Hadist ini pertama kali
saya baca di dalam sebuah buku spiritual seorang artis muslimah. Dan merupakan
salah satu hadist yang paling ingin saya sharing.
Abu Hurairah berkata, ‘Aku
mendengar Rasullah Saw. bersabda,
‘Sesungguhnya
orang yang pertama kali disidang pada Hari Kiamat adalah orang yang mati
syahid. Dia akan dihadapkan pada nikmat-nikmatnya dan dia mengenalnya.
(Allah)
berkata, ‘Apa yang engkau lakukan dengan itu semua?’ ‘Aku telah berperang demi
Engkau, hingga aku mati syahid.’ (Allah) berkata, ‘Engkau bohong! Engkau
berperang agar disebut sebagai orang yang pemberani.’ Kemudian orang itu
diseret kedalam api neraka.
Kemudian orang yang belajar ilmu, mengajarkannya,
dan membaca Al-Quran. Dia dihadapkan kepada nikmat-nikmatnya dan dia
mengenalnya. (Allah) berkata ‘Apa yang engkau lakukan dengan semua ini?’ ‘Aku
telah belajar ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al-Quran demi Engkau,’
jawabnya. (Allah) berkata, ‘Engkau bohong! Engkau belajar agar dikatakan
sebagai orang yang pintar dan engkau membaca Al-Quran agar dikatakan sebagai
seorang qari’ (pembaca Al-Quran).’ Kemudian orang itu diseret kedalam api
neraka.
Kemudian orang yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Dia dihadapkan
kepada nikmat-nikmatnya. (Allah) berkata, ‘Apa yang engkau lakukan dengan ini
semua?’ ‘Aku selalu mendermakannya demi Engkau di jalan yang Engkau suka.’
(Allah) berkata, ‘Engkau bohong! Engkau bederma agar dikatakan sebagai seorang
dermawan.’ Kemudian orang itu diseret ke dalam api neraka’ (HR Muslim)
Hadist di atas berbicara
tentang niat. Allah SWT menilai amal perbuatan kita tergantung bagaimana niat kita, apakah ikhlas
lillahita’ala atau karena hal lain yang disebut riya’? Berbicara tentang riya’ , kita harus lebih
berhati-hati. Karena sedikit amal dengan niat yang ikhlas akan membuat kadar
amal tersebut menjadi besar begitu pun sebaliknya besar amal dengan niat tidak
lurus dan tidak ikhlas, amal yang kita perbuat akan sia-sia.
Dengan adanya media sosial
seperti facebook salah satunya, tidak sedikit setiap kegiatan dishare. Dan tidak menutup kemungkinan juga
kita akan tergiur untuk menshare
kegiatan ibadah yang telah atau yang sedang kita dilakukan. Hati-hati dengan
niat kita.
Lalu bagaimana kita harus
bersikap?
Pengalaman pribadi ketika
saya mengetahui hadist ini.
Di setiap niat baik yang saya ingin lakukan di satu kesempatan, saya selalu
merasa khawatir akan niat yang tidak lurus. Sehingga sering kali saya
menundanya. Akibatnya kesempatan untuk melakukan kebaikan pun tertunda-tunda. Karena
hal itu saya merasa tidak ada kepuasan batin dan membuat saya sedikit gelisah.
Suatu hari saya mempunyai
kesempatan bertanya kepada salah satu motivator muslimah yaitu teh FebriantiAlmeera @pewski lewat akun twitter, apa yang mesti saya lakukan menunda
kebaikan agar tidak riya atau
bagaimana.
Jawaban teh @pewski
“Berbuat baik karena orang lain atau menunda perbuatan baik karena orang lain,
sama. Luruskan niatnya, bukan repot pada perbuatannya :) ”
Saya akhirnya berfikir.
Benar apa yang diterangkan teh pewski. Saya tidak perlu dibuat repot dengan
perbuatannya. Yang penting luruskan niat dan minta perlindungan kepada Allah
supaya dijauhkan dari sifat riya’.
Kita tidak tahu berapa lama
lagi hidup di dunia ini. Bila sering menunda-nunda kebaikan, kita tidak punya waktu lebih lama
lagi untuk mengumpulkan amal kebaikan.
Sekian, alhamdulillah
walaupun sedikit saya berharap bisa bermanfaat untuk sahabat khususnya diri
saya sendiri untuk lebih mengingatkan kembali.
Salam,
Lilis
Suryani
--
Oleh Lilis Suryani (@Lissury)
http://lilissuryani07.blogspot.com/
Hadist diatas membuka mata kita, bahwa segala sesuatu hanya untuk dan kepada Allah SWT
ReplyDeleteSubhanallah, hadist yg luar biasa
ReplyDeleteAku setuju mbak, ttg niat.
Urgensi niat merupakan perbuatan yg menjadi akar perilaku manusia. Jika niatnya ikhlas, maka akan diridhai Allah. Tapi jika niatnya salah (riya dll), maka tidak akan ada yg diperoleh. Kita juga harus istiqomah dg ikhlas. Karena ikhlas itu sulit. :((
-rizka-