Saturday, November 23, 2013

Waiting Patiently

Kebetulan lagi mikirin perkara jodoh, eeeh ada aja teman di Komunitas Facebook yang memunculkan pertanyaan, “kamu udah ngerasa dewasa dalam sebuah hubungan, atau masih yang 'main-main' gitu?”

PYARRR. *garuk-garuk tembok

Jadi gini, mungkin ada teman yang berpikir saya anti pacaran. Dan respon saya juga akan kontroversial, karena menurut saya pribadi, pacaran itu biasa saja. Ya ga dilarang juga gitu lho. Cumaaa, ada yang perlu dipertimbangkan, terutama nomer satu: tujuan.


Pertama, buat saya, pacaran itu 'cuma' istilah. Artinya gini, kalau ada cewek-cowok deketan mulu, kerjaannya juga kemana-mana berdua, dan kedua-duanya tahu ada perasaan lebih; yang namanya pacar atau bukan itu mah ga penting lagi. Kalaupun ga pernah ketemu juga, cuma kontak via SMS atau instant messenger, tapi nggombal bin lebay, teteeep. Jatuhnya sama kan: berkhalwat.

Kedua, karena saya sekarang sudah agak dewasa (baca: tuwir), saya (merasa) punya gambaran lebih besar dari sebuah hubungan pacaran. Menurut saya, pacaran itu 'boleh' selama sudah jelas mau kemana, sudah ada komitmen dan tanggung jawab, dan itupun juga kedua pihak sama-sama memahami batasannya. Misalnya nih, nikahnya kurang 6 bulan, ya bolehlah disebut pacaran. Kalau kurang tiga tahun lagi, walah sama aja bohong. Ketidakpastian dalam hubungan masih sangat-sangat besar (baca: kemungkinan putus). Jadi mending ga usah pacaran sekalian. Ngapain 'buang waktu' untuk sesuatu yang belum jelas?

Contoh nyata, saya sendiri nih. Saya putus dari pacar terakhir saya tahun 2011. Jujur, meski saya mengarungi bahtera (halah) pacaran sama dese selama 3,5 tahun, pada akhirnya saya ga yakin tuh mau nikah sama dia. Jadi, sebenernya putus itu alhamdulillah juga :p

Terus kok bisa sampai sekarang ga pacaran lagi? I don't know either.

Ada yang bilang saya terlalu sibuk, ada yang bilang saya ga membuka diri, ada yang bilang keduanya #lhah

Tahun ini adalah rekor, dimana sampai sekarang, saya ga pernah sekalipun nge-date, atau diapelin lelaki ke rumah. Agak 'gila' ya bo', saya sendiri juga takzub mengingatnya.

Nah, siapa dong yang kebat-kebit mengetahui hal ini? Tepat sekali, ayah saya.

Iya, saya sudah 25, dan masih pingin macem-macem seperti S2 di luar negeri, jalan-jalan keliling dunia, dan lain-lain. Katakan mau nikah setelah S2, terus saya pinginnya S2 baru tahun 2015 (nunggu tabungan cukup), berarti kira-kira saya nikah tahun 2017...dan umur saya 29.

Masa-masa seperti ini, saya sedikiiit merasa kecewa sama keluarga saya. Hel-lo, nikah itu ga segampang beli shampoo di supermarket. Udah jelas apa aja variannya, cocoknya buat rambut seperti apa juga udah ada. Penjelasan tentang feature-nya dibantu iklan, SPG dan sebagainya. Itu ajaaa masih sering ga cocok. Tapi masih mending juga sih ya, kalau shampoo ga cocok, ada nomer telepon pengaduannya. Lah ini, mana ada begituan buat suami???

Deep down inside my heart, siapa juga sih yang ga pingin nikah?

But I thought at first my dad would be proud of me yang susah-payah menjaga hati dan diri supaya ga jadi cewek yang gampangan juga.
 
ga cuma buat lelaki, buat perempuan juga..
Saya percaya, Allah itu Maha Segalanya. Kalau 'cuma' ngasih jodoh, itu urusan kuecil buat-Nya. Yang ada, Ia tahu yang terbaik untuk kita. So, buat single ladies diluar sana, don't lose hope, dan terus berdoa. Ia tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang berada di jalan-Nya. Yakin, dan yakin ;)

Hugs,
Prima

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...