Monday, May 4, 2015

Traveling: Indonesia vs Overseas

The Gorgeous Bromo, photo by Jessy Eykendorp, pic source: here
Seorang teman saya punya prinsip, selama destinasi wisata di Indonesia belum dihabiskan, dia tidak akan jalan-jalan ke luar negeri. Lucunya, dia bekerja di sebuah departemen wisata negara lain, yang tugasnya ya… mempromosikan destinasi wisata di negara tersebut.  Huehehehe.

There is nothing wrong to have the principle, showing your love to this beautiful country surely is a good thing. But for me personally, I believe both of the destination give different experience.

Titik paling barat kota di Indonesia yang saya kunjungi adalah Medan, sedangkan titik paling timur adalah Maumere/Ende (yang mana yang lebih timur ya?). Sayangnya, jaman saya pergi ke kedua kota tersebut, social media belum booming seperti sekarang.

When I go to Medan, it was October 2010. I do uploaded some pictures from my trip on Facebook, tapi Instagram belum jadi tolok ukur ‘keberhasilan’ traveler masa kini (#ApaSeh), so yes I didn’t get the attention. Saya masih ingat ketika saya berada di Istana Maimun, ada syuting video klip lagu Melayu di depannya. Hihihi. Atau saya juga masih ingat betapa mualnya saya ketika diajak makan duren di salah satu jalan terbesar di kota Medan. Oh my, it just made me hate durian more.

I also still remember the spark of Kelimutu Lake, dan betapa saya merinding ketika berada di rumah pengasingan Bung Karno. Oh, saya belum berhijab saat itu, meski saya sudah baligh. Jadi dengan sangat terpaksa, meski ada foto cetaknya, saya tidak bisa menunjukkan foto-fotonya (my hair was braided, though, because we were departured from Bali, LOL). 

Pertama kali saya ke luar negeri, it was World Scout Jamboree in Thailand 2002/2003. Berhubung ogah bolak-balik, mama mengajak saya dan adik untuk sekalian bablas ke Malaysia dan Singapura. I enjoyed the trip so much, tiga minggu bok! Alhamdulillah sebagiannya adalah hari libur sekolah, jadi saya ‘cuma’ izin sekolah selama 11 hari, itupun sebagai perwakilan Indonesia. It was my first interaction with foreigners, staying by myself (yea, with my troop and my instructor, but still..), I have to cope with problems such as practicing my super bad English, and most people from Western countries think I’m a terrorist because of my hijab (read more story about it here).

So yes, traveling gives you insight, no matter where you go. Membandingkan antara perjalanan ke luar negeri dan destinasi didalam negeri, sama seperti kamu ngebandingin antara pizza dan soto. People just have different taste, but nothing is better than other.

Tentu saja saya pernah mengalami hal yang membuat perut saya tergelitik saking ‘aneh’-nya. Saat saya hendak ke Da Lat, Vietnam; dan kebetulan teman saya yang orang Vietnam sudah pernah pergi ke Malang, Indonesia.

Saya: So what specialty Da Lat has?
Dia: Not much, just like Batu.

Lah kalau kayak Batu, ngapain juga guweh kesana ye kaaan. But still, the experience is too good to ignore.

Sayapun saat ini keukeuh untuk ‘melarang’ teman-teman saya pergi ke Kamboja, karena menurut saya, Indonesia have MUCH more beautiful temples. Ketika saya tiba di depan Angkor Wat, I was like… “cuma begini doang?” #DitendangOrangKamboja Tapi kalau saya ga kesana, saya ga pernah mengalami datang mantenan di negara lain, yang ceritanya bisa dibaca disini.

Bohong kalau saya ga pingin ke Raja Ampat atau Pulau Ora, meski saya bukan anak pantai (takut item, cuy..). Saya sudah mencanangkan bahwa sebelum saya meninggal tua, saya harus mendaki Gunung Rinjani. Saya harus merasakan mabuknya perjalanan melewati Kelok Sembilan, meski mungkin ujung-ujungnya saya akan minum ant*mo. Saya pingin jadi volunteer pada Festival Bunga Tomohon dalam dua-tiga tahun kedepan.

Kalau Indonesia diibaratkan seorang wanita, surely she is the perfect one. Udah cantik, wawasannya luas, dan piawai dalam hal tenggang rasa dan toleransi, dikarenakan dalam darahnya mengalir begitu banyak keturunan (baca: suku).

Tapi saya merasa butuh untuk melakukan perjalanan ke negara-negara Timur Tengah (bukan hanya Arab Saudi, dan Dubaaaiii). If it’s not just because I’m a muslim, it’s because those places have wonderful histories. And top of that, I would LOVE to go to Norway. Speaking about Aurora… MasyaAllah, Allah is Great. 

Broad your mind. You have been lucky enough to live in a somewhat peaceful country. But remember, you are also a citizen of the world, and the world is waiting to be found by you.

For the love of traveling,
Prima

7 comments:

  1. mungkin saya salah seorang yang juga punya 'prinsip' sama dengan teman kakak, gak mau keluyuran di luar negeri dulu sebelum destinasi wisata di Indonesia sendiri belum habis, huehehehe. tapi prinsip begini gak bisa selalu diikuti sih ya. abisnya mau ke Raja Ampat aja jauh lebih mahal dibanding biaya pesawat ke Singapura. kan sedih sendiri.

    yeah, travelling gives us new insight. dan karena saya asalnya dari Kalimantan, keluyuran di Pulau Jawa itu benar-benar sesuatu (halah). everything is so different, yet very interesting :)

    ReplyDelete
  2. engg... saya gak punya prinsip apa-apa soal travelling.. tapi duh aku iri.. ujung baratku cuma lampung, timurnya malang.. :(

    ReplyDelete
  3. Aku suka travelling, tapi gak terlalu neko-neko dan mematok keinginan mau ke mana aja. *gak terlalu ada ambisi :D

    ReplyDelete
  4. Karena persepsi itu relatif ya Mbak, ngga pernah bisa sama.. Yang penting kan bisa liburan ke mana aja, asal ngga terlalu menjelek-jelekkan wisata lain..

    Just enjoy :D

    ReplyDelete
  5. aduuuh jadi pengen traveling. tapi nggak ada yang ngajak :(
    kalau berangkat sendiri nanti dibegal . hhehhe

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...