Wednesday, June 3, 2015

The King's Speech: When Public Speaking Skill Doesn't Comes Naturally


Hai hai, apa kabar para pembaca yang budiman? :)))

Maaf ya, ternyata saya belum sempat menuliskan review film yang saya janjikan dua minggu yang lalu. Hiks. Tugas-tugas UAS sudah membayangi, dan meskipun kami baru akan masuk masa UAS secara resmi minggu depan, kami sudah mengerjakan dengan kecepatan penuh mulai senin minggu lalu. Kadang saya heran kenapa seminggu sebelum UAS disebut pekan sunyi atau minggu tenang, sementara pada kenyataannya jelas minggu tersebut adalah minggu panik? Hahaha, ga penting sekali lah prim.

Anyway, beberapa minggu yang lalu, saya menonton film The King's Speech yang dibintangi oleh Colin Firth, Helena Bonham Carter dan Geoffrey Rush. Kalau sudah pernah menonton King's Speech, sister tentu tahu bahwa ceritanya adalah tentang Raja George VI - anak dari Raja George V dari Inggris – yang didapuk untuk melanjutkan kekuasaannya. Sayangnya, anak ini, punya satu kekurangan teramat besar: gagap.

Bagi rakyat jelata seperti kita (kitaaaaa), gagap mungkin bukanlah suatu masalah yang krusial. Tapi bagi seorang pemimpin, tentu saja malu-maluin banget kalau ga bisa bicara didepan publik. Bayangin kalau disuruh pidato kenegaraan, membuka pameran atau konferensi, menyambut tamu-tamu diplomatik; banyak deh pokoknya tugas-tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan public speaking.

Lahir sebagai seorang yang pinter ngomong (#preketek), dulu saya berpikir bahwa public speaking is just natural for everybody. Bukankah sejak SD kita sering dapat tugas bercerita didepan kelas? Apalagi jaman sekarang, murid-murid SMP udah dapat tugas presentasi, wuih.. Pake slide powerpoint segala.. Ckckck.

Pandangan ini justru berubah ketika saya masuk Jurusan Ilmu Komunikasi di S1. Waktu itu, pernah ada yang bertanya kepada saya, “kayak apa tuh ramenya kelasmu? Pada suka ngomong semua..” Dan saya ga pernah ngerasa kalau kelas saya seriuh itu. Semakin banyak semester, kami semakin memahami bahwa skill terbaik yang dibutuhkan dalam komunikasi adalah listening (semoga). Bahkan, saya punya seorang teman sekelas yang tidak bersuara sama sekali di kelas hingga semester IV. Kami baru mendengar suaranya saat ia mempresentasikan sebuah tugas, kalau ga salah film dokumenter, and his work was incredibly amazing.

Sejak saat itulah saya makin tertarik dengan public speaking, karena meski bagi sebagian orang hal ini erat kaitannya dengan 'omong kosong', saya merasa ada banyak hal yang bisa didapatkan dari public speaking yang baik. Soekarno tentu adalah one of the world' class public speaker. Mario Teguh aja ga ada apa-apanya #lhah

A good public speaker can influence the audience, a great public speaker can change the world – only by his/her voice!

But I do know it can be a big problem for some people, even for me, sssttt saya masih sering gemetar kalau mau bicara didepan orang banyak kok. So, kali ini saya mau bagi sedikit tips untuk membantu sister memperbaiki kemampuan public speaking.

1. Persiapan Materi
Hal ini mutlak adalah hal yang paling penting dalam public speaking. Meski dalam pidato kita mengenal teknik impromptu atau spontan, tapi hal ini tidak disarankan terutama pada event yang sangat penting dan besar. Menurut saya, kecuali sister paham 100% mengenai materi yang akan disampaikan, dan 100% pede, jangan coba-coba dengan teknik impromptu. Soalnya, teknik impromptu hanya bisa mempertahankan ide pada beberapa menit pertama. Sisanya.. good luck aja deh.

Saya  juga kudu mengutip pembahasan dari Aristoteles tentang teori retorika nih, yaitu:
a. Ethos: karakter, intelegensi, dan niat baik yang dipersepsikan dari seorang pembicara; atau secara umum dipahami sebagai 'keterpercayaan' atau 'kejujuran'. Contohnya, pada sebuah seminar tentang kewirausahaan, kita akan lebih terbuka pada pembicara yang memang seorang pengusaha, daripada jika pembicaranya tidak pernah berbisnis sama sekali. 

b. Logos: penggunaan argumen dan bukti dalam sebuah pidato. Perhatikan contoh dibawah ini:

“Sister yang dirahmati Allah, bahkan Rasulullah telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah berdagang. Profesi pengusaha memberikan kita kesempatan untuk menggeluti apa yang menjadi hobi atau passion kita, memaksimalkan potensi penghasilan, dan membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain.”

“Sister yang dirahmati Allah, menjadi pengusaha memberikan dorongan yang lebih besar agar kita terus berusaha menggapai langit, mencetak pundi-pundi emas, dan meningkatkan hajat hidup orang banyak.”

Yang kedua memang bikin “apose kokondao, prim?” Simpelnya, dibutuhkan dasar bagi kita memberikan pendapat dengan jelas, lugas, dan ringkas. 

c. Pathos: emosi yang dimunculkan dari para pendengar. Misalnya, ketika kita menyampaikan pidato tentang pencegahan HIV/AIDS di kalangan remaja, kita akan bercerita dengan penuh keprihatinan, ga mungkin haha-hihi ketawa-ketiwi.. Bisa-bisa ditabok audiens kan.

Persiapan juga melibatkan audiens khalayak, makanya kalau ada ustadz/ustadzah yang berceramah di kalangan orang tua, lebih sering menggunakan bahasa daerah. Atau kalau di hadapan kalangan akademisi, maka fakta-fakta numerik akan dipaparkan sedemikian rupa. Use the language of the audience, so they understand more of what we are talking about.

2. Persiapan Fisik
Materi siap, maka waktunya kita mengolah tubuh agar siap melakukan pidato. Bagaimana kita berdiri, bagaimana kita menggerakkan tangan-kepala-pundak-lutut-kaki-lutut-kaki (lah, kok jadi nyanyi sih :p), bagaimana kita melakukan improvisasi pada volume suara kita – hal-hal ini sangat fisik dan dapat mempengaruhi kenyamanan kita sendiri sebagai pembicara. Kalau posisi kita berdiri kurang enak, kita ga bisa 'bertahan lama', pasti rasanya limbung.
Tentang suara, ada baiknya kita melakukan olah pernapasan agar kita tidak terdengar terengah-engah atau berhenti di tengah pembicaraan. Google aja gimana melakukan olah pernapasan yang baik dan benar.

3. Persiapan Mental
Materi siap, fisik oke, audiens sudah didepan mata, telapak tangan dan kaki kok rasanya dingin? Tenang, itu wajar, hehehe. Take a deep breath, hitung angka satu sampai lima (jangan sampai seratus, kasihan audiens pada nunggu :D), dan sampaikan kalimat pertamamu dengan lantang untuk memberanikan dirimu sendiri. Kabar baiknya, meskipun kamu sebenarnya ga pede, audiens ga akan tahu kalau kamu ga menunjukkannya. Berikan jeda pada tiap paragraf, agar kamu bisa memberi waktu untuk menstabilkan suaramu (yup, kalau kamu ga pede, suaramu akan terdengar bergetar). Jujur, kalau saya lagi minder berat untuk menghadapi audiens, saya lepas kacamata (dan ga pake soft lens juga) supaya saya ga bisa ngeliat wajah audiens. Saya anggap aja semua audiens ini boneka jadi saya bebas ngomong apa aja. Hihihi, if you wear glasses, you might wanna try that!

Percayalah bahwa public speaking bisa banget untuk dipelajari dan dilatih. Semua dari kita ga tiba-tiba bisa masak/nyuci/nyapu/ngepel dari lahir kan? Again, it might be natural for some people and difficult for some others, tapi ga ada ruginya untuk mencoba karena kemampuan ini insyaAllah akan berguna di masa depan.

Semoga tips dari saya berguna untuk sister, kalau mau nambahin trik-trik lain boleh lho ;)

Lots of love,
Prima

3 comments:

  1. Akhir-akhir ini aku seneng ikutan seminar/workshop public speaking instead emang butuh buat ngasah skill satu ini. Public speaking yg baik bakal jd nilai plus di tempat mana pun kita berada soalnya.

    Aku sih paling nggak pede sama aksen suaraku yg medok Mbak. :D Katanya sih emang perlu dilatih pake olah raga mulut gituuuu. :3

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. Hi Prima makasih ya udah mampir ke blog Hana :) persiapan penting banget ya biar lancar saat public speaking :)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...