Tuesday, September 23, 2014

Tentang Berdebat


Sudah menjadi tabiat saya menjadi orang yang ngeyelan. Pokoknya, kalau ada apa-apa, yang penting dibantah dulu. Pendapat saya paling benar deh.

Itu dulu.

Semoga :)

Jadi gini, ada masa dalam hidup saya dimana saya tidak bisa dan tidak boleh berpendapat. Manut saklek. Kemudian, ketika saya bertumbuh, saya merasa bahwa saya senang memimpin, dan alhamdulillah dapat amanat dari lingkungan saya juga. Seperti jadi ketua kelas, ketua divisi di OSIS, dan seterusnya. Masa ini, saya berubah menjadi yang diturutin maunya. Ego saya mendapatkan tempatnya, dan makin menjadilah saya.

SMA kelas 2, saya berkesempatan untuk belajar berdebat. Yup, menyalurkan ngeyelan saya di tempat 'yang seharusnya'. Hingga masa kuliah semester empat, saya masih cukup aktif di lomba debat bahasa Inggris, dan beberapa kali menang lomba. Alhamdulillah.

Beberapa tahun terakhir, saya tersadar bahwa berdebat (dalam kehidupan nyata) sangat menguras energi.

Di lomba debat, sebenarnya kami bukan memaksakan pendapat. Sangat jauh berbeda lho.

Kami belajar untuk mempertanggungjawabkan pendapat kami.


So, secara umum lomba debat itu gini, ada 'motion' atau perkara yang kudu didebatkan. Terus ada tim 'government' (positif) dan 'opposite' (negatif). Nah, setiap tim punya poin-poin utama yang akan dipertahankan demi memenangkan perdebatan tersebut. Seingat saya, yang berhak untuk menang adalah yang dasar pendapatnya paling logis.

Gampangnya, ketika kita berpendapat tentang sesuatu, kita kudu ngerti dari mana pendapat itu berasal. Sebelum kita debatin hal ini, kita mesti paham dulu kenapa tema ini diperdebatkan. Baru dari situ kita bisa membangun poin-poin pendapat kita.

Dari lomba debat, saya belajar bahwa di setiap problem, paling tidak pasti ada dua sisi cara pandang. Dengan demikian, selain memahami prinsip diri sendiri ketika menghadapi problem yang diperdebatkan, kita terlatih untuk menghargai pendapat orang lain.

Bagaimana dengan kehidupan nyata?

Disebabkan perbedaan sudut pandang adalah suatu hal yang wajar, ada baiknya kita tidak berdebat :)

Ekstrimnya, ingatlah surat Al-Kafiruun: “Lakum dinukum waliyadin.” Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.

Berargumen akan menyenangkan ketika kita bisa santai menanggapinya, anggap aja nambah ilmu.. Tapi kalau sampai berdebat, apalagi berdebat kusir, hindari aja deh selagi mampu. Meski mungkin kita mendapatkan kepuasan saat memenangkan perdebatan, percayalah perasaan ini ga sebanding dengan kehilangan sahabat atau saudara :)

No wonder Rasulullah bersabda, "Aku jamin rumah di dasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar..." (HR. Abu Daud)

What do you think? :)

Salam,
Prima 

P.S.: Mestinya ini di-post waktu rame Pilpres ya :p
P.P.S.: Mohon maaf, kalau ada salah penyebutan istilah-istilah dalam lomba debat. Udah agak lupa sih :(

4 comments:

  1. hihi berdebat nggak ada habisnya jika sama2 ngeyelan :D

    ReplyDelete
  2. debat kusir itu bikin yg menang besar kepala, yg kalah sakit ati...

    ReplyDelete
  3. Menghindari berdebat.. salah satu praktek dari sikap memaafkan. No wonder kalau ada ganjaran yang indah :))

    ReplyDelete
  4. hahahaha debat kusir emang merugikan

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...