"Tuhan menghadiahkan kehidupan,
para dokter hadir untuk menyelamatkan dan menjaganya."
- Quote from Path (thanks Vivi!)
I’m pretty much inspired by Indah’ post about being a doctor, as I actually once dreamed to be a doctor.
Lucunya, waktu kecil saya ga pernah menyebut ‘dokter’ sebagai cita-cita saya. Yang saya ingat, waktu SD, saya pingin jadi polwan berhijab pertama di Indonesia (ho oh, masih umur tujuh aja udah idealis begitu :p), atau jadi mubalighah. Mungkin karena dari kecil banci tampil tapi ga suka kalau ga ngapa-ngapain, macem fashion show gitu. Jaman dulu belum kenal public speaking tapi kayaknya saya udah ada bakat #asek
Bekerja di bidang kesehatan mulai terinternalisasi – halah – pada diri saya sejak saya SMP. Mama seorang penata rontgen, ayah dokter hewan, tante adiknya ayah juga dokter umum. It was just so natural to me. Saya pikir saya akan berkarir di dunia kesehatan juga.
Menjelang kenaikan kelas 3 SMA, saya mulai ngerasa ga sanggup. Mama dan ayah tidak pernah memaksa, sehingga ketika saya melihat bahwa hasil tes minat dan bakat saya mengarahkan saya ke profesi yang membutuhkan skill public speaking, saya nurut.
Dan terkadang, ada sedikit perasaan menyesal setiap kali pergi ke rumah sakit.
I think, now, I actually could push myself beyond my limit at that time. Saya ga bodoh-bodoh banget lah, biasanya di kelas saya dapat peringkat 2, pernah juga peringkat 1. IP saya di S1 rata-rata 3 sekian, it seems very easy for me as I know I can do much more than that *benerin kerah*
Saya ga bermaksud menyombongkan diri, tapi justru ini adalah pelajaran buat adik-adik sekalian. Jangan biarkan kemalasan menjauhkan kalian dari impian sebenarnya. Honestly dulu saya malas banget ikut bimbel, buat saya belajar di sekolah udah cukup, duh saya kan perlu menikmati masa muda jugaaa #YaelahPrim
But it’s true. Menjadi dokter adalah komitmen seumur hidup. Seperti kata Indah, belajarnya tiada henti. Mempersiapkan ujian masuk sekolahnya aja butuh bertahun-tahun - kalau udah di bangku kuliah adanya belajar dan belajar mulu - ko-ass pun masih belajar - nanti mau jadi spesialis juga belajar lagi. Byuh. Are you that strong?
Ga hanya fisik dan mental, tapi seiring berjalannya waktu, kepribadian seorang dokter haruslah kuat. Dari mulai harus sabar menghadapi pasien, sampai harus tahan godaan supaya tidak ‘ujub, riya’, ataupun takabbur. Oiya, meski profesinya dokter, tetep harus komunikatif apalagi kalau menjelaskan sesuatu pada pasien. Pasien kan punya hak untuk memahami detil dari penyakitnya, atau solusi alternatif dari proses penyembuhan yang dia alami. Nah, dokter harus pandai menyederhanakan penjelasannya dengan bahasa awam. Jangan sampai pasien pulang dengan tanda tanya besar di pikirannya, what’s actually happening to me?
Nah, kalau kamu sekarang sedang sekolah kedokteran atau lagi ko-ass atau lagi pendidikan spesialis, coba tengok tips dari saya supaya jadi dokter yang makin kece:
1. Miliki kegiatan sampingan
Jenuh karena belajar terus? Find a way to do interesting stuffs. Mungkin kamu mengenal Mesty Ariotedjo yang juga seorang harpis dan aktivis sosial. Sayapun punya teman yang sedang menempuh pendidikan spesialis jantung, dulu waktu kuliah Pendidikan Dokter dia tergabung di sebuah band lho. Seingat saya, dia bisa main piano, gitar, dan saksofon. Indah sendiri juga seorang blogger dan menurut saya, dia pemerhati fashion. See? It’s not about not having any free time, but you have to make it. Ujung-ujungnya supaya kamu ga stres dan bisa memaksimalkan kemampuanmu di dunia kerja.
2. Ikut kajian ilmu agama
Beberapa tahun yang lalu, pernah ada demonstrasi para dokter dengan semboyan “Dokter Bukan Tuhan”. Saya setuju banget, sebagaimana nyawa itu urusan Tuhan, kesembuhan pasien juga urusan Tuhan. Dokter ‘hanya’ dititipi berkah oleh Tuhan untuk membantu menyembuhkan sang pasien. Hubungannya dengan ilmu agama? Ya itu tadi, agar kita selalu menjadi rendah hati. Tentu saja ini bukan hanya berlaku untuk profesi dokter, tapi profesi apapun. Semakin dekat kita pada Allah, semakin dalam pemahaman kita – bahwa kita ini sebenarnya bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa. Ilmu tuh hanya titipan, sewaktu-waktu bisa dengan mudah diambil kalau Ia menghendaki.
Lalu bagaimana dengan saya? Ah, saya sudah lama bisa berdamai dengan diri sendiri. Saat ini saya fokus saja pada apa yang ada didepan saya. Yang paling penting, saya sudah mencanangkan tujuan hidup yaitu ingin membantu orang sebanyak-banyaknya. Dan profesi impian saya, menjadi konsultan pernikahan, juga sebuah bentuk membantu orang, insyaAllah.
So remember to be grateful – and no matter what you do or what you are, always, always be the best ;)
Love,
Prima
Lucunya, waktu kecil saya ga pernah menyebut ‘dokter’ sebagai cita-cita saya. Yang saya ingat, waktu SD, saya pingin jadi polwan berhijab pertama di Indonesia (ho oh, masih umur tujuh aja udah idealis begitu :p), atau jadi mubalighah. Mungkin karena dari kecil banci tampil tapi ga suka kalau ga ngapa-ngapain, macem fashion show gitu. Jaman dulu belum kenal public speaking tapi kayaknya saya udah ada bakat #asek
Bekerja di bidang kesehatan mulai terinternalisasi – halah – pada diri saya sejak saya SMP. Mama seorang penata rontgen, ayah dokter hewan, tante adiknya ayah juga dokter umum. It was just so natural to me. Saya pikir saya akan berkarir di dunia kesehatan juga.
Menjelang kenaikan kelas 3 SMA, saya mulai ngerasa ga sanggup. Mama dan ayah tidak pernah memaksa, sehingga ketika saya melihat bahwa hasil tes minat dan bakat saya mengarahkan saya ke profesi yang membutuhkan skill public speaking, saya nurut.
Dan terkadang, ada sedikit perasaan menyesal setiap kali pergi ke rumah sakit.
I think, now, I actually could push myself beyond my limit at that time. Saya ga bodoh-bodoh banget lah, biasanya di kelas saya dapat peringkat 2, pernah juga peringkat 1. IP saya di S1 rata-rata 3 sekian, it seems very easy for me as I know I can do much more than that *benerin kerah*
Saya ga bermaksud menyombongkan diri, tapi justru ini adalah pelajaran buat adik-adik sekalian. Jangan biarkan kemalasan menjauhkan kalian dari impian sebenarnya. Honestly dulu saya malas banget ikut bimbel, buat saya belajar di sekolah udah cukup, duh saya kan perlu menikmati masa muda jugaaa #YaelahPrim
But it’s true. Menjadi dokter adalah komitmen seumur hidup. Seperti kata Indah, belajarnya tiada henti. Mempersiapkan ujian masuk sekolahnya aja butuh bertahun-tahun - kalau udah di bangku kuliah adanya belajar dan belajar mulu - ko-ass pun masih belajar - nanti mau jadi spesialis juga belajar lagi. Byuh. Are you that strong?
Ga hanya fisik dan mental, tapi seiring berjalannya waktu, kepribadian seorang dokter haruslah kuat. Dari mulai harus sabar menghadapi pasien, sampai harus tahan godaan supaya tidak ‘ujub, riya’, ataupun takabbur. Oiya, meski profesinya dokter, tetep harus komunikatif apalagi kalau menjelaskan sesuatu pada pasien. Pasien kan punya hak untuk memahami detil dari penyakitnya, atau solusi alternatif dari proses penyembuhan yang dia alami. Nah, dokter harus pandai menyederhanakan penjelasannya dengan bahasa awam. Jangan sampai pasien pulang dengan tanda tanya besar di pikirannya, what’s actually happening to me?
Nah, kalau kamu sekarang sedang sekolah kedokteran atau lagi ko-ass atau lagi pendidikan spesialis, coba tengok tips dari saya supaya jadi dokter yang makin kece:
1. Miliki kegiatan sampingan
Jenuh karena belajar terus? Find a way to do interesting stuffs. Mungkin kamu mengenal Mesty Ariotedjo yang juga seorang harpis dan aktivis sosial. Sayapun punya teman yang sedang menempuh pendidikan spesialis jantung, dulu waktu kuliah Pendidikan Dokter dia tergabung di sebuah band lho. Seingat saya, dia bisa main piano, gitar, dan saksofon. Indah sendiri juga seorang blogger dan menurut saya, dia pemerhati fashion. See? It’s not about not having any free time, but you have to make it. Ujung-ujungnya supaya kamu ga stres dan bisa memaksimalkan kemampuanmu di dunia kerja.
2. Ikut kajian ilmu agama
Beberapa tahun yang lalu, pernah ada demonstrasi para dokter dengan semboyan “Dokter Bukan Tuhan”. Saya setuju banget, sebagaimana nyawa itu urusan Tuhan, kesembuhan pasien juga urusan Tuhan. Dokter ‘hanya’ dititipi berkah oleh Tuhan untuk membantu menyembuhkan sang pasien. Hubungannya dengan ilmu agama? Ya itu tadi, agar kita selalu menjadi rendah hati. Tentu saja ini bukan hanya berlaku untuk profesi dokter, tapi profesi apapun. Semakin dekat kita pada Allah, semakin dalam pemahaman kita – bahwa kita ini sebenarnya bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa. Ilmu tuh hanya titipan, sewaktu-waktu bisa dengan mudah diambil kalau Ia menghendaki.
Lalu bagaimana dengan saya? Ah, saya sudah lama bisa berdamai dengan diri sendiri. Saat ini saya fokus saja pada apa yang ada didepan saya. Yang paling penting, saya sudah mencanangkan tujuan hidup yaitu ingin membantu orang sebanyak-banyaknya. Dan profesi impian saya, menjadi konsultan pernikahan, juga sebuah bentuk membantu orang, insyaAllah.
So remember to be grateful – and no matter what you do or what you are, always, always be the best ;)
Love,
Prima
*tulisan ini diikutkan dalam IHB March Blog Post Challenge*
Dokter juga, setahu saya harus kuat dan tegar, juga nggak moody. Karena dokter harus bisa menyemangati pasiennya agar sembuh :')
ReplyDeletemakasih mba prima nuat backlink nya :)
ReplyDeleteHuhu... itu cita-citaku sewaktu kecil dan gak diridhoi oleh ortu gegara aku phobia darah xD
ReplyDelete