tanya-tanya saya mau kemana, sama siapa, berbuat apa. Yolandaaa #eaaa

Sembari saya merencanakan bagaimana meminta paspor saya ke ayah saya (karena saya sedang menulis tesis dan tidak berpenghasilan tetap, beliau bakal tanya juga, “hah kamu mau ke luar negeri dapet duit dari mana?” Haha); saya ingin menceritakan proses pembuatan paspor yang saya jalani kemarin.

FYI, ini adalah paspor ketiga saya. ENGGA, SAYA GA SETAJIR ITU KOK. FYI kedua, paspor pertama saya cuma saya pakai satu kali saja, tapi itupun langsung tiga negara *ditiban pesawat karena congkak* Soalnya nih, paspor Indonesia cuma berlaku 5 (lima) tahun saja. Jadi, dengan frekuensi pergi keluar negeri yang cuma sekali setahun, pastinya bukunya ga akan penuh. Kecuali kalau saya travel blogger macem mas Ariev Rahman, atau fashion blogger macem Anastasia Siantar, atau desainer sekaliber Dian Pelangi; ya lain ceritanya. 
Tampak depan Kantor Imigrasi Malang. Pic from here.

Balik ke paspor saya. Kali ini saya memutuskan untuk bikin di Kantor Imigrasi Malang seperti paspor kedua dahulu. Selain karena saya ga punya banyak waktu saat liburan di Surabaya, ternyata saya punya teman dan saudara yang bekerja di Kantor Imigrasi Malang. Sekalian silaturrahim gitu maksudnya, hehehe. Setelah saya perhatikan, kedua kantor imigrasi di Surabaya memang kurang strategis lokasinya. Jauuuh banget dari rumah saya. Sedangkan kantor imigrasi di Malang masih bisa dijangkau dengan angkutan umum (letaknya dekat dengan terminal Arjosari) dan bahkan bisa jalan kaki dari rumah sakit tempat saya menunggui bude saya.

Saya juga mencoba membuat paspor secara online. Yang ada di bayangan saya sih, semuanya akan lebih cepat. Kalau dulu, saya harus ke kantor imigrasi tiga kali, dan kesemuanya harus pagi-pagi buta; saya pikir kali ini ga akan begitu. Ternyata, saya malah ngalamin bolak-balik karena saya ga punya printer di rumah. Tahapannya begini:

1. Melakukan proses pendaftaran disini 
2. Nge-print 'Bukti Pengantar ke Bank'
3. Melakukan pembayaran di BNI
4. Melakukan proses konfirmasi kedatangan lewat website, sebagaimana dipandu lewat email (dan ini beberapa kali gagal, kayaknya server-nya lagi down)
5. Nge-print 'Tanda Terima Permohonan', beserta 'Formulir Surat Perjalanan Republik Indonesia'-nya
6. Mendatangi kantor imigrasi untuk foto
7. Mengambil paspor, antara 3-4 hari sesudah foto

Iya sih, untuk pendaftar online ada antrian tersendiri, tapi rasanya sih ga terlalu jauh berbeda. Tapi yang pasti, sister harus bolak-balik nge-print. Berdasarkan pengalaman saya, BNI dan kantor imigrasi ga akan memproses aplikasi kita kalau hanya menunjukkan surat itu di handphone, harus ada bukti cetak

Disamping itu, yang berbeda kali ini, saya ga pakai akte kelahiran, tapi pakai ijazah S1. Tadinya saya sempat deg-degan karena waktu googling ada yang bilang ijazah S1 ga bisa dipakai karena tidak ada nama orang tua, tapi mungkin karena saya sudah pernah punya paspor jadi diloloskan. Kenapa saya ga pakai akte kelahiran? Soalnya akte saya ada di Surabaya sih, hihi. Buat sister yang mau aman, mending pakai akte kelahiran; dan buat yang sudah menikah, ada baiknya buku nikah juga dibawa – meski ga wajib kalau Kartu Keluarga dan KTP sister sudah di-update.

Biaya yang saya bayarkan adalah Rp. 360.000, sedangkan saya kurang tahu untuk paspor yang biasa. Oya, make sure kita bikin yang 48 halaman ya, soalnya yang 24 halaman hanya untuk tenaga kerja Indonesia. Waktu itu saya sempat dongkol ketika salah satu petugas kantor imigrasi bilang, “ya bikin yang 48 halaman mbak, jangan yang 24 (halaman), itu kan buat TKW. Mbak TKW?” Saya jawab aja, “wah kalaupun saya bukan TKW, saya kan wanita Pak. Lagi juga kenapa kalau TKW?” Sebenernya pingin saya lanjutin, 'halah Paaak, Bapak juga banyak duit karena kita punya banyak TKW yang bikin paspor', untung saya lagi kalem hari itu. Lol.

Satu yang bikin saya sedikit kaget, ternyata hampir semua orang yang datang dan mau memproses pembuatan paspor, harus memeriksakan berkas-berkasnya di ruang informasi. Saya bilang hampir karena saya ga tahu apa semua orang melewati proses itu, cuma sepertinya sih harus karena dengan demikian kita bisa dapat map untuk berkas-berkas kita [maap maap informasinya kurang jelas]. Sebagaimana yang dijelaskan oleh teman saya, proses pengecekan berkas adalah untuk menghindari adanya orang-orang yang sudah mengantri lama untuk pengajuan paspor, ternyata tidak membawa berkas-berkas yang dibutuhkan. Dan memang ada buuuanyak orang yang ga membawa berkas karena ga paham; meski ada juga yang setelah dijelaskan tetap ngeyel pingin bikin paspor hari itu juga. Saya ga tahu saya berharap ada petugas yang lebih sabar atau lebih tegas untuk menghadapi orang-orang seperti mereka, hmmm. Saya juga sempat agak bingung karena saya harus mengisi ulang formulir pengajuan paspor, padahal saya membawa print-an formulir pengajuan online. Kata teman saya, saya ga seharusnya mengisi formulir lagi kok, mungkin petugasnya lelah, hvft.

Tapi yang jelas, saya senang mengurus paspor di Kantor Imigrasi Malang. Petugasnya helpful (lebih tepatnya teman saya..... lol) dan tempatnya nyaman (sayang lahan parkirnya terbatas – tapi ini juga terjadi di Surabaya sih). Kemarin waktu saya kesana, toiletnya sedang direnovasi. Tapi saya yakin sebentar lagi akan jadi lebih bagus. So, kalau saya nanti bikin paspor lagi lima tahun dari sekarang, I'll definitely be back to this office (sambil berharap saat itu sudah ada one day service :)).

For the love of traveling,
Prima

Wednesday, February 17, 2016

NOT a Book Review: a Tale of Crestfallen - FloLady Ochie

 
 
 
 

Eh? How come it's not a book review, Prima? Because the book is too good to be reviewed!

Gak kerasa udah dua kali saya kerja bareng Kak Ochie, dan kedua kalinya selalu unforgettable. Kak Ochie buat saya adalah seseorang yang unik - sangat terbuka DAN misterius sekaligus. But most important thing is, she is a very inspiring person. Tidak hanya dipercaya Ubud Writers & Readers Festival sebagai Volunteers Coordinator a.k.a 'emaknya anak-anak' sejak tahun 2010; tapi Kak Ochie sendiri juga punya sekolah bahasa Indonesia bernama Cinta Bahasa di Ubud, Bali. 

Surely she is a writer herself. Dan ketika Kak Ochie bikin buku, ga tanggung-tanggung, bukunya sangat menghibur - ga cuma rasa tapi juga mata #gimanatuh Coba aja intip foto-foto diatas. Keren banget kan? Bukunya pun dibuat dengan kertas khusus, hampir menyerupai kertas daur ulang. 

Terus isi bukunya sendiri gimana? Kalau kata Kak Ochie di pembukaannya, "this is neither a poetry book nor a beautiful collection of rhymes." TAPI bukunya sangat 'kaya' lho. Saya banyak belajar tentang kehidupan dari baris-baris kalimatnya. Tentang menjadi perempuan - yang bangkit dari semua pedih yang teralami. Tentang menjadi sahabat. Tentang mencintai dan patah hati. 

Dibawah ini beberapa kalimat yang saya sukai:

"What keeps her happy might hurt her so deeply."

"After a while, some people could only care about winning the battle, they just forgot what they were fighting for,"

"Sxiinner replied to her, "Your pain doesn't stay in the place you left it. It goes with you.""

"You're telling me nothing can beat you, but I wonder why you keep yourself so busy." 

"But she has made her choice. it's not absolute yet it's subtle. This is her current road. To dress up her every pain. It might not be pretty, but she has wrapped herself, tightly inside the flowery sins. Her only comfort."

Penasaran kan, tentang cerita-nya Crestfallen? So why don't you contact Kak Ochie yourself to ask more about the book? ;)

Lots of love,
Prima

Monday, February 15, 2016

Syariah Fest 2016: 'Little' Things That Matter

Alhamdulillah, dengan rahmat Allah dan jerih payah manteman panitia tercinta (saya mah bisanya cuma nyuruh-nyuruh doang, haha), Syariah Fest 2016 syudah syelesyaaai~

Secara umum, saya sangat mendukung konsep event yang bertema “Back to Masjid, Ekonomi Bangkit” ini. Tentu kita tahu bahwa pada zaman Rasulullah, masjid merupakan pusat peradaban ummat. Sementara saat ini, sepertinya kita berlomba-lomba mempercantik masjid tetapi tidak meramaikannya. So, the idea was brilliant, although the execution has to be improved here and there.

Sementara saya sudah membahas event-nya di beberapa pos sebelumnya, kali ini saya akan share cerita yang saya dapat dari kepanitiaan itu sendiri. Seperti yang sister bisa perkirakan, kebanyakan anggota tim berasal dari anak gaul masjid, huehehehe. Mungkin saya adalah satu-satunya perempuan yang mengenakan celana panjang -_-

Bagusnya, saya jadi belajar banyak dari teman-teman baru saya yang sholeh/sholehah ini. Membersamai mereka selama kurang-lebih enam hari mengingatkan saya akan hal-hal kecil sebagai seorang muslim/muslimah. Ngaku deh, hal-hal ini pasti sering terlupakan (atau mungkin saya aja yak? Hiks). Apa sajakah itu? Ini dia:

1. Makan dan Minum sambil Duduk

Selama event, kami sering makan dan minum on the move karena sambil mengerjakan sesuatu. Tapi teman-teman kepanitiaan sangat getol mengingatkan saya untuk duduk, terus saya cuek aja gitu.
Masalahnya sudah jadi kebiasaan saya bahwa hampir setiap pagi saya minum air putih sambil berdiri (karena minumnya di dapur, dan males jalan ke ruang makan). Not something that I am proud of, but yeah I have to change it :( Makanya sekarang saya menyiapkan air minum di dekat tempat tidur, jadi ketika bangun tidur, ga perlu repot-repot ke dapur dulu dan bisa minum sambil duduk.

2. Mengucapkan Salam

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, punya makna yang bagus banget. Kita mendoakan keselamatan untuk saudara/i kita lho. Makanya seharusnya semua muslim berlomba-lomba mengucapkan dan menjawab salam.

3. Berdzikir dan bertasbih
Kalau lagi ada masalah, pasti teman-teman mengingatkan untuk banyak-banyak ber-istighfar. Kalau ada yang bawain makanan, semuanya mengucap Alhamdulillah. Ketika kaget karena pesawat pembicara dialihkan ke Surabaya gara-gara cuaca buruk (haha), kita rame-rame mengucap Subhanallah. Pokoknya setiap saat mengingat Allah deh. Ucapan yang jauh lebih enak didengar daripada 'astaga', 'ya ampun', dan tentu saja umpatan.

4. Sholat Tepat Waktu
Ya eyalah, namanya juga event di masjid, kita menggunakan waktu sholat sebagai patokan. Adzan berkumandang, teman-teman berbondong-bondong ke masjid. Kalaupun harus bergantian karena sedang ganti pos atau bertugas, tetap bisa mengejar waktu sholat yang baru berselang beberapa menit dari jamaah pertama. Idealnya memang begitu ya, bukannya malah mengorbankan sholat untuk dapat berpartisipasi dalam sebuah kegiatan *ngomong sambil bercermin*

5. Mengenakan Pakaian yang Syar'i

Meski saya bercelana panjang, saya belajar banyak dari ukhti-ukhti berkhimar lebar. Memang betul kita seharusnya mengenakan pakaian yang tidak transparan, tidak membentuk lekuk tubuh, dan khimar yang menutupi dada. Nyatanya, teman-teman saya ga ada yang kesulitan melakukan ragam aktivitas, dan tetap dapat berinteraksi dengan publik sesuai kebutuhan. 

Terasa sedikit 'remeh' engga sih? Tapi biasanya dari yang kecil-kecil inilah keberkahan Allah akan datang. Saya berdoa semoga pelajaran-pelajaran ini akan terus bertahan pada diri saya, dan bisa mengubah pribadi saya menjadi Muslimah yang lebih baik. Amiiin.

Salam Syariah Fest,
Prima

Wednesday, February 10, 2016

Syariah Fest 2016: Renungan Hari Ini

Melanjutkan cerita tentang Syariah Fest 2016, hari Selasa kemarin saya menjadi LO untuk Bu Sally Giovany. Cantik, pengusaha sukses, insyaAllah sholehah, ramah dan baik banget, amazing muslimah deh pokoknya. Saya sempat sedikit kaget ketika latar belakang beliau agak-agak mirip dengan saya, dengan perceraian orang tua yang terjadi ketika beliau berusia 5 tahun; tapi lebih kaget lagi ketika ternyata kami seumuran! Aduh, malunya banget-banget. Beliau sudah menikah hampir sepuluh tahun dan batik Trusmi-nya sudah mendapatkan rekor MURI; sedangkan saya, udahlah jomblo, pekerjaan tetap-pun ga punya.

Hari sebelumnya, saya juga sempat dapat serangan jantung ketika tahu bahwa saya seumuran dengan Ustadzah Floweria, penulis buku Perfect Dreamy Wedding. Di usia yaitu 2x tahun (hayo tebak berapa), beliau sudah menulis beberapa buku, dan kalau tidak salah sudah menikah selama sekitar 4 tahun.

Ingin rasanya saya menggali kuburan sendiri. Selama ini, saya ngapain ajaaa? Sedih, sedih, sedih.

Tapi untunglah Bu Sally memotivasi saya dengan mengatakan, “Mbak, jalan orang beda-beda. Yang pasti rezeki Allah akan selalu ada, dalam bentuk yang lain bagi tiap-tiap orang.”

Saya bukannya tidak sadar bahwa usia semakin senja sementara belum punya kontribusi apa-apa untuk dunia yang saya tinggali ini. Kalau saya selalu bilang ingin mengubah dunia, that's bullsh*t. Menghidupi diri sendiri saja masih sulit untuk dilakukan. Tapi ada juga kalanya saya merasa dengan segala ketidakmampuan saya, ditambah dengan keadaan yang tidak memiliki apa-apa seperti saat ini, saya lebih merasakan kebesaran Allah. Datang jauh-jauh dari Surabaya ke Yogyakarta cuma dengan selembar baju di badan (lebay...) tapi bisa sekolah S2, belum lagi masih bisa jalan-jalan ke Jakarta, Bali, dan sebagainya; itu gimana ceritanya kalau bukan karena kebaikan Allah?

Makanya, betul juga kata Teh Peggy Melati Sukma pada sesi yang sama dengan Bu Sally, “segala yang bisa kita lakukan ini, kalau dipikir dengan logika, kadang ga akan nyampe. Gimana cara dengan jualan buku, khimar, dan gamis (yang dia lakukan sejak berhijrah, fyi) bisa membiayai program dakwah saya yang kemana-mana?”

Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman saya beberapa hari ini, saya akan memberikan dua bahan renungan untuk sister:

1. Jangan pernah membandingkan perjalanan hidup diri sendiri dengan orang lain

Akhir-akhir ini, saya sering bertanya-tanya, kalau saja dulu orang tua saya baik-baik saja dan saya tumbuh di keluarga yang ga perlu mikir 'bisa makan ga ya hari ini?'; apakah saya bisa lebih cepat sukses? Apakah mungkin saya sudah menikah dengan 2 orang anak, punya tempat tinggal tetap, endebre endebre?
Tentu saja saya tidak tahu jawaban pastinya, yang saya bisa asumsikan MUNGKIN fighting spirit dan survival skill saya akan lebih rendah daripada diri saya yang saat ini. MUNGKIN saya akan memandang hidup dengan lebih remeh.
Sejuta kemungkinan, tapi kalau saya boleh membandingkan diri saya, ya hanya dengan diri saya sendiri. Maksudnya, saya yang sekarang dengan saya yang masih umur 18 tahun, apakah saya menjadi pribadi yang lebih baik? Apakah saya lebih dekat dengan Allah atau malah lebih jauh? Apakah saya sudah menjadi orang yang berguna? Pertanyaan-pertanyaan yang untuk menjawabnya tidak perlu melihat kepada orang lain, melainkan hanya perlu memandang ke cermin dan jujur se-jujur-jujur-nya.

2. Selalu ingat untuk menggunakan kekuatan Allah daripada kekuatan diri sendiri
Teh Peggy menceritakan, dengan usaha dan kerja kerasnya, selama masa karirnya yang sudah hampir 21 tahun, beliau sudah pernah melancong ke 14 negara. Tapi, setelah beliau hijrah sekitar 2 tahun yang lalu, jadwal beliau jauuuuuh lebih padat, dan jumlah negara yang dikunjungi akan segera menyamai yang dikumpulkan selama 21 tahun. Keren kan?
Maka dari itu, banyak-banyak mengucap 'laa haula wala quwwata illa billah' agar kita sadar bahwa yang namanya APAPUN yang kita dapat, tidak pernah lepas dari campur tangan-Nya. Hal ini juga untuk menundukkan diri, yang seringnya kemudian lupa dan berpikir bahwa semua yang dimiliki adalah hasil dari pekerjaannya sendiri.
Terus apa jadinya ikhtiar ga boleh? Ya tetap boleh, harus malah. Tapi akan berbeda ketika semuanya dikerjakan tidak atas dasar tawakkal. Dengan keikhlasan, semuanya akan terasa lebih ringan, tak peduli gimana hasil akhirnya. Dan tentu saja, dengan ridho Allah, kita akan merasa cukup dan tidak kekurangan dalam hidup ini.

Sebenarnya masih banyak lagi bahan renungan yang saya dapatkan. Tapi supaya lebih greget, sister harus datang ke Syariah Fest 2016 di Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. HARI INI, akan ada Bedah Buku Ayat-Ayat Cinta 2 bersama Habiburrahman El Shirazy jam13.00, dan Bedah Buku Sedekah Super Story bersama Muhammad Assad dan Saptuari Sugiharto pada jam15.30. Be there, so that we can learn together :)

Salam,
Prima

Monday, February 8, 2016

Syariah Fest 2016: Prediksi Tren Fashion Muslimah 2016

Ngomongin tentang fashion ga akan ada habisnya, terutama untuk kita, ciwi-ciwi kece masa kini. Fashion untuk Muslimah juga selalu jadi bahan diskusi yang menarik. Nah, kali ini, saya melaporkan dari event Syariah Fest 2016 (cieh, gayanya udah bak presenter tipi nasional aja), kalau setidaknya ada tiga tren fashion yang di-prediksi akan jadi cetar membahana di tahun ini. Apa saja? Here we go:

1. Floral/shabby chic
Kebetulan saya dari sononya memang suka sama yang imut-imut begini, dan kalau sholat pakai mukenah motif bunga-bunga, pandangan pun adem kan ya. Di Syariah Fest ada beberapa stand yang menjual produk fashion bertemakan floral, dari mulai atasan, bawahan, dress, mukenah, dan pouch. Apalagi begitu mereka bilang ada diskon, wah jadi pingin beli semua!

Koleksi Humayrah Store
Koleksi Humayrah Store

Koleksi Detska Laska
Koleksi Detska Laska
 
Koleksi Detska Laska
Koleksi Detska Laska
 
2. Monochrome

“Silakan mbak, baju garis-garis hitam-putih-nya.” Panjang banget yak, promosinya. Tapi memang motif ini sepertinya awet, hampir semua orang dengan bentuk tubuh dan warna kulit apapun cocok mengenakannya, dan lagi tren banget. Saya aja ketemu orang yang pakai baju hampir mirip dengan baju saya, haha. *toss

*yah, kalian tahu sendiri lah seperti apa motif monochrome yang lagi nge-tren. Langsung aja ke Syariah Fest 2016 untuk cuci mata (dan belanja!) ;)
 

3. Hijab Syar'i
Hijab syar'i dengan kriteria bahan yang tidak transparan, dan ukuran yang cukup lebar untuk menyamarkan bentuk tubuh, juga makin digemari lho. Alhamdulillah-nya sekarang semakin banyak pilihan warna dan motif; bahannya pun juga semakin nyaman.   


Booth Shofiyya Collection (foto dari Facebook)
Booth Shofiyya Collection (foto dari Facebook)
 
Nah, biar ga repot belanja online, langsung saja datang ke Syariah Fest 2016 di Masjid Kampus UGM. Keuntungannya, sister bisa memastikan sendiri keadaan produk dan tanya-tanya ke pembelinya kalau ada diskon (penting! #tetep). Oya, masih tentang fashion muslimah, catat agenda dibawah ini untuk sister hadiri BESOK, Selasa 9 Februari 2016. Ibu Sally Giovani, pendiri Batik Trusmi dan istri dari Ibnu Riyanto, penulis buku Muslim Muda Miliarder, akan sharing tentang bagaimana fashion membawanya menjadi miliarder, tentunya dengan tetap berpegang teguh pada hukum-hukum Allah. Wuih, ngiler banget kan. Makanya, kita ketemu besok disini ya sister ;)


Salam,
Prima

Syariah Fest 2016: Tentang Bakat (dan Minat) Anak

Dulu, waktu saya TK, saya suka heran kalau ada lomba menggambar dan mewarnai, terus semua murid disuruh ikutan. Kalau teman-teman saya excited, saya malah kzl. Saya ga suka banget sama kegiatan ini, dan tentu saja berkali-kali gagal menang. Soalnya nih, sementara hasil karya beberapa anak bisa memunculkan decak kagum para panitia (dan juri), punya saya dilihat aja engga.

Ketika saya masuk SD, seperti anak-anak lain, saya dibelikan mama satu set crayon lengkap yang buagus (dan mahal). Tapi tau ga sih, setiap ada pelajaran menggambar dan mewarnai, yang memakai crayon itu adalah teman-teman sekelas. Karena saya ga pernah ngebawa pulang karya saya, lama-lama mama paham saya ga bakat di bidang ini dan menyerah. So that was the only crayon I ever have in my life.

Tapi, saya boleh sedikit berbangga diri. Untuk hal membaca dan menulis, ga ada yang bisa mengalahkan saya #cieh Kelas 1 SD saya udah punya diary lho. Kelas 3 saya udah perform puisi di acara ulang tahun sekolah, dan setahun berikutnya udah keliling Indonesia Jawa untuk ikut lomba menulis. I have been loving to write since then, ga pernah sekalipun ngeluh meski harus berlatih dan bangun subuh untuk ngejar kereta atau pesawat, dan alhamdulillah, beberapa kali menang.

Mulai tanggal 6 Februari kemarin, sampai tanggal 11, saya sedang menjadi panitia di Syariah Fest 2016 yang diselenggarakan di Masjid Kampus UGM. Acaranya beragam, ada talkshow ekonomi syariah, workshop halal MUI, bedah buku tentang pernikahan dan bisnis, tabligh akbar, dan masih banyak lagi. Salah satu acara yang menarik banyak peserta kemarin Minggu, 7 Februari, adalah lomba menggambar dan mewarnai. Halaman masjid kampus sebelah utara penuh sesak dengan anak-anak usia TK dan SD. Sama juga seperti jaman saya kecil dulu, ada beberapa anak yang bikin kami – panitia – ndower saking kerennya; dan ada yang langsung dimasukin ke amplop/plastik untuk kemudian dinilai oleh juri.

So then I realize something: setiap anak punya potensinya masing-masing. Ada yang bakat, dan kebetulan juga minat; ada yang bakat, tapi ga minat; ada yang minat, tapi sayang sekali kurang berbakat (di bidang yang dia minati); dan terakhir, ada yang tidak berbakat, apalagi berminat – seperti kasus saya.

Tips-nya, jadi orang tua ya kudu sabar seperti mama saya. Dari les menari, lomba merangkai bunga, kelas modeling, privat piano, klub berenang; semua dicobain untuk tahu apa yang saya suka. Alhamdulillah, mama saya mampu untuk membiayai dan menyediakan fasilitas. Tapi mungkin kalau kurang anggaran, ya baiknya ditanya aja langsung ke anaknya, apa yang sebenarnya dia mau (dan mampu). Also make sure that he/she is the one who wants it, bukan karena terpengaruh teman-temannya. Contohnya nih, waktu saya kelas 1-2 SD, saya punya teman yang suaranya menggetarkan jiwa, tapi karena sahabat dekatnya jago menggambar, dia lebih sering terlihat di lomba-lomba menggambar. Untungnya dia (dan orangtuanya) segera menyadari bakatnya. Di suatu acara sekolah, dia memberanikan diri untuk menyanyi, dan sejak saat itu sampai lulus, dia officially jadi penyanyi sekolah.

But anyway, no matter what talent or interest your kids have, the most important thing is one: dia menjadi anak sholeh/sholehah. Ga penting anak menang lomba menggambar/mewarnai dimana-mana, tapi ngaji iqra' aja ga bisa. Ga penting anak pinter matematika sampai udah bisa nyiptain rumus sendiri (…), tapi sholat masih bolong-bolong. Iya sih, anak-anak punya waktu sampai umur 9 tahun (untuk selanjutnya boleh dipukul jika melewatkan sholat), tapi bukankah akan lebih menenangkan kalau dari sejak masuk TK dia sudah mengenal Allah dan kewajibannya sebagai hamba; lalu masuk SD sudah mengetahui adab pergaulan dan mulai menutup aurat. Ingat, anak-anak sholeh/sholehah adalah investasi jangka panjang – karena merekalah yang bisa meringankan langkah kita memasuki surga-Nya. Masya Allah, bahagianyaaa, saya juga mau punya anak sholeh/sholehah #tapicaripendampingdulu

So, ngomongin tentang anak sholeh/sholehah, udah pas banget kalau sister mampir dan belanja di Syariah Fest 2016. Ada dua stand yang harus sister kunjungi nih:

1. Afra Kids
Disini sister bisa membeli kaos dan peralatan sekolah bertuliskan jargon agar anak-anak (dan siapapun yang melihat) lebih mengingat Allah. Beberapa contoh tulisannya seperti, “Let's Sholat”, “Doa Before You Eat”, dan “Start Your Day with Bismillah.” Desain kartunnya lucu-lucu, warnanya soft, dan yang terpenting bahannya bagus, untuk kaos 100% katun combed 24s. Kebayang anak-anak pasti heboh milih sendiri dan bangga mengenakannya. Cek dulu Instagram Afra Kids disini.
 
 

2. Adzkiya Media Anak Cerdas
Anak/adik/sepupu/keponakan/cucu (#eh) sister keranjingan menonton TV? Tenang dulu, alihkan saja perhatiannya dengan menonton VCD cerita-cerita Islami yang sudah dirangkum oleh Adzkiya Media Anak Cerdas. Ada kisah Nabi-nabi dan Ensiklopedi Anak Muslim, dimana anak-anak bisa mempelajari dari mulai shalat sampai akhlaqul karimah. Tapi, sister tetap harus mendampingi mereka ya. Sambil menyelam minum air, sister juga bisa mengingat-ingat kembali dan siap-siap kalau ditanyai oleh mereka, hihi.

Selain dua stand diatas, masih banyak stand lainnya seperti stand toko buku, produk herbal (insyaAllah 100% halal), dan pastinya fashion – iya saya tahu sister pasti sudah nungguin yang satu ini. Syariah Fest ada di bagian utara Masjid Kampus UGM (sebelah selatan Fakultas Psikologi, bisa masuk dari Bunderan UGM), dan kami buka dari jam08.00-21.00 sampai hari Kamis, 11 Februari 2016. Jangan lupa juga hadiri sesi talkshow dan workshop, seperti yang satu ini, HARI INI. Penasaran dong dengan temanya? Langsung cuss deh, see ya there!




Salam,
Prima

Friday, February 5, 2016

When I Met My Mom's Husband Candidate

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
In life, you don't always get an answer for all questions. 
But still, trust Him.
He knows what you have been through, and no way He wants to see you in pain forever. 

Thursday, February 4, 2016

Panduan Berwisata ke Batu (Bagian Dua)

 
 
 
 
 
 
 

Baca dulu dong, biar nyambung ;)

Sampai sekarang, saya masih ngerasa agak-agak 'lho kok bisa ya cepet gitu?' Padahal percayalah, saya menikmati setiap tempat dengan tenang. Memang sih saya ga nyobain semua atraksi atau wahana yang tersedia, apalagi saya juga ga begitu suka main. Tapi saya juga ga jalan cepet-cepet gitu, normal dan wajar layaknya wisatawan yang sedang berlibur deh pokoknya. Dari pengalaman saya, ada beberapa hal yang perlu sister perhatikan:

1. Museum Tubuh IS worth to visit
Meski saya datang di hari kerja, ternyata cukup banyak rombongan yang kesana, kebanyakan dari sekolah kesehatan. Mbak-mbak/mas-mas guide-nya pinter dan ramah; terus tempatnya cocok banget untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan rasa sayang sama tubuh sendiri. Hayuk ah prim, lebih rajin lagi untuk jaga kesehatan. Oya, sebenarnya alat peraganya banyak yang kelihatan 'murah', tapi karena pengelolanya sudah terpercaya, jadi keadaannya bersih dan lumayan lengkap. Semoga kedepannya lebih atraktif (saya sempat ngobrol sama mbak/mas guide tentang beberapa unit yang terlalu sedikit penjelasannya), dan tetap terjaga kelengkapannya.

2. Batu Secret Zoo (BSZ) vs Eco Green Park (EGP)
Sebelum kemarin itu, saya terakhir mengunjungi BSZ pada tahun 2011, dan EGP pada tahun 2013. Pertimbangan saya mengunjungi BSZ instead of EGP karena ya saya pingin lihat binatang. Menurut saya, BSZ dua kali lebih besar dan lebih menarik daripada EGP, tapi mungkin EGP juga akan menghibur untuk anak-anak dan remaja; atau buat sister yang suka foto-foto. Tips: kunjungi salah satu saja dalam satu hari, terutama karena tiket BSZ termasuk tiket Museum Satwa. Mau dua-duanya? Siap-siap bayar e-bike deh.....

3. Harga Makanan dan Minuman di BSZ
BSZ punya kolam renang yang lumayan gede dan bagus (tapi buat anak-anak sih..), jadi mungkin karena itu, banyak juga orang tua yang berusaha menyelundupkan rantang. Big no no lho ya! saya sendiri cuma bawa minum, dan memutuskan makan siang di dalam BSZ. Baksonya enak kok, standar lah, Rp. 15.000, plus air mineral 600 ml seharga Rp. 5.000. Saya juga sempat beli Milo di booth Milo, harganya Rp. 8.000. Sistem makan di food court BSZ adalah beli kartu, pilih deposit Rp. 50.000 supaya sisa saldonya dikembalikan semua. Selain itu banyak gerai es krim dan pop mie (Rp. 10.000) bertebaran, jadi ga perlu takut kelaparan. Di luar BSZ juga banyak food truck, dan ada CFC.

4. Masukkan Biaya Foto dengan Hewan/Memberi Makan Hewan ke Anggaran
Rata-rata foto bareng hewan (burung rangkong, anak macan, kuda poni, dan lain-lain) berbayar Rp. 5.000/hewan/foto. Tapi pihak BSZ juga memfotokan dengan kamera mereka – yang jelas lebih bagus hasilnya. saya ambil soft copy aja, Rp. 20.000/foto. Lumayan buat kenang-kenangan. Untuk memberi makan hewan, saya melakukannya saat Safari Farm, jadi bisa ngasih makan rusa, kuda, bison (?), dan lain-lain. Dengan Rp. 10.000 dapat satu cup potongan wortel. Oya, tenang saja, hewan-hewan itu ga mengandalkan makanan dari kita saja kok (ya kali...), jadi kalaupun sister ga mau membeli makanannya, ya gapapa juga sih. Tetap seru kok mengikuti Safari Farm (tapi siap-siap antri ya). 

5. Museum Angkut is So Expensive
Kemarin saya bayar Rp. 80.000 untuk tiket masuk weekend, plus bayar Rp. 30.000 untuk kamera digital (only free for phone camera). Memang kalau mau puas, harus sabar ngantri foto di spot-spot yang pasti ramai dengan pengunjung-pengunjung yang lain. Kan museumnya bukan punya sampeyan.. Tapi tetap aja menurut saya segitu itu mahal banget, 'cuma' buat foto-foto doang, haha. Kecuali kalau sister memang passionate banget sama alat transportasi dan sejarahnya. Kata sahabat saya, harga tiket masuknya digunakan untuk perawatan mobil-mobil yang sepertinya sih asli (bukan replika). But still, wisatawan kere protes..... Lol.

6. Ngapain ke Selecta?

Biasanya orang ke Selecta itu berenang (tujuan nomer satu), tapi saya baru ngeh kalau kedalaman kolamnya 3 dan 4 meter. Jadi ya bukan berenang untuk 'lucu-lucuan', dan untuk anak-anak ada kolamnya sendiri. Waktu saya kesana kemarin, kolam anak-anaknya penuh kayak cendol. Terus, di Selecta ada hotel dan restoran – yang biasanya juga rame dengan event-nya orang. Jadi kalau kamu malu berenang dilihatin orang, kamu bisa foto-foto di kebun bunganya (tujuan nomer dua). Sedikit lebih baik daripada kebun amarylis di Jogja karena bunganya lebih banyak dan beragam, tapi kalau weekend juga...yang ada foto sama orang, bukan sama bunga. So, pertimbangkan baik-baik deh kalau mau ke Selecta.

7. Ada Apa di Coban Rondo?
Sebenarnya yang saya tahu dari dulu Coban Rondo itu air terjun, tapi saya udah lama banget ga kesana, sementara kemarin Ifa ga kepingin kesana. Jadi kami cuma ngeliat labirin gara-gara tergoda postingan anak gaul Instagram (...), terus main sama rusa di taman di belakang labirin. Selain itu ada juga ATV, panahan, memetik strawberry, dan wahana permainan anak-anak.

Wah, saya ga nyangka kalau postingan tentang kota Batu 'aja' bisa sepanjang ini. Sesekali menggunakan mindset 'traveler' aka turis ternyata sukses membuat saya melihat sisi lain dari kota yang sehari-harinya sudah terlampau 'biasa' untuk saya. Jadi pingin eksplorasi Surabaya, deh. Maybe next time ;) Semoga postingan ini berguna buat sister yang sedang berencana untuk berlibur ke Batu, and see you at the next #ThePrimTrip post!

Salam My Trip My Adventure (#eaaa),
Prima

*I didn't take pictures on the second day, banyakan difoto sama Ifa mumpung dese ada DSLR #eaaa

Wednesday, February 3, 2016

The Husband(s)

Yang paham geng-nya Hijabers/Hijabi Bloggers/Entrepreneur, pasti juga ngerti kalau mereka bisa jadi role model untuk masalah hubungan suami istri. At least, apa yang nampak dari luar adalah sesuatu yang baik dan bisa banget jadi pelajaran untuk kita.

Apakah itu?

Yup, dukungan suami untuk impian sang istri.

Fitri Aulia-Mulky Aulia, Dian Pelangi-Tito, Suci Utami-Budi hanya sedikit dari beberapa pasangan lain yang membangun kerajaan bisnis bersama-sama. Suami mereka adalah sahabat mereka, partner usaha mereka, pendukung utama mereka.

Kalau mau menambahkan bukti yang sudah saya ketahui dengan mata kepala saya sendiri, tentu saja Siti Juwariyah bersama suami. Ketika kak Siti melakukan talkshow dan fashion show untuk koleksi Kaffah Apparel di acara Hijabee Fest 2014, suaminya turun langsung untuk menjadi fotografernya, mengabadikan setiap gerak-gerik kak Siti yang gesit. Plus, sambil ngudang baby Gazi, demi ketenangan kak Siti.

Setiap pasangan punya pilihannya masing-masing. Tatkala seorang suami berpikir sang istri lebih baik full di rumah, that will be okay. Tapi ketika sang suami mengambil keputusan untuk mendukung impian sang istri, it can be good too. Tahu kenapa? Karena sang istri tidak perlu mencari-cari resource yang mereka butuhkan, terlebih jika sang suami juga ahli di bidangnya. Misalnya: mas Mulky Aulia yang seorang dosen Branding, atau mas Tito yang seorang videografer. Klop.

Maka tidak berlebihan rasanya jika muslimah modern di luar sana mendamba lelaki yang berbesar hati untuk memberi ruang gerak lebih pada istrinya.

Because it takes a real gentleman to be proud of his woman' achievement.

Lots of love,
Prima

Tuesday, February 2, 2016

Doraemon and the Story that Lasts Forever

 
 
 
 
 
 
 

Tahun 2015 lalu, saya berkesempatan menonton Ramayana Theater di Candi Prambanan dua kali. Yang pertama bareng Rotaract saat Asia Pacific Regional Rotaract Conference (APRRC), dan yang kedua bareng Stamford American International School (SAIM) Singapore saat experiential project bersama JUMP! Foundation. Saya ga bakal cerita banyak tentang pagelaran-nya karena kisahnya sendiri masih membingungkan untuk saya – but it is worth to watch though, the dance is really really beautiful. Nah, di kali kedua saya menonton Ramayana Theater, Frank, salah satu fasilitator JUMP! bertanya, apa sih yang membuat cerita seperti Ramayana dikenang sepanjang masa? Bagaimana dengan hidupmu? Apakah dirimu pantas untuk dikenang oleh orang-orang di sekitarmu? Kalau iya, bagus – dan kalau tidak, apa yang harus dilakukan? Kalimat-kalimat itu terus berada di benak saya, dan saya menunggu waktu yang tepat untuk menceritakannya kepada sister.

Hari Jum'at lalu, saya mengunjungi Doraemon Expo bersama sepupu saya, Intan. (tungguin vlognya ya! #tetep). Doraemon Expo ini adalah pameran 100 alat-alat Doraemon – kalau ga salah, (patung) Doraemon-nya juga berjumlah 100 biji, walau saya baru sempat menghitung sampai 60-an. GEMES banget sih, pingin bawa pulang 1 pleaseee.

Kebetulan saya pakai Debit BCA, jadi saya mendapat promo Buy 1 Get 1 Free. Dengan harga Rp. 99.000 (Rp. 90.000 plus PPN 10%), saya dapat tiket yang berlaku untuk dua orang. Ini hanya berlaku untuk weekday ya; kalau weekend promo BCA tetap ada, tapi cuma diskon 20%. Saya merekomendasikan sister datang, kalau: 1) sister punya BCA (dan punya saldo yang cukup di rekeningnya/kartu kredit lagi ga limit.....); 2) datang saat weekday jadi lumayan sepi; 3) sister memang nge-fans abis dengan cerita-cerita Doraemon. Sebenarnya saya pribadi lebih nge-fans dengan Hello Kitty, tapi secara Hello Kitty sendiri komiknya ga booming banget, jadi saya gatau apakah kalau saya datang ke pameran serupa tapi Hello Kitty akan lebih happy. Oya, di Doraemon Expo ada penjualan merchandise asli Doraemon; harganya beragam, dari yang masih bisa terbeli sampai ga logis (ini berlaku untuk bed cover/bedding sheet yang harganya jutaan).

Terus, hubungannya Doraemon dengan perkataan Frank diatas tadi apa?

Saya cukup kaget ketika secara umum, saya banyak memahami kegunaan alat-alat Doraemon yang dipajang pada pameran itu. Beberapa dari alat-alat itu, saya bahkan mengingat dimana atau gimana ceritanya di komik. Entah saya yang memang sangat ter-expose dengan Doraemon (halo kegiatan rutin Minggu pagi saat masih anak-anak), atau memang Fujiko F. Fujio-nya pinter banget untuk bikin sesuatu yang easily memorized.

Saya jadi meng-introspeksi diri sendiri, apa ya, yang orang-orang ingat dari saya? Bagaimana mereka memiliki kesan terhadap seorang Primadita Rahma Ekida? Is it good or bad memories they have with me? Is it fun or sad stories they remember from me? Dan apakah saya masih mampu (dan punya waktu) untuk mengubahnya menjadi lebih positif?

Mungkin menurut sister, ah hal itu ga penting. Kan kita tidak bisa mengontrol pendapat orang terhadap kita. Betul, betul sekali. Jangankan saya yang butiran debu, Doraemon which we are talking about in this post, bisa aja punya haters – atau paling engga, ada orang-orang yang barangkali 'iya, tahu kalau Doraemon exist in this world but so what? I prefer Marvel comics.' Ya gapapa juga, selera orang beda-beda. Tapi maksud saya, kalau kita memang selama ini (berusaha) jadi orang baik, idealnya kebanyakan orang juga berpikir hal demikian. Jika ternyata sejauh ini kebaikan kita diterima dengan interpretasi yang kurang baik, ya itu tadi, kita harus introspeksi diri.

There are some humans who always bring positive energy, dan karena itu kehadiran mereka selalu dinantikan. Sebaliknya, ada juga manusia-manusia yang baru muncul bau-baunya aja, orang-orang udah antipati. Kita pasti punya teman yang masuk kategori pertama atau kedua. Sementara teman kategori pertama nyenengin banget; teman kategori kedua itu bisa-bisa kita sumpahin, 'udah jelek, hidup pula.' Hahaha. So what about us? Find out about it and make a change if needed ;)

For the love of Doraemon,
Prima

*100 Doraemon Secret Gadgets Expo ada di Grand City Surabaya, sampai tanggal 14 Februari 2016.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...