Monday, September 16, 2013

From This Moment On..



Awal mula saya berhijab adalah karena saya bersekolah di sekolah Islam sejak SD hingga SMA. Ketika SD, saya bisa dibilang sangat istiqomah dengan hijab saya, bahkan saya rela meninggalkan hobi tenis dan berenang karena malu dengan kostum yang terbuka.

Sayangnya, menjelang SMP, banyak sekali godaan yang menyebabkan saya mulai tidak berhijab ketika di luar sekolah. Di kelas 3, saya mewakili sekolah sebagai peserta World Scout Jamboree di Thailand. Saat itu adalah pertama kalinya saya keluar negri sendiri tanpa didampingi orang tua, dan isu teroris sedang menjadi topik yang ramai diperbincangkan. Hal ini membuat saya mengajukan permintaan kepada ibu saya untuk menanggalkan hijab saya untuk keamanan. Dengan sabarnya ibu saya menjelaskan bahwa hijab saya justru akan bisa menjadi pelindung dan menunjukkan identitas saya sebagai muslim.

Meski merajuk, saya tetap berangkat dengan mengenakan hijab. Benar saja, hampir di semua kegiatan pada hari pertama hingga hari ketiga, tidak ada peserta dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia yang mau mengambil saya sebagai anggota kelompok. Bahkan ada beberapa peserta yang terang-terangan mengatakan, “So you are from Indonesia, and you are a Muslim? I think all Muslims are terrorists.” Dan mendengar ini, saya hanya bisa menangis.

Pada pagi hari keempat, saya menelepon dan memaksa ibu saya untuk mengizinkan saya untuk tidak berhijab. Dengan berat hati, ibu saya mengatakan “Baiklah. Kalau hari ini kamu tidak mendapatkan teman, kamu boleh melepas hijabmu.”

Riang dan gembira, saya menjalani hari itu dengan bersemangat. Saat kegiatan siang, saya sedikit terlambat datang ke venue dan mau tidak mau bergabung dengan satu kelompok yang beranggotakan orang Inggris dan Italia. Peserta dari Inggris terpaksa menerima saya untuk menggenapkan anggota kelompok, namun sepanjang kegiatan, saya dapat melihat bahwa ia menghindari interaksi dengan saya. Menatap mata saya saja ia tidak mau, dan hati saya merasa sakit dibuatnya.

Tapi saya tidak mau ambil pusing dan mencoba mengerjakan bagian tugas saya dengan sebaik mungkin. Ketika tiba pengumpulan tugas, kelompok kami keluar sebagai peraih nilai terbaik. Tiba-tiba si Inggris mencolek bahu saya dan berkata “I’m sorry I had misperception about you, yes it’s because your headscarf. But you did a good job, and I want to be your friend.”

Demikianlah, pada akhirnya Allah memberikan jalan kepada saya untuk mempertahankan hijab saya.

Meski tidak lama.

Karena ketika SMA, lebih banyak lagi godaan ya datang, dari mulai acara pesta ulang tahun, konser musik, dan pemilihan model di majalah remaja. Entah kenapa saya begitu ingin untuk ambil bagian dalam event tersebut dan menanggalkan hijab saya, mungkin ini yang dibilang dampak dari pergaulan.   

Namun, hijab sudah menjadi bagian dari kehidupan saya, sehingga saya memutuskan untuk tetap berhijab saat kuliah; meski sesekali saya masih tidak berhijab ketika ke mall.

Puncaknya, tahun 2011 saya memutuskan akan menanggalkan hijab sepenuhnya. Saya tidak mau mempermainkan hijab dengan lepas-pasang. Apalagi, saya berencana untuk menulis skripsi tentang klub sepak bola, dan saya pikir tanpa hijab, saya akan bisa lebih lepas dan bebas dalam kegiatan ini.

Hari itu saya sudah membulatkan tekad, ‘start by next week, I will have a new image without hijab’. Tanpa disangka, ketika saya sedang di kampus, saya ditelepon oleh manajemen klub dan diundang ke makan siang bersama. Jadilah saya datang ke klub dengan mengenakan hijab.

Saat diperkenalkan dengan pemain-pemain lokal, mereka menatap saya malu-malu lalu menundukkan kepala. Kemudian, beberapa pemain asing menyambut saya dengan tersenyum. Salah satu pemain berkulit hitam, yang belakangan saya tahu berasal dari Kamerun, menyapa saya duluan, "Don't worry, I once played for Arabic League. I'll help your research, Ukhti."


Keramahan mereka membuat saya mengurungkan niat untuk melepas hijab. Dan ternyata, setelah melalui beberapa waktu, satu-persatu dari mereka mengaku bahwa mereka menghormati saya karena hijab saya.

Salah satu pemain Indonesia pernah berkata pada saya, "ya sungkan, mbak prima kan jilbab-an. Lebih anggun, lebih kalem. Kalau yang buka-bukaan memang biasa dipakai 'mainan' sama teman-teman, mbak. Lha aurat kok dipamer-pamerkan."

Si pemain Kamerun malah sering terang-terangan memuji muslimah Indonesia. Suatu waktu ia berkata, "di Indonesia ini muslimah kreatif sekali dengan hijabnya, cantik-cantik. Mereka juga aktif dan pintar-pintar. Ini benar-benar merubah pandangan saya tentang perempuan berhijab. Ternyata banyak juga muslimah yang berprestasi ya."

Yang lucu, ada seorang pemain Korea yang protes karena menemukan foto saya tanpa hijab di Facebook. Komentarnya, "prima, kenapa ini tidak pakai hijab? No good. Real Islam, with hijab. Without hijab? Islam immitation." Dan saya tergelak mendengarnya.

Subhanallah, sejak saat itu saya belum pernah terpikir lagi untuk melepas hijab. Bagaimana bisa orang-orang yang bahkan tidak mengimani Islam bisa mengingatkan saya tentang keagungan hijab.. Itulah rahasia Allah. Dia menguatkan saya untuk terus berhijab lewat perantara dan tanda-tanda yang tidak disangka-sangka. Maka betapa bodohnya saya jika mengacuhkan rasa sayang Allah tersebut..

Hijab really is our identity as a muslimah. And yes, we should be proud wearing it!

Mudah-mudahan cerita saya bisa menjadi inspirasi untuk saudari-saudari muslimah. Hijab tidak pernah membatasi kegiatan kita, tapi mindset kita terhadap hijab yang menyebabkan demikian. Kenakan hijab dengan ikhlas, dan insyaAllah ia akan selalu membawa berkah di kehidupan kita :) 

Salam,

Prima

Post ini ditulis untuk mengikuti giveaway disini

3 comments:

  1. terimakasih ikutan GA saya yang pertama...
    semoga selalu istiqomah ya...

    ReplyDelete
  2. Sama-sama kak Linda, semoga selalu diberkahi Allah juga ^^

    ReplyDelete
  3. Selamaaaattt...kirim imel ke aku ya...data dirinya...

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...