Saya tahu Ramadhan sudah berakhir dan seharusnya
saya menuliskan ini sebelum Idul Fitri. Kenyataannya, saya baru menyadari di hari
keempat Syawal ini, yaitu: DUH DIET SAYA GAGAL LAGI!!!
Bulan Ramadhan tahun ini, saya berkesempatan
mengatur pola makan saya dengan lebih baik. Memang saya menanamkan pemikiran
bahwa apapun yang saya makan saat sahur dan berbuka itu tidaklah lebih penting
daripada niat. Lagipula kalau puasa cuma mikir mau sahur dan buka apa, sama aja
dong kayak anak SD. Puasa lebih dari itu.
Namun, saya juga percaya bahwa pola makan yang
baik itu idealnya mendukung aktivitas, termasuk ibadah, apalagi saat berpuasa. Kita
beruntung hidup di zaman pilihan makanan ada banyak. Mungkin Rasulullah sudah
lebih dulu mengajarkan bahwa makan yang sedikit tapi berkualitas dan bernutrisi
tinggi jelas lebih baik daripada yang banyak dari segi jumlah. But after all,
saya yakin Allah tidak akan menghukum seseorang yang memilih makanan demi menunjang
kesehatannya.
Demikian yang terjadi pada saya. Setelah beberapa
kali harus menyerah saat puasa sunnah di bulan-bulan sebelum Ramadhan karena
vertigo, saya berpikir keras gimana caranya puasa Ramadhan harus bisa
terselesaikan dengan baik. Pun dengan apa yang saya lakukan ternyata saya masih
sempat ambruk. Saya terpaksa melewatkan tarawih di masjid karena harus kembali
ke tempat tidur sesudah berbuka dan sholat maghrib.
Kalau masalah berat badan itu nomer kedua lah ya.
Walaupun sempat tertohok sekali ketika ada sahabat yang bilang bahwa berat
badan saya dan dia tidak berbeda jauh, sementara dia sudah punya anak
dua......that hurts!
Akan tetapi, saya merasa harus berbangga diri
karena saya sudah say good bye sama mie instan selama bulan Ramadhan. Pernah
merasa mie instan itu makanan termudah dan tercepat untuk sahur? Alhamdulillah,
tante selalu menyediakan makanan sahur yang sehat meski beliau sendiri tidak
berpuasa karena sakit lambung. Mungkin itu juga alasannya, sejak tante sakit,
kami lebih banyak makan masakan yang segar dan tidak lagi bergantung pada
frozen food. Saya juga berhasil mengurangi porsi nasi hingga setengahnya. Kadang
saya hanya makan nasi saat berbuka atau sahur, tapi jarang makan nasi pada
kedua waktu. Lagi-lagi alasan kesehatan tetap jadi nomer satu saat saya dengan
sadar diri memperbanyak konsumsi sayuran daripada mengambil nasi. Ketika saya
menceritakan hal ini ke teman di komunitas tahajjud, mereka bilang, ‘ah, mbak
prima memang temannya banyak bule.’ Maksudnyaaaaa. Tapi ya sudahlah, setelah
dewasa ini saya tidak terlalu ambil pusing kalau ada orang memaksa saya makan
nasi. Saya tidak bisa makan nasi sebanyak dulu, mau gimana dong.
Saya juga berhasil mengurangi minum teh, kopi,
sari buah kemasan – yang jelas kebanyakan gulanya daripada semua kandungan baik
yang kita pikir kita minum. Sekali saya minum kopi manis (atau let say,
kopi-kopian) terus malah eneg dan besoknya saya stop minum those things sampai
dua hari yang lalu. Itu pun terpaksa juga karena saya pingin minum (atau
makan?) ronde tapi sudah kekenyangan, jadi minum apapun yang ada di mobil deh.
Satu hal tentang makanan yang saya senangi saat
Ramadhan adalah, there were a lot of fruits! We never feel guilty about eating
too much fruits in Ramadhan. Saya bisa makan pepaya sekilo dalam sehari. Apalagi
saya jadi sering begadang selama Ramadhan dan saya justru engga bisa ngemil. Jadilah
selalu ada stok buah-buahan di kulkas. Bahkan, saya mampu puasa hanya dengan
sahur pisang dua buah.
Anyway, at top of that, saya ternyata kuat
berolahraga saat puasa! Pencapaian yang luar biasa karena sejauh yang saya
ingat, memang saya jarang sekali beraktivitas berat (menimba air di sumur,
misalnya) saat Ramadhan. Yang beraktivitas berat malah otak saya, duh kadang
otak bisa panas gitu saat ashar. Tapi hal itu tidak mengurangi semangat saya
untuk zumba menjelang berbuka. Awalnya juga sempat mata berkunang-kunang, but I
could make it! Meskipun cuma tiga kali doang, tapi yaaa lumayan lah, buat
pengalaman. Besok-besok artinya engga ada alasan buat bolos zumba saat sedang
puasa sunnah (tuh catet, mbak Zee!)
Terus pentingnya apa sih tulisan engga penting
ini? Saya jadi sadar kalau saya bisa menahan diri. Itu aja. Tahu dong, namanya
manusia sering lapar mata, kalau begitu buka puasa rasanya pingin makan apapun
yang ada di depan mata? Tapi sesudah minum segelas air dan makan dua butir
kurma, rasa lapar itu perlahan berkurang. Kalau mau dipaksakan ya bisa, sayangnya
perut jadi begah dan malah engga enak dibawa sholat.
Sebagaimana saya tuliskan di awal post, saya perlu
menuliskan ini untuk mengingatkan diri: eh kemarin kamu sudah berhasil menahan
diri selama sebulan lho. Memang kamu tidak langsung turun berat badan sepuluh
kilo seperti yang kamu targetkan, tapi kamu kemudian tahu bahwa tidak semua makanan
enak yang ada di depan mata harus kamu masukkan ke dalam perut.
(Jangan diketawain, buat orang yang suka ngemil seperti
saya, hal ini susah banget lho.)
Sebenarnya, makanan hanya salah satunya. Sekali
lagi Ramadhan mengajarkan kepada saya untuk bilang ‘tidak’ pada beberapa hal.
Sekali lagi Ramadhan mengajarkan kepada saya untuk mengambil jeda dan menimbang
baik-buruknya atas semua yang ingin saya ‘masukkan’ ke dalam kehidupan saya. Life
doesn’t always have to be that fast and instant. Sometimes you may find your
peace in some seconds before doing something. Mungkin ketika kita mundur dan
menolak, itulah yang baik bagi kita. Seperti berpikir sejenak sebelum
memutuskan untuk mengambil centong nasi kedua, because we actually don’t need
it. We had enough. We just want more, and this time it’s not the need of our
body.
Termasuk tentang menikah. Saya masih sering
berpikir ‘ah iya nih’ lalu sekejap kemudian berubah menjadi ‘ah masa sih?’ This
morning I had some great time playing with kids of my good buddies. Ada dua
yang sampai menangis waktu saya tinggal pulang, and I was grateful that I didn’t
lose my nurturing side. Punggung sampai pegel kasih piggyback ke dua anak
sekaligus but I was beyond happy. I thought maybe this is the time. Perhaps it’s
not just about want anymore. Probably I need this. Just like the need of self
actualization, I need to be settled down and build my own family.
But let me take a deep breath and think again. Jika
ini adalah tentang belajar menahan diri (lagi) setelah sekian kali Allah
dekatkan dengan hal tersebut, barangkali ada hal yang saya lewatkan. Barangkali,
sekali dan sekali lagi, Allah minta saya menahan diri lebih lama lagi. And I’ve
always said, kalau saya telah menahan diri selama ini, it won’t be that
difficult to continuing it for couple more (hopefully) months.
Salam,
Prima
Bulan puasa ini saya pun sukses menahan diri dari kopi hehe :)
ReplyDeletealhamdulillah, pencapaian 'kecil' namun berarti :)
DeleteAku sendiri nggak menargetkan diet apapun di Ramadhan, let it flow, tapi sepertinya hasilnya lumayan. Menahan diri insyaAllah udah, sisanya tinggal mempertahankan :D Kalau bisa sih meningkatkan... dietnya, hehe
ReplyDeleteiya, itu paling penting! Hehe
DeleteRamadhan ini aku juga berhasil menahan diri dari kolak yg dulu2 hampir tiap hari selalu ada... soalnya bapak-ibu mertua pantang santan. Haha
ReplyDelete