Saturday, September 20, 2014

Disapa "Assalamu'alaikum" di Da Lat, Vietnam

Ketika Kak Teppy pulang dari Tur Eropa sekitar awal tahun lalu, dia agak kesulitan menemukan waktu untuk menceritakan perjalanannya. Jadilah, ada beberapa cerita yang baru di-share hingga kuartal kedua tahun ini. Lama buanget yuaaa.

Tadinya, saya pikir saya ga akan begitu, ternyata kenyataan berbeza, pemirsa *salim ke Kak Teppy*

Selama dalam perjalanan, sebenarnya saya udah berusaha bikin notes di Evernote setiap ada ide untuk nulis. Hasilnya adalah beberapa tulisan tentang Kamboja (thanks to technology, yay!). Tapi, di beberapa kota, koneksi internet agak susah didapat, jadi saya nyimpen tulisan di Notes HP. Lalu ketika HP saya rusak, good bye deh sama ide-ide tulisan saya :(((((

Butuh beberapa waktu untuk mengingat-ingat detil perjalanan, googling, nanya-nanya ke teman saya di Vietnam untuk bisa melanjutkan cerita #ThePrimTrip. But some memories stay forever. Just like this story. Enjoy!

**

Melanjutkan cerita saya di Dalat, Vietnam yang bisa dibaca disini; saya pingin merekomendasikan tourist attraction satu ini: Da Lat Plateau Railroad.

Ini bukan saya.. Tapi teman saya, Nhung ;)

Bangunan Stasiun Da Lat adalah salah satu peninggalan kolonial Perancis, that's why arsitekturnya khas banget kan. Kota Da Lat sendiri, dikarenakan kontur wilayahnya yang berbukit-bukit; ga kondusif untuk memiliki trayek rel kereta yang panjang. Jadilah ketika Perancis meninggalkan Vietnam, proyek rel kereta tidak dilanjutkan. Tahun 1990-an barulah pemerintah menggunakan kereta ini untuk menuju beberapa obyek wisata di wilayah lain di Da Lat.

Ketika saya disana, namanya juga liburan yesss; bangun pagi males-malesan, sarapan males-malesan, jalan kaki ke stasiun pun males-malesan. Jadilah kami harus menanggung akibatnya, yaitu ketinggalan kereta pagi! Zzz.

Padahal tempat nginep kami di Quang Trung St itu deket banget sama stasiun, sekitar sepuluh menit jalan kaki. Oya, kalau ke Da Lat, saya sarankan nginep di daerah sini, karena relatif tenang dan sepi. Di villa saya, kalau malam buka jendela bisa lihat pemandangan yaitu Da Lat University yang bangunannya mirip Hogwarts (anggap aja gitu, haha). Daerah lain untuk nginep adalah dekat Da Lat Market, banyak tempat makan murah disekitarnya tapi ramenya ampun deh.. 

Jadwal kereta

Pemandangan di perjalanan. Mirip di Kota Batu, ga sih? :p

Saya lupa jadinya naik kereta yang jam berapa, tapi rasanya sih siang bolong gitu. Soalnya meski mendung, cuaca cukup panas dan ketika kembali kami masih punya waktu untuk pergi ke kereta gantung.

Da Lat Plateau Railroad menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam. Satu jam untuk di perjalanan PP, dan kita mendapat waktu setengah jam untuk berkeliling di Pagoda Linh Phuoc.

Gerbang komplek Pagoda
Jalan menuju pagoda
 
 
 
 

Pagoda Linh Phuoc merupakan satu komplek pagoda yang terdiri dari dua bangunan besar dan beberapa tempat peribadatan yang lebih kecil. Di salah satu bangunan ada lonceng yang guuuedeee banget, dan ditempeli doa-doa para pengunjung. Di dekat lonceng itu, ada dua ruangan besar. Satu menyimpan patung Dewi Kwan Im yang tinggi banget, dan ditempeli ornamen bunga-bunga kering berwarna oranye keemasan. Beautiful! Ruangan yang lain sedang direnovasi, tapi sudah bisa digunakan untuk berdoa. Didalamnya juga ada banyak patung dewa-dewa, terutama Dewi Kwan Im (lagi).

Oya, kebetulan saya sedang berhalangan, jadi demi kesopanan, saya memutuskan untuk tidak masuk ke ruangan tersebut. Lagipula, buat apa juga tho yaaa, hehehe. Kalau orang Vietnam biasanya masuk, berdoa, lalu menyumbang beberapa Dong kepada penjaga kuil.

Usai berfoto (ga puaaas, cuma setengah jam, hiks), saya dan Nhung beranjak kembali ke stasiun. Dan disinilah sesuatu mengejutkan saya.

“Assalamu'alaikum..”

Saya hampir melonjak mendengarnya. Saya melihat sekeliling dan tidak menemukan siapa yang mengucapkan salam tersebut.

Seorang laki-laki muda didepan saya tampak memandangi saya.

Saya sudah ancang-ancang mundur, tapi dia mengucapkan lagi, “Assalamu'alaikum..”

“Wa'alaikumsalam”, saya jawab.

Laki-laki bernama Arifin tersebut adalah orang Vietnam keturunan Melayu, sehingga dia mampu berbicara bahasa Melayu patah-patah, dan alhamdulillah beragama Islam.
Dia dan komunitas Vespa-nya sedang mengadakan road trip dari Ho Chi Minh (bok, sepuluh jam perjalanan lho); dan ternyata kegiatannya sehari-hari adalah menjadi tour guide untuk turis dari Malaysia atau Brunei Darussalam.

“Jika kakak mahu, saya boleh antar kakak pergi di Ho Chi Minh percuma (gratis). Saya belum pernah antar turis Indonesia”, ujarnya.

Yaelaaah, jauh-jauh ke Da Lat, masih kena modus lakik juga nih. Lalala yeyeye.

Kami pun bertukar nomer telepon dan berpisah di gerbang pagoda karena masing-masing harus melanjutkan perjalanan. Sayang sekalski esok harinya ketika tiba di HCM, kesehatan saya drop dan akhirnya tidak jadi berjumpa lagi dengan kakak tampan ini #halah :)))

Sampai sekarang, saya masih feel amazed kalau mengingat kejadian ini. Betapa 'Assalamu'alaikum' adalah sebuah salam universal, yang bisa langsung menautkan dua hati orang :')

That's why I feel grateful for wearing hijab. Meski kemudian saya batal jalan-jalan gratis – woi – tapi dengan hijab, memudahkan saya diidentifikasi oleh saudara seiman saya, meski berbeda bangsa :)

Subhanallah, nikmat Allah yang mana yang kamu dustakan?

Salam,
Prima


 
 
Di depan sini lho, ketemu Kak Arifin :))
 
 
 
 
Make a wish..
Colorful yaaa, berasa di TK #lho
 

3 comments:

  1. Wkwkwk, kena modus. Gapapa mbak, modus tapi tulus :p

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. maaf saya tak ada, tapi saran saya bisa mengunjungi: Central Mosque, Ho Chi Minh, semoga masih ada Kak Sara, dia bisa bantu carikan guide berbahasa Melayu >>
      http://theprimadita.blogspot.co.id/2014/07/1hari1masjid-finale-saigon-central.html

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...