Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. QS. Al-Munafiqun (63), Ayat 11
Konon, malaikat kematian mengintai kita 70 kali sehari (sudah berusaha nyari hadits-nya, tapi kok kurang meyakinkan ya..). Selain itu, kata teman saya, dia pernah dengar bahwa nyawa kita akan dicabut ketika kita melakukan kegiatan yang paling sering kita lakukan. Kebetulan dia berkomentar seperti ini sesudah kami menonton Furious 7 (baca review saya disini). Asumsinya, Paul Walker ‘dimatikan’ oleh Allah, saat sedang berada di mobil – sesuatu yang dekat dengannya saat masih hidup.
Whatever they say about death, saya percaya mempersiapkan kematian adalah salah satu hal yang sangat penting, bahkan mungkin lebih penting daripada kehidupan itu sendiri. Ustadz Fatih Karim, guru Ustadz Felix Siauw, pernah bercerita kalau beliau menyimpan kain kafan sejumlah anggota keluarganya, diletakkan di lemari, di bagian yang terlihat setiap kali ia membuka lemari. To remind him that one day he will wear that ‘clothes’.
Di rumah tante yang saat ini saya tinggali, alhamdulillah, kematian selalu membayangi. Om saya, meninggal sekitar 1,5 tahun yang lalu. Ia tidak dalam keadaan sakit, meski memang pernah stroke ringan, tapi kontrol dokter terakhir menyatakan bahwa ia cukup sehat. Ia meninggal di sela-sela waktunya bekerja, di rumah, dalam situasi yang cukup ‘tiba-tiba’ dan tidak terduga.
When Allah said it’s the time, we can’t hold back.
Saya sering membayangkan, seperti apa nanti kematian saya. Apakah saya akan meninggal dalam damai, bersama keluarga yang mendampingi di sekeliling saya? Apakah saya akan meninggal dalam kesendirian, mungkin saat itu keluarga saya sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing, dan tidak tahu-menahu bahwa saya sedang meregang nyawa? Atau apakah saya akan meninggal dengan cepat, mungkin pada kecelakaan pesawat atau diambil nyawanya oleh seseorang?
Saya tidak tahu, saya tidak bisa menerka.
Yang saya tahu, saya tentu berharap bahwa kematian saya tidak akan merepotkan orang-orang yang saya tinggalkan. Yang saya tahu, saya berusaha agar ketika saya meninggal, mereka mendoakan saya dengan tulus, mengikhlaskan hutang-hutang saya baik material maupun hutang budi, dan memaafkan kesalahan saya. Yang saya tahu, saya berjuang agar ketika saya telah tiada, mereka hanya mengenang yang baik-baik saja dari saya.
Yang saya tahu, bahwa ketika seorang manusia meninggal terputuslah semua urusan, kecuali tiga: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak soleh. Sementara saya tidak tahu apakah saya akan sempat memiliki yang ketiga, dan tentu saya masih sangat pas-pasan untuk yang pertama; semoga, semoga Allah izinkan saya mengoptimalkan yang kedua.
Jika sister berpikir post ini sangat gloomy, sebaliknya, saya menulis sambil tersenyum. Saya ingin diri saya merasa optimis bahwa saya akan meninggal dalam keadaan yang dekat dengan keridhoan Allah. Saat sedang membaca Al-Qur’an, saat sedang menyiapkan blog post untuk #1Hari1Ayat, saat sedang perjalanan ke majelis ilmu. Doa bersama yuk, semoga aktivitas-aktivitas ini bisa lebih kita rutinkan lagi, karena ingat, kematian tidak menunggu tua.
Salam,
Prima
Whatever they say about death, saya percaya mempersiapkan kematian adalah salah satu hal yang sangat penting, bahkan mungkin lebih penting daripada kehidupan itu sendiri. Ustadz Fatih Karim, guru Ustadz Felix Siauw, pernah bercerita kalau beliau menyimpan kain kafan sejumlah anggota keluarganya, diletakkan di lemari, di bagian yang terlihat setiap kali ia membuka lemari. To remind him that one day he will wear that ‘clothes’.
Di rumah tante yang saat ini saya tinggali, alhamdulillah, kematian selalu membayangi. Om saya, meninggal sekitar 1,5 tahun yang lalu. Ia tidak dalam keadaan sakit, meski memang pernah stroke ringan, tapi kontrol dokter terakhir menyatakan bahwa ia cukup sehat. Ia meninggal di sela-sela waktunya bekerja, di rumah, dalam situasi yang cukup ‘tiba-tiba’ dan tidak terduga.
When Allah said it’s the time, we can’t hold back.
Saya sering membayangkan, seperti apa nanti kematian saya. Apakah saya akan meninggal dalam damai, bersama keluarga yang mendampingi di sekeliling saya? Apakah saya akan meninggal dalam kesendirian, mungkin saat itu keluarga saya sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing, dan tidak tahu-menahu bahwa saya sedang meregang nyawa? Atau apakah saya akan meninggal dengan cepat, mungkin pada kecelakaan pesawat atau diambil nyawanya oleh seseorang?
Saya tidak tahu, saya tidak bisa menerka.
Yang saya tahu, saya tentu berharap bahwa kematian saya tidak akan merepotkan orang-orang yang saya tinggalkan. Yang saya tahu, saya berusaha agar ketika saya meninggal, mereka mendoakan saya dengan tulus, mengikhlaskan hutang-hutang saya baik material maupun hutang budi, dan memaafkan kesalahan saya. Yang saya tahu, saya berjuang agar ketika saya telah tiada, mereka hanya mengenang yang baik-baik saja dari saya.
Yang saya tahu, bahwa ketika seorang manusia meninggal terputuslah semua urusan, kecuali tiga: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak soleh. Sementara saya tidak tahu apakah saya akan sempat memiliki yang ketiga, dan tentu saya masih sangat pas-pasan untuk yang pertama; semoga, semoga Allah izinkan saya mengoptimalkan yang kedua.
Jika sister berpikir post ini sangat gloomy, sebaliknya, saya menulis sambil tersenyum. Saya ingin diri saya merasa optimis bahwa saya akan meninggal dalam keadaan yang dekat dengan keridhoan Allah. Saat sedang membaca Al-Qur’an, saat sedang menyiapkan blog post untuk #1Hari1Ayat, saat sedang perjalanan ke majelis ilmu. Doa bersama yuk, semoga aktivitas-aktivitas ini bisa lebih kita rutinkan lagi, karena ingat, kematian tidak menunggu tua.
Salam,
Prima
Konon, orang yang dekat dg Allah harusnya ga takut mati. berarti saya belum seberapa dekat karna kdng masih jerih bayanginnya :(
ReplyDelete