Judul: Di Balik
Gerbang – Inspirasi dari Kisah 7 Pendamping Diplomat
Penulis: Andis E.
Faizasyah, Angela Widowati Nugroho, Lona Hutapea Tanasale,
Myra Junor, Syifa
Fahmi, Tyas Santoso, dan Utami A. Witjaksono
Penerbit: B first (PT
Bentang Pustaka)
ISBN:
978-602-426-002-6
Tebal: 258 hlm
Tahun terbit: Juni
2016
Cetakan: Pertama
Genre: Kisah
Perjalanan, Inspirasi, Biografi
Dua tahun terakhir
ini, saya mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi dunia kerja yang agak
berbeda dari pengalaman kerja saya. Kalau dibilang beda banget juga engga sih,
karena pada dasarnya semua pekerjaan yang saya lakukan intinya satu:
komunikasi. Memang semua pekerjaan itu butuh skill komunikasi, bahkan sahabat
saya, Igna pernah bilang “ngapain sih kita kuliah komunikasi? Kayaknya semua
orang bisa belajar sambil jalan.” Lah guweh, ngapain kuliah komunikasi sampai
S2 tapi masih sering miscommunication? Ngambil peminatan komunikasi pemasaran,
tapi sampai sekarang belum berhasil ‘memasarkan’ diri sendiri? Hvft. Kalau sudah
begini, jadi nyesel kenapa dulu engga kuliah kedokteran aja. #ahseeek
#kayakyangotaknyamampuaja
Saya sendiri mulai
diberondong pertanyaan ‘kapan lulus?’ terutama dari beberapa orang yang ingin
menawarkan pekerjaan penuh waktu sesudah saya menyandang gelar Master nanti.
Padahal saya mah apa atuh, kerjaan begini doang. Ya nulis, ya ngedit, ya kasih
pelatihan menulis, sesekali jadi tour guide. To be honest, saya masih sering
minder kalau ngeliat lowongan pekerjaan. Ngerasa under-qualified gitu.
Seperti sekarang ini,
dimana saya mulai mempersiapkan diri untuk merancang apa yang akan saya lakukan
sesudah lulus. Saya masih menyimpan impian untuk bekerja di luar negeri – atau
setidaknya di organisasi internasional yang berbasis di Indonesia. Setelah saya
renungkan, waktu saya kerja jadi marketing executive di studio animasi beberapa
tahun yang lalu, saya sudah bekerja di sebuah perusahaan internasional. 90%
klien berasal dari luar negeri lho. Saya pun bisa bilang bahwa saya punya
pengalaman bekerja dengan klien dari 20-an negara. Cieh banget kan.
Cuma kekurangannya
waktu itu adalah, saya sendiri engga pernah keluar negeri karena business trip.
Toh pekerjaannya hanya menuntut komunikasi dengan klien via Skype. Selebihnya
bisa diskusi lewat email. Makanya waktu ada klien dari Irlandia yang pindah ke
Bali dan mampir kantor saya di Surabaya, saya seneng banget. Apalagi setelah
tahu kita kerja bareng lagi sebagai volunteer di Ubud Writers & Readers
Festival 2014.
That’s why saya
mencoba menyiapkan hal-hal yang diperlukan agar beneran bisa kerja di luar
negeri. Minimal di Kemenlu deh. Atau jadi asisten di Kedutaan Britania Raya di
Jakarta. Sadar diri juga, soalnya cuma bisa bahasa Inggris sih, huhuhu.
Berangkat dari
keinginan saya untuk menapaki jalan menjadi diplomat, saya beli buku Di Balik
Gerbang ini. Buku ini berisi cerita dari tujuh orang istri diplomat, yang
dibagi menjadi empat tema besar: Kegiatan, Yang Unik, Perlu Tahu, dan Wisata.
Kelebihan pertama buku ini terletak pada penuturan para penulisnya yang tidak
klise. Ternyata, semua penulis punya latar belakang pendidikan tinggi; ada yang
bekerja (atau pernah bekerja) sebagai pengajar, wartawan, dan bahkan editor
buku.
Selain itu, karena
dikumpulkan dari pengalaman tujuh orang, tentu ceritanya menjadi sangat kaya.
Cerita pertama yang menarik buat saya adalah ‘Persiapan Kunjungan Presiden RI
ke Pyongyang’ (halaman 13) dari Ibu Myra Junor. Habis penasaran sih, kayak apa
negaranya. Ternyata mantan Presiden Soekarno pernah punya hubungan baik dengan
pemimpin negara Korea Utara saat itu. So, Ibu Megawati mengunjungi Korea Utara
pada masa pemerintahannya.
Saya juga suka bagian
yang bercerita tentang Suriah/Syria (halaman 134 dan 223), karena saya jadi
punya lebih banyak pengetahuan daripada apa yang sering saya dengar di berita.
Seperti telah disinggung sebelumnya, banyak juga cerita tentang kehidupan
sehari-hari. Salah satu yang membekas di hati saya adalah ‘Mencari Sekolah di
Sydney’ (halaman 138) oleh Ibu Syifa Fahmi. Padahal mencari sekolah untuk anak
di Indonesia aja udah sulit yak, gimana kalau nanti saya jadi nikah sama
Pangeran Dubai? Pasrah aja deh, apa kata bapaknya anak-anak aja. #eaaa
Buku ini akan membawa
sister ke berbagai negara lainnya, seperti Jepang, Afrika Selatan, Spanyol,
Amerika Serikat, Ceko, dan lain-lain. Tahu sendiri kalau tugas diplomat itu
engga mudah sama sekali, dan bersyukur bapak-bapak wakil negara kita itu
didampingi oleh istri yang engga kalah keren.
Beberapa pelajaran
yang bisa saya ambil dari buku ini, hampir sama dengan apa yang saya lihat saat
meneliti pesepakbola asing untuk skripsi saya bertahun-tahun yang lalu. Don’t
assume. Be flexible. Be open minded. Prepare yourself before moving. Try to talk
to local people. Jangan cuma ngumpul sama orang Indonesia terus saat tinggal
diluar negeri. Tetap waspada dan berpegang teguh pada prinsip diri. Hal ini
juga bisa diberlakukan buat kamu yang ingin mengembangkan hobi traveling-mu.
Oya, belajar dari ibu-ibu
luar biasa ini, ada tiga keahlian yang mungkin perlu sister pertimbangkan untuk
miliki dari sekarang. Siapa tahu, suami sister beruntung untuk dikirim
perusahaan ke luar negeri dan sister harus mendampingi. Kalau keahlian bahasa
asing dan manajemen keuangan, saya engga perlu bilang lah ya.
Keahlian pertama
adalah memasak, hiks hiks, akhirnya saya harus mengakui bahwa keahlian ini
penting banget. Sebaiknya kamu punya satu-dua masakan andalan khas Indonesia,
seperti soto, rendang (duileh susah banget), atau apa deh, masakan khas daerah
sister. Keahlian ini bakal berguna banget kalau suami sister yang diplomat
harus membuka open house dan mengundang tamu-tamu orang asing. Atau pada saat
presiden RI mengunjungi negara pos suami sister. You can’t depend on your
assistant all the time, right. Baca deh cerita Ibu Lona Hutapea ‘Di Balik
Kunjungan Presiden’ (halaman 53) yang super riweuh menyiapkan konsumsi untuk
rombongan Bapak Presiden SBY yang beberapa kali mengunjungi Perancis.
Keahlian kedua adalah pertunjukan seni dan budaya khas Indonesia. Saya sendiri engga bisa menari, tapi kalau kepepet mungkin saya akan bercerita tentang tarian Indonesia dengan slideshow foto (.........). Cuma kalau sister bisa memainkan alat musik Indonesia kan keren. Seperti cerita Ibu Angela W. Nugroho ‘Resepsi Diplomatik: Kolak Pisang-Ubi dan Angklung Interaktif’ (halaman 42). Seru banget, bisa memperkenalkan alat musik tradisional ke publik internasional. Hmmm *be right back belajar main suling*
Yang terakhir, ini sih
saya tangkap secara tersirat dari buku ini. Kalau tidak salah, pendamping
diplomat tidak diperbolehkan bekerja (secara resmi atau jadi PNS gitu?) selama
penempatan di luar negeri. Tentu karena tuntutan tugas dalam mendampingi
diplomat juga sebenarnya tidak sedikit. Tapi kalau misal sister tipikal orang
yang tidak bisa diam, harus punya keahlian memiliki penghasilan tambahan atau
pekerjaan sampingan. Atau setidaknya merancang program tertentu, seperti yang
dilakukan Ibu Angela Nugroho dengan kelas BIPA di KBRI Madrid. Ceritanya bisa
kamu baca di ‘Kelas Bahasa Indonesia yang Eksotis di Spanyol’ (halaman 32).
Kesimpulannya, buku
ini tidak hanya recommended untuk kamu yang hendak bepergian/sekolah/tinggal di
luar negeri. Tapi juga buat kamu yang ingin belajar menjadi istri yang luar
biasa, dan siap sedia mendampingi suami dalam menjalankan pekerjaannya – apapun
itu.
Lots of love,
Prima
Reminder: don’t forget
to join my Birthday Giveaway here!
No comments:
Post a Comment