Alkisah, di suatu pagi, seorang perempuan yang sedang dalam
masa pemulihan pasca bed rest akibat infeksi paru, merasa gamang. Haruskah ia
berangkat ke kajian? Ia masih sering sesak napas kalau kelelahan, dan hari ini
tidak ada yang bisa mengantarnya, jadi ia harus berangkat sendiri. Tapi ia juga
sedang gelisah karena beberapa masalah yang muncul belakangan ini. Satu yang ia
yakini, kalau ia duduk diam begitu saja, ia tidak akan mendapatkan apa-apa.
Sedangkan jika ia menghadiri kajian, minimal ia mendapatkan ilmu baru.
Berangkatlah sang perempuan dengan segenap kekuatannya, dan
ia pulang dengan wajah lebih berseri, dan juga hati yang lebih lapang.
Allah memberikan jawaban untuk permasalahan yang ia alami,
lewat kajian tersebut.
---
Ya, itu memang cerita saya.
Saya selalu percaya, saat kita hendak berangkat menimba ilmu
dan ada perasaan malas yang terbersit, itu bisikan setan. Pun hujan gerimis,
cuaca terik, atau tempat kajian yang jauh dari rumah. Merugilah yang
membatalkan niat untuk datang ke kajian agama hanya karena alasan ‘remeh’
seperti itu.
Alhamdulillah, karena selalu menguatkan diri, setiap pulang
pengajian, saya selalu membawa ‘oleh-oleh’. Seolah-olah Allah berkata kepada
saya, “kamu harus datang pengajian itu supaya masalahmu selesai.”
Tapi, bukankah orang-orang yang memelihara silaturrahmi
memang selalu mendapat rahmat-Nya? Dan bukankah pengajian adalah salah satu
cara untuk memelihara silaturrahmi? :)
Demikian, pulang dari pengajiannya Hijabee Surabaya yang
bertajuk, “Muslimah Menjemput Rejeki”, saya makin yakin, ga boleh ragu sama
yang namanya rejeki dari Allah. Pasti akan selalu dilimpahkan buat hamba-Nya
yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya, dan berusaha melalui jalan yang halal.
Ustadz Imron yang memberi tausyiah orangnya lucu, tapi
mungkin kebiasaan ngisi tausyiah untuk audiens laki-laki, becandaannya
agak-agak kurang feminin *kayak apa itu* hehe. Tapi overall yang penting bisa
nangkap maksudnya, dan lumayan cair dengan ketawa dikit-dikit.
Beliau membuka tausyiah dengan ngiming-ngimingi kalau yang
namanya jadi istri itu enak tenaaan. Bayangin aja, keringat yang keluar pas
masak, imbalannya pahala. Berpandangan antara suami-istri, itu juga pahala.
Byuh. Istilahnya kalau single gini, atau laki-laki, jihadnya itu perlu sesuatu
yang besar. Tapi istri, nyuci bajunya suami aja lho berpahala…kalau ikhlas dan
tulus, yes ;)
Nah, dengan adanya keutamaan seperti itu, muslimah tidak
dilarang keluar rumah untuk berkarya; meski tetap ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi, agar yang dikerjakan mendapat berkah dari Allah. Syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut..
1. Niat bekerja semata-mata hanya karena Allah; untuk yang
sudah bersuami, tidak menggunakan alasan ‘menyaingi suami’ sebagai motivasi
untuk memiliki penghasilan sendiri. Apalagi kalau mungkin suami penghasilannya
tidak begitu besar, bersyukur itu pasti jauh lebih baik daripada mencerca, ya
kan.. Kalau ternyata dalam perjalanan nantinya, gaji istri lebih besar daripada
suami, tetap harus menghormati. Jika ingin membeli sesuatu yang tidak
terjangkau oleh gaji suami, misalnya mau ganti gorden di ruang tamu, coba
negosiasi dan tawarkan solusi membelinya secara patungan. Tapi, harus tetap
santun yaaa..
2. Jika telah menikah, bekerja harus atas izin suami. Kalau
masih single (seperti saya #promosi :p), harus atas izin orang tua. Gimana
kalau ternyata keinginan kita berbeda dengan keinginan sang pemberi izin? Ini
pertanyaan saya sih, hehe. Ditimbang saja baik-buruknya, dan bagaimana prospek
kedepannya. Selama kedua pilihan masih berada dalam ranah islami, komunikasikan
dengan baik-baik tentang latar belakang kita memilih pekerjaan A, dan tanyakan
mengapa mereka menyarankan pekerjaan B. Memang sih, ridho Allah bergantung pada
ridho suami dan ridho orang tua, jadi pastikan kita mendapatkan izin mereka
untuk bekerja.
3. Pastikan sesuai dengan perilaku wanita, misalnya
perempuan jadi tukang sapu jalanan, hmmm, sebenarnya kurang cocok. Tapi jika
sangat terpaksa karena desakan ekonomi, mari kita lihat poin-poin selanjutnya.
4. Utamakan pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah. Oya,
sebelum Ustadz Imron memberikan tausyiah, kita sempat mendengar sharing dari
mbak Puput, salah satu anggota komite Hijabee Community. Mbak Puput sudah
pernah mengalami bekerja dari rumah sebagai penerjemah, lalu membuka usaha
online shop dan konveksi (yang akhirnya bangkrut, hiks). Saat ini, mbak Puput
berprofesi sebagai make up artist, jadi jam kerjanya sangat fleksibel. Dengan
bekerja dari rumah, istri tetap bisa memberikan perhatian penuh pada suami dan
anak-anak; dan terhindar dari hal-hal yang menjauhkan dari Allah.
5. Tidak mengganggu tugas utama sebagai istri, yang sudah
dijelaskan sedikit di atas..
6. Mengenakan baju muslimah, yaitu tertutup, berhijab, tidak
ketat – pokoknya sesuai kaidah keislaman. Yup, tentu hal ini untuk menjaga
perempuan itu sendiri, demi aman dan baiknya memang sudah seharusnya kita
memakai baju yang sesuai dengan kodrat kita sebagai muslimah :)
Acara pengajian ditutup dengan doa, foto dan ngemil bersama.
Serunya, di acara ini juga ada garage sale dan sebagian dari keuntungan
penjualan diberikan untuk amal.
Subhanallah, mudah-mudahan apa yang saya dapat hari itu,
juga bisa menjadi pelajaran untuk teman-teman yang membaca ini.. Percayalah,
Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang membersihkan diri. Balasannya,
ya itu.. rejeki berlipat ganda dari sisi-Nya, dan yang paling penting, barokah!
;)
Salam,
Prima
Foto: Facebook Hijabee Surabaya
Yap.. bermanfaat sharingnya.. prima tgl di sby y?
ReplyDeletewaah baru baca niih.. Bagus review pengajiannya ukhti, terima kasiih udah bagi ke temen2 yang lain :)
ReplyDelete