Senin, 5 Mei 2014, 09.00
"Serius nih, kamu ga jadi ikut?"
Saya berusaha bersikap setenang mungkin, padahal dalam hati saya nderedeg banget.
Nhung, sahabat saya yang asli Vietnam - meski sering dikira orang Korea atau Cina - mengangguk.
Harusnya, jam tiga sore nanti kami berdua bertolak ke Phnom Penh dari Ho Chi Minh.
Nhung, yang waktu magang di Indonesia sempat ke Candi Prambanan dan Borobudur, akan menjadi partner seru di trip Kamboja.
Jujur, saya ga pernah ngebayangin akhirnya pergi ke Kamboja sendiri. Tapi, berhubung Nhung sudah membulatkan tekad untuk membatalkan keberangkatan ke Kamboja, sementara saya sudah kadung beli tiket pulang dari Kamboja, okelah mari kita c'mon. Bismillah.
Saya berusaha bersikap setenang mungkin, padahal dalam hati saya nderedeg banget.
Nhung, sahabat saya yang asli Vietnam - meski sering dikira orang Korea atau Cina - mengangguk.
Harusnya, jam tiga sore nanti kami berdua bertolak ke Phnom Penh dari Ho Chi Minh.
Nhung, yang waktu magang di Indonesia sempat ke Candi Prambanan dan Borobudur, akan menjadi partner seru di trip Kamboja.
Jujur, saya ga pernah ngebayangin akhirnya pergi ke Kamboja sendiri. Tapi, berhubung Nhung sudah membulatkan tekad untuk membatalkan keberangkatan ke Kamboja, sementara saya sudah kadung beli tiket pulang dari Kamboja, okelah mari kita c'mon. Bismillah.
Perjalanan Ho Chi Minh-Phnom Penh
sekitar 6,5jam saya lalui dengan garing. Selain ga ada teman ngobrol,
saya berusaha keras untuk ga tidur karena takut kebablasan terus lupa
lapor di imigrasi. Padahal kemungkinannya nihil soalnya begitu naik
bis, kondektur akan meminta paspor kita untuk dilengkapi dgn
data-data yg dibutuhkan.
Dua setengah jam dari Ho Chi Minh,
tibalah kami di perbatasan Vietnam-Kamboja. Suka ngerasain ga sih
kalau petugas imigrasi itu hampir selalu nyeremin?
Disini saya ngalamin (lagi). Passport
case saya yg berwarna pink unyu dilepas dengan kasar. Hiks. Bikin
mental ciut. Udah gitu, saya disuruh membuka sedikit bagian kening
hijab saya untuk menunjukkan seluruh wajah. Yaudin deh, nih saya
tunjukin J-Lo (Jidat Louhan) saya.
Tapi ternyata yang lebih bikin ciut
bukan hanya itu. Jalanan selepas perbatasan rusak berat! Jalan lintas
Sumatera aja jauh lebih bagus! Belakangan saya ketahui bahwa
jalan-jalan di Kamboja terutama yang antar kota memang banyak yang
sedang diperbaiki. Termasuk jalan dari Phnom Penh ke Siem Reap -
dimana saya merampungkan tulisan ini.
Lalu, apa 'cobaan' saya selesai disitu?
Tentu tidaaak, karena tiba-tiba Nhung membatalkan kepergiannya, saya
sempat bingung cari tempat nginep dan memutuskan booking di hostel
pertama yang saya temui di hostelworld.com #BukanPromosi. Syaratnya
cuma 1: ada female dorm. Titik.
Sebagai muslimah – benerin cadar -
tentu saja saya menghindari mixed dorm yaitu kamar rame-rame, ya
walaupun bisa jadi dapet rejeki roommate secakep Captain America.
Ahahaha ngarep.
Waladalah, pilihan tempat nginep saya
ternyata sangat tepat sekali (baca dengan nada mbak-mbak pizza hut).
Di Facebook-nya, saya sempat baca kalau hostel ini mengadakan pesta
tiap weekend. And it was Monday kan jadi saya pikir aman lah. dan
paling-paling ga di bangunan hostelnya #sotoy
Yoa, tempat nginep saya adalah salah
satu tempat nginep paling hipster di kalangan backpacker bule - ga
heran review-nya bagus. But waaait, not for me. Jadi pub-nya
itu ternyata tepat di lantai 3 sedangkan kamar saya ada di lantai 2
DAN, saya sendiri menempati tempat tidur tingkat - yang bagian atas.
Sungguh lengkap penderitaan saya, bukan.
Tapi bukan orang Indonesia kalau ga
bisa melihat keuntungan dalam setiap kesempitan. Alhamdulillah, kamar
mandinya bagus, tempat tidurnya bersih, ada space buat sholat. Dan
yang paling bikin lega, teman-teman sekamar saya sangat suportif.
Masalah sholat ini, mereka bilang "this
is the consequence of staying in a dorm. but try to see the beautiful
side. You learn to understand other' culture." *manggut-manggut*
Sssttt, salah satu dari mereka juga
langsung berbinar saat mendengar saya dari Indonesia. Dese yang
berasal dari Peru langsung teriak, "Oh My God, Baliii. I will go
there next month and I want to live there for the rest of my life!"
Long story short, akhirnya saya baru
bisa tidur sekitar jam satu - sesaat setelah pesta (sepertinya)
selesai. Nyatanya, waktu saya sholat subuh jam setengah lima,
beberapa roommate masih 'melanjutkan pesta di tempat lain'. Yowes
lah. Yang penting udah sempet rebahan.
---
Jam delapan pagi, tepat ketika saya
selesai berbenah dan hendak mandi, supir tuk-tuk saya SMS, "mbakyu,
eke udah didepan hostel ya". (anggap aja demikian, tapi sebenernya Lan lakik banget kok, minumnya aja Extr* Joss - errr)
Supir tuk-tuk saya yang budiman ini,
namanya Lan. Nama panjangnya Laaaaan, mihihihi. Saya dapat
rekomendasi dari mas Ariev Rahman, tepatnya dari blog post satu ini.
Untuk setengah hari pergi, dengan tujuan: Royal Palace – kantor pos – dan dua
masjid, termasuk menjemput saya di pool bus pada malam sebelumnya, it only
costs me $12. Cukup murah, apalagi kalau misal manteman perginya
rame-rame. Satu tuk-tuk bisa untuk 3-4 orang kok.
Tujuan pertama saya adalah Royal
Palace. Berdasarkan pengalaman saya yang stres berat saat jalan-jalan
di bunker-nya Presiden Vietnam, saya memutuskan untuk skip Killing
Field.
Instead of that, sebagai calon First
Lady of Dubai (amin), saya merasa perlu studi banding ke istana raja.
Yoa, saya kan perlu mempersiapkan rancang bangun istana saya nanti
*digebukin pengawal*
Jam delapan lebih empat puluh lima
menit, saya memasuki gerbang istana. Saya memasang alarm jam setengah
sebelas, karena saya janjian dengan Lan untuk mengantar saya
cari-cari masjid di daerah Phnom Penh.
Ga banyak yang bisa dilihat dari istana
yang mematok harga 25000 riel atau setara dengan 6.5 dolar ini. Jam sepuluh tepat saya sudah check out dari komplek istana. Tapi
kebetulan hari ulang tahun raja akan datang, jadi bonusnya hari itu
kami melihat sesi latihan upacara. Selebihnya, hmmm mengingatkan saya
dengan Keraton Jogja. Terutama koleksi-koleksinya.
Yang saya suka dari istana ini, adalah
suasananya yang sejuk. Ga berasa lagi di Phnom Penh yang fanas dan
feringas. Nanti, kalau punya istana, saya akan bilang sama mas suamik
untuk tanam banyak pohon rimbun. Dan...kalau mau lihat istana saya,
tenang aja, gratis! Bonus air minum 500ml. Doanya aja ya bo', biar
saya bisa mewujudkan impian babu ini..
Harga tiket sudah termasuk mengunjungi
Silver Pagoda yang berisikan koleksi patung budha beraneka bentuk.
Didalam Silver Pagoda tersebut, tentu saja tidak boleh foto-foto,
jadi puas-puasin diri di halamannya aja ya ^^
Selepas Istana Raja dan Silver Pagoda,
masih di komplek itu juga, ada beberapa gedung kecil-kecil yang
isinya beberapa ekshibisi. Cuma.. mungkin karena kurang promosi, dan
juga sebagian besar barangnya udah somplak (yaiyalah wong namanya
juga koleksi dari raja jaman baheula), sepiii.. Berhubung saya ogah
rugi, ya pastinya saya masukin satu-satu dong, sekalian ngadem
soalnya AC-nya semriwiiing. Bahkan nih, di salah satu ekshibisi, ada
turis yang tidur aja gitu di sofanya. Byuh, ini semalem pada party di
tempat nginep akik ya? *cubit atu-atu
ini emas lhoh, emas! *curi satu* |
jadi laper.. :)) |
Love,
Prima
waaa,,trip yg menyenangkan ya saiiii :)
ReplyDeletewah asik sekali :')
ReplyDelete