Saturday, November 30, 2013

#MenulisMuharram: The Rocky Road

Kemarin, sebelum saya kirim tulisan ini, saya sempat di-mensyen warning sama Prima, ngingetin kalau giliran saya lagi untuk nulis #MenulisMuharram,, hahahahaha..  Dan temanya sangat menampar. ISTIQOMAH!! Enggak warning banget sih, niatnya ngingetin. Tapi buat saya ini jadi warning, supaya ga lupa kayak yang sebelumnya. Hehehehe.

Kenapa saya bilang tema ini nampar? Karena eh karena, saya juga masih plin-plan kalau udah mengambil suatu keputusan. Coba ya, nulis yang ada deadline aja masih molor, mau ngomongin istiqomah, DOH!

Saya suka jalan-jalan. Travelling open my mind, dan nambah referensi tempat wisata buat saya datangi lagi di masa depan. Bahkan saya sempet kepengen buka travel agent, jadi travel writer yang bisa trip ke luar kota, terus makan-makan, dan juga wisata, bahkan sampai ke luar negeri. Terus, apa hubungannya sama Istiqomah?

Semua manusia punya tujuan dan cita-cita.Entah apapun itu. Disini bukan perkara cita-cita saya atau sister apa, tapi, gimana teguhnya kita buat sampai kesana? Seberapa kuatnya kita untuk terus maju ke arah yang kita mau? Sesiap apa kita sama segala macem godaan yang ada di tengah jalan? Yang paling penting, seberapa kuat niat kita untuk sampe kesana? Karena sebenarnya, istiqomah adalah sebuah komitmen dalam menjalankan satu program untuk menuju satu tujuan. So, how long can you go?

Saya punya rencana sejak bertahun-tahun lalu, bersama *EHEM* ga perlu ditanya. Rencana master ini punya step-step yang harus saya lakukan buat sampai kesana. Masalah kami berdua adalah: seberapa kuat niat kami istiqomah?

Banyak banget rencana yang sudah kami siapkan. Step A harus begini terus kalo udah tercapai, lanjut step B. Lanjut lagi step C – semua demi rencana masa depan yang sudah kami angan-angankan sejak lama banget. Tapi, yang namanya manusia, mau serapi apapun rencananya, pasti ada belok-beloknya. Dan, itu bener-bener kejadian sama kami. Contohnya masalah kerjaan, udah di-planning mau kesini, eh meleset aja loh. Beloklah ke jalan lain. Langsung puter balik? Ya enggaklah, yang namanya manusia lagi nih, kalo ga nyoba ga bakalan tau kan? Sampai mentok kejedug segala macem, buntu, dan akhirnya berhentilah. Ujung-ujungnya? Baliklah ke rencana awal. Terus kalo sekarang diinget-inget lagi itu kok kayak… “Hahahaha, dulu kenapa kita harus muter-muter? Kalo enggak kan udah sampai kesana” – tapi lalu muncul jawaban, “Ya kalo ga gitu, ga ada seninya”. Klise yah?

Gitu deh, yang namanya istiqomah itu banyak godaannya. Mau lurus, tapi ternyata di perjalanan belok ke kanan, kiri, muter-muter sampai akhirnya nemu jalannya. Ah, manusia. Bener loh, seni hidup istiqomah itu waktu kita kejebak di rute yang kita buat sendiri dan diluar rute yang sudah direncanakan sebelumnya, dan akhirnya kembali lagi ke peta semula.

Coba deh, inget-inget, berapa banyak rencana yang udah disusun? Setelah itu, dari rencana itu tadi, berapa banyak yang langsung sampai tujuan? Dari rencana yang tadi, berapa banyak yang “belok”? Kalo udah ketemu, dari rencana yang belok tadi, berapa banyak yang pada akhirnya, bisa kembali ke rencana semula, yang anehnya, justru berhasil? Sudah ketemu?  Jangan kecewa trus nenggak obat pel kalo ternyata banyak ya. Selamat!! Anda menambahkan beberapa lembaran ekstra dalam bab tentang hidup Anda. Hey, experience is the best teacher.

Saya sadar, saya bukan orang yang agama-nya lurus. Wong lima waktu aja masih bolong-bolong. Tapi, lantas itu bukan alasan saya untuk enggak diperbaiki. Yang namanya istiqomah kan komitmen buat sampe ke tujuan, berlaku juga untuk perbaikan ibadah saya. Tapi, disini saya bukan ngomongin soal rapi apa enggak ibadah kita. Saya milih untuk bahas, sejauh apa kita melihat ke-istiqomah-an kita?

Setelah ngelewatin berbagai peristiwa “belok-lurus” dalam rencana saya, akhirnya saya memutuskan : “Kalo Allah langsung mengabulkan rencana kami, entah sampai mana kami bisa bertahan dengan ‘kemudahan’ yang ada. Kalo Allah tidak ngasih belokan, tanjakan, turunan, dan entah apapun itu, kami berdua ga akan paham, seberapa kuatnya keinginan dan niat kami”. Coba direnungkan, apa yang kita bisa pelajari dari segala macem belokan dan tanjakan yang kita harus lewatin sebelum sampai tujuan?

Istiqomah itu sulit, tapi, bukan berarti tidak bisa. Istiqomah itu sulit, tapi, justru itu yang semakin menguatkan niat kita. Istiqomah itu mirip seperti perjalanan ke suatu tempat, yang harus lewat mall dan tempat makan, liat kanan kiri, mampir dan seketika tersadar, kalo ada tempat yang harus kita tuju.

Sertakan Yang Maha Segalanya dalam peta perjalanan hidup kita. Kalaupun harus belok, bukan berarti kita enggak istiqomah. Tapi Ia sedang menunjukkan, ada pemandangan lain, ada suasana lain, ada tempat lain yang harus kita singgahi untuk sampai ke tujuan. Siapa tahu, itulah jalan yang lebih cepat, lebih baik, lebih mudah, dan insyaAllah lebih berkah :)

Yuk, belajar istiqomah!


--

Oleh Vicky (@vickysyalala)

1 comment:

  1. Istiqomah itu memang sulit. Selalu ada aja ujiannya. Tapi nikmati sajalah ujiannya karena ujian itu menunjukan Allah sangat mencintai kita. Ujian juga menunjukan seberapa besar kecintaan kita kepada Allah. Keep istiqomah sister.
    Btw, hobi kita sama loh traveling dan travel writer. Tapi saat ini jadwal traveling aku sudah mulai sedikit karena "money". huhu

    -rizka-

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...