Pic from here. |
Beberapa minggu lalu, dalam sebuah perjalanan dari Surabaya ke Malang dengan bis, saya duduk bersebelahan dengan seorang pemuda. Bukan, bukan kemudian kami saling naksir, FTV yah itu.. Tapi dari yang awalnya pertanyaan paling standar, “turun mana, mbak?” kami mulai mengobrol tentang banyak hal, termasuk perkuliahan.
Si adik kemudian bercerita tentang kakak-kakak mahasiswa yang sedang KKN di desanya, ditutup dengan sebuah pertanyaan (atau pernyataan?), “ah sama aja mbak, kalau sarjana tapi ujung-ujungnya nganggur..”
Let’s just leaving that case. Saya tidak berusaha menyanggahnya, karena mungkin secara idealisme, saya berpikir kuliah itu bisa menghasilkan lebih dari sekedar gelar yang bisa digunakan untuk mencari pekerjaan. Pendidikan lebih dari sekedar itu.
Itu, yang pernah diperjuangkan Malala Yousufzai hingga Taliban memburu dan menembaknya dalam sebuah insiden. Something that we take for granted: as we go to school because our parents said so, not because we want to. Sementara di belahan dunia lainnya, Taliban hanyalah contoh kecil dari larangan untuk anak perempuan bersekolah, dan seorang Malala harus membayar mahal.
Ayah Malala menawarkan Malala untuk sebuah proyek dokumenter BBC, so she blogged anonymously to write her daily stories. Yep, she was a blogger *toss dulu sama Malala*
Betapa tragis, karena untuk seorang remaja Indonesia yang bisa amat sangat demanding hanya demi sebuah gadget terbaru, Malala (dan ratusan anak perempuan di Lembah Swat, Pakistan) hanya ingin kembali ke sekolah. Suatu waktu, Malala menuliskan perasaannya yang hampa, karena ia dan teman-temannya tetap belajar untuk ujian semester – yang mereka sendiri ga tahu apa ujian itu akan diadakan.
Hal ini benar-benar menjadi pelajaran untuk saya, apa sih tujuan saya mengejar S2? Apa demi gengsi semata? Yang tahu sebenarnya hanya saya dan Allah.
Tapi, tapi nih.. Inilah yang saya katakan kepada si pemuda di bis, “kesempatan belajar itu tanggung jawab. Untuk diri sendiri, orang tua, dan masyarakat. Ketika kita beruntung untuk bisa sekolah, ingatlah bahwa begitu banyak orang yang amat sangat ingin bersekolah tapi tidak bisa. Bersyukurlah, dan bekerja keraslah untuk menciptakan perubahan baik – dengan apapun ilmumu.”
Love,
Prima
No comments:
Post a Comment