Tuesday, November 10, 2015

Pelajaran tentang Pernikahan

It was such a beautiful moment... :')

Saya banyak belajar tentang pernikahan pada perjalanan ke Bali kemarin. Barangkali karena saya menghadiri pernikahan sahabat, saya jadi melihat lope-lope di udara, lol. Sore itu, saya melihat sahabat-sahabat saya yang lain, yang sudah menikah selama beberapa waktu, dan juga para senior misalnya papa-mamanya suami sahabat saya; mereka semua sangat menikmati suasana. Ada yang menggenggam mesra tangan pasangannya. Ada yang berbagi tugas dalam menenangkan si bayi, sambil sesekali mencuri peluk. Mungkin sebuah akad nikah dan pesta pernikahan membawa mereka kepada kenangan terdahulu, saat mereka memulai biduk rumah tangga :')

Nah, sebelum bahasa saya semakin sinetron-is, saya ingin membagi cerita dari pernikahan-pernikahan yang sempat saya amati pada hari itu. Kebetulan, ada seorang sahabat saya yang baru 'diminta', dan saya berharap post sederhana ini bisa menjadi tabungan untuknya dan calon pasangannya.  

1. Saling Mengapresiasi
Suami sahabat saya berkewarganegaraan asing, dan sudah bukan rahasia lagi bahwa bule umumnya tidak pelit dalam memuji. Tidak seperti orang timur yang sungkan banget kalau mendapatkan pujian, orang barat bisa sedikit-sedikit memuji hingga mungkin terdengar gombal.
Maka, saling memuji dan mengapresiasi haruslah satu kesatuan ketika diaplikasikan dalam hubungan sehari-hari, termasuk pernikahan. Pujian yang tulus, tidak berlebihan, dan sesuai dengan situasi-kondisi merupakan salah satu bumbu pernikahan. Kenapa? Karena pujian bermakna bahwa kita memperhatikan seseorang, terutama seseorang yang penting bagi kita. Banyak hal yang bisa dipuji dari pasangan, dari mulai potongan rambutnya yang membuatnya tampak lebih gagah, keberhasilan pasangan mendapat klien baru, sampai usahanya memakaikan popok si bayi. Percayalah, kata-kata positif jauh lebih bisa menggerakkan seseorang daripada kritik atau sindiran.
Bagaimana kalau kita bukan orang yang terbiasa memuji? Ada cara lain, yaitu menanyakan kabar. 'How was your day?' might seems simple, tapi dengan membuka diri dan menyediakan waktu untuk mendengarkan ceritanya, bisa memberi kita bahan untuk memuji. So, what do you want to compliment from your spouse today?

2. Berbagi Impian Bersama
Salah satu teman saya sudah menikah selama beberapa bulan, dan saat ini mereka sedang merintis usaha kuliner yang sudah lumayan terkenal di wilayah kota Malang. Dari cerita mereka, awalnya mereka sering berargumen mengenai impian mereka. Teman saya, si perempuan, dulunya pegawai bank yang cukup sukses. Tapi mereka berdua tahu pekerjaan di bank sangat melelahkan, jadi mereka putar otak hingga akhirnya menghasilkan ide usaha kuliner ini.
Saya harus mengakui, tidak semua pasangan beruntung memiliki impian yang sama. Kebanyakan, salah satu diantaranya harus mengikhlaskan impiannya, untuk mendukung impian pasangannya – dan biasanya sih, yang perempuan-lah yang melakukan 'pengorbanan cinta'. Suami yang seperti Mas Tito-nya Dian Pelangi, yang resign dari pekerjaannya di perusahaan minyak 'hanya' untuk mendukung karir istrinya, kayaknya one in a million. Ya kan?
Tapi janganlah berandai-andai memiliki suami seperti Mas Tito, cukup dengan suami yang memahami bahwa kita – meskipun telah berstatus sebagai istri dan ibu – punya impian. Menerbitkan buku, misalnya. Atau kita, juga perlu berbesar hati, ketika suami – meski sudah direpotkan dengan mencari nafkah dan menjadi kepala keluarga – tetap berkeinginan menambah gelar akademik suatu hari nanti.
Bicarakan dengan kepala dingin: sebelum menikah, pada hari-hari pertama, dan bahkan tiap anniversary; untuk mengingatkan diri kita berdua: ada sesuatu yang perlu dikejar dan diraih, sebelum dipanggil Sang Khaliq.

3. Belajar untuk Mendengar
Ketika saya di Bali, saya tidak hanya mengalami hal-hal yang indah berkaitan dengan pernikahan lho. Saya juga 'berkesempatan' melihat prahara rumah tangga, tepat ketika kami pulang dari pernikahan sahabat, hihihi. Lho kok ketawa, Prima? Padahal waktu kejadiannya, rasanya saya pingin berenang – eh, maksudnya menyelam dan tenggelam supaya tidak mendengar pertikaian mereka.
Tapi dari mereka saya mengerti satu hal: kemampuan mendengar sangat-sangat penting dalam pernikahan. Ya, dalam semua hubungan antar manusia, jika tidak ada yang mendengar, maka siapa yang akan memahami kebutuhan dan merespon dengan baik? That's why we have Listening test in TOEFL. Because when you listen well, you speak better. And if you never listen, what do you actually say? Nothing.
Hal ini pasti sangatlah sulit, karena buuuuuanyak sekali pasangan bercerai hanya karena 'dia ga pernah dengerin aku!' Lalu kemudian, masalah komunikasi menjadi kambing hitam. Ga enak banget kan, kitanya belajar susah-susah tentang teori komunikasi A, B, sampai Z; disalah-salahin sebagai penyebab perceraian #eaaa
Sheryl Sandberg, di bukunya yang berjudul Lean In, pernah berlatih mendengar dan mencanangkan suatu misi: dia tidak akan memberi komentar tentang sesuatu kecuali diminta. Yes, kecuali diminta. Susah? Pwol. Apalagi yang cerewet kayak saya. Mungkin bibir harus dilakban agar bisa sukses dalam latihan ini. Tapi sekali lagi, kalau kita sudah menanamkan di mindset bahwa kemampuan mendengar penting dalam pernikahan, maka kita harus berjuang untuk menguasainya #tsah


Tentu saja masih banyak sekali kunci pernikahan yang sukses, seperti saling mengingatkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, membangun rasa percaya, dan sebagainya. Tapi ketiga hal diatas, merupakan oleh-oleh yang sangat berharga dari perjalanan saya kemarin, dan saya harap sister bisa turut mempelajari dan mengaplikasikannya, semoga :)

Lots of love,
Prima

*Pic courtesy of Indah Temple 

11 comments:

  1. berbagi impian bersama tentunya..setelah menikah kadang impian itu secara cepat bisa terwujud :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kalau impiannya sama. nah proses menyamakan atau mengkompromikan impian itu yang membutuhkan kesabaran :)

      Delete
  2. Temennya mbak prima itu siapa? kok aku ge er ya :v

    ReplyDelete
  3. Dan kompromi akan hal apapun ya mbak. Agar gak ada salah paham

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya makanyakan sebenarnya masih banyak lagi, ini cuma beberapa aja..

      Delete
  4. Pertama lihat judulnya, kirain Mbak yg nikah. Ternyata bukan :))
    Yup, poin2 di atas emang bener adanya, setelah menikah itulah yg dibutuhkan. Terutama listening tadi. Semoga nanti Mbak Prima dapet suami yang baik dan barokah, ya. :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. AMIIIIN YA ALLAH.
      Kalau aku yang nikah kan woro-woro mbak :)))
      Duh malu nih, dibaca sama yg sudah lebih berpengalaman :')

      Delete
  5. Wah tulisannya sangat menginspirasi yang akan berencana memulai biduk rumah tangga.. Belajarnya dalam trnyata Prima ini, hehe. Semoga bisa diimplementasikan di kehidupan RT-mu nanti ya Prim :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku kan pemerhati yang baik Kak #bangga #kibasjilbab
      Semoga berguna utk Kak Nissa jugaaa *kisses*

      Delete
  6. Masuk usia kepala 2 rasanya bayangan tentang pernikahan mulai terbuka. tapi terkadang masih ngerasa kayak anak baru lulus sekolah dan suka mikir "siap nggak ya?", "sanggup nggak ya jalaninnya?" tapi kata orang tua dulu perempuan nunggu siap ya nggak siap-siap. jadi bingung hmmmm...

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...