Thursday, November 26, 2015

Mamma Mia: I Feel Incomplete Without My Dad


Katanya, tanggal 12 November yang lalu diperingati sebagai Hari Ayah ya? Namun, bukannya mengucapkan kepada ayah tercinta, saya dan beberapa teman di sebuah grup Whatsapp malah memperdebatkan tanggal Hari Ayah yang sebenarnya – menurut internasional atau nasional. Halah, ga penting banget. Oya, saya juga tidak terpikir untuk mengucapkannya, karena ayah saya bukanlah orang yang 'seru' diajak gombal-gombal begitu, tapi yang penting doaku untukmu Yah, forever and for always :)

Hari itu, saya membaca sebuah blog post dan saya jadi teringat film Mamma Mia yang saya tonton beberapa hari sebelumnya – kebetulan nontonnya sama ayah. Filmnya menarik, dulu saya sudah pernah nonton, dan overall I like every detail in the movie.

Lucunya, sementara ayah saya tertawa dengan lepas, saya malah menahan air mata. Saya sangat memahami perasaan Sophie Seridan (Amanda Seyfried) yang ingin mengetahui siapa ayahnya. Meski ia bahagia dengan ibu dan calon suaminya (apalagi bisa tinggal di Yunani yang eksotis gitu, wow); ia tetap merasa kehilangan suatu kepingan hidupnya yang berharga.

Saya tercenung. Persis sekali seperti perasaan saya selama sebagian besar tahun-tahun kehidupan saya. Dulu, saya hampir tidak pernah merasa utuh. Yang saya tahu, seharusnya orang tua itu ada dua: ibu dan ayah; dan seharusnya keduanya bersama saya. Kenyataannya, sejak saya berusia empat tahun, saya harus menerima keadaan bahwa saya hanya memiliki salah satu dari mereka di hadapan saya. Yang lain? Ada juga, tapi tidak selalu bersama saya.

Hal ini berubah pada sekitar tiga-empat tahun terakhir. Saya mulai mengumpulkan keberanian untuk memulai hubungan yang serius dan berorientasi kepada pernikahan. Jadi, saya tidak boleh merasa pantas 'bermanja-manja'. Ayah dan ibu saya sudah lama meninggalkan masa lalu; saya harus mengejar kebahagiaan saya sendiri – ekstrimnya, dengan atau tanpa mereka. Saat itulah saya melihat di sekeliling saya, banyak sekali orang-orang yang latar belakang orangtuanya lebih tragis daripada saya, dan mereka baik-baik saja. Saya harus bersyukur, kedua orang tua saya masih ada, dan secara umum, kami tidak memiliki suatu masalah yang pelik.

Selain itu, sister pernah dengar kan, kalau kita tidak akan bisa mencintai orang lain jika belum mencintai diri sendiri? Nah disitulah transformasi diri saya. Saya mencoba mencintai diri saya sendiri, dengan segala yang saya miliki – termasuk dengan apa yang tidak saya miliki. Saya pantas untuk dicintai, bagaimanapun latar belakang orang tua saya. Saya ingin merasa utuh dengan diri saya sendiri, and I know I will.

Barangkali hal ini kemudian mengubah cara pandang saya terhadap pasangan. Saya berharap tidak mencari orang dengan tujuan melengkapi saya; melainkan dengan adanya dia, saya ingin merasa lebih kuat, dan bisa memberi lebih banyak manfaat bagi sekitar kami. Hal ini ga mudah untuk dilakukan, tapi mohon doa sister ya :)

Lots of love,
Prima

5 comments:

  1. Perlu untuk jatuh cinta dan menerima diri apa adanya ya, mba Prima termasuk lengkap dengan masa lalu. Semoga lebih banyak manfaat saat bersinergi dengan pasangan nantinya. :)

    ReplyDelete
  2. Yang terbaik buat mbak Prima deh! Mbak Prima itu kelihatannya selalu pede dan energik, aku percaya mencintai diri sendiri nggak sesulit yang mbak bayangkan, karena mbak Prima udah punya modal lebih dari cukup!

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...