Pagi itu saya dibangunkan oleh ibunya Nhung. Nhung, teman saya – yang saya repoti selama di Vietnam – sudah menghilang, ternyata dia sudah nongkrong di kamar mandi. Kami sedang berada di Bien Hoa, yang berjarak dua jam perjalanan dari Ho Chi Minh. Di kota ini ibu Nhung sudah tinggal selama lebih dari sepuluh tahun, sedangkan Nhung, karena situasi keluarga yang kurang menyenangkan, harus merasakan berpindah-pindah dari Hanoi, Ho Chi Minh, Bien Hoa, dan beberapa kota kecil lainnya – sebelum akhirnya menetap di Ho Chi Minh karena tuntutan karier #tsah.
Hari memang masih pagi, belum ada pukul tujuh. Tapi, saya teringat semalam Nhung sudah menginformasikan kepada saya, bahwa ibunya akan melakukan sembahyang bersama. Semacam pengajian kalau dalam Islam, tapi ibunya Nhung dan kelompoknya beragama Buddha; sedangkan Nhung sendiri tidak beragama meski mempercayai adanya Tuhan (kok jadi ngomongin Nhung ya ini? ._.).
Daripada stuck di kamar dan ga bisa ngapa-ngapain, Nhung mengajak saya berpamitan lebih pagi. Tadinya saya masih ingin lebih lama di rumah tersebut, apalagi malam sebelumnya ibunya Nhung memasakkan saya sayur bening, lengkap dengan tahu dan sukun goreng. Serasa di rumah :)
Begitu tiba di jalan raya, saya bertanya pada Nhung, “Jadi, ada apa di Bien Hoa?”, yang diacuhkan oleh Nhung. Saya berjalan kaki dengan diam disampingnya, sambil memandangi kaki saya yang terlihat lebih jelek daripada biasanya (oke..). Kemarin saya merasakan insiden sandal putus gara-gara lari ngejar bis, dan hari ini saya harus puas mengenakan sepatu Crocs pink kebesaran, satu-satunya sepatu yang available dan tak bertuan di rumah ibunya Nhung. Hiks.
Nhung tiba-tiba menghentikan langkah, sehingga saya hampir menabraknya. Lalu ia menunjuk sebuah patung naga berukuran super besar di seberang jalan, “kita harus kesana." Saya mengangguk bersemangat, meski sebenarnya saya cukup malas, karena 1) cuaca panasss sekaleee; 2) sepatu saya jeleeeeek :'( *lah apa hubungannya*
Ternyata naga tersebut merupakan pagar dari sebuah arena hiburan, yang dari luar tampak seperti...THR Surabaya. Setelah membeli tiket, saya pun masuk sambil berdoa semoga tidak ada orkes melayu yang sedang konser (lagi jauh banget prim?).
Dragonland di hari Minggu pagi yang cerah – yang dalam bayangan saya mestinya rame karena seperti itulah keadaan taman hiburan di Indonesia – ternyata sepi pi seperti kuburan. Saya sampai ga tega ngeliat arena permainan yang ada disitu, seperti Bom Bom Car, Bianglala, dan lain-lain. Tidak ada orang yang bermain disana.
Sebagai gantinya, kami bertemu sekelompok pramuka yang sedang berkemah; dan saya menyempatkan SKSD dengan mengajak dua orang pramuka berfoto bersama. Usaha saya menjelaskan bahwa saya juga pernah jadi pramuka sepertinya sia-sia, mereka segera berlari usai berfoto, mungkin ketakutan pada Crocs saya yang buruk rupa :(
Dragonland - seperti diceritakan Nhung kepada saya, yang saya ragukan kebenarannya – dulunya adalah daerah penambangan pasir, mungkin seperti di Gresik gitu ya. Suatu hari ada banjir besar melanda Bien Hoa, dan daerah yang ditinggal para pekerja jadi tergenang air seperti danau. Beberapa orang kreatif (dan mata duitan) datang dan melihat peluang untuk menjadikan tanah tersebut sebagai tempat wisata. Dan jadilah Dragonland seperti yang saya nikmati saat ini. Alhamdulillah, ga sempat ke Ha Long Bay, Dragonland boleh juga *menghibur diri *puk-puk
Danau ini juga lumayan terkenal untuk jadi tempat pemotretan pre-wedding dan foto kalender. Ketika saya disini, saya ketemu dua pasang calon pengantin dan beberapa orang model lagi photo shoot disitu. Tadinya pingin foto bareng salah satu model, naksir long dress-nya. Tapi fotografernya jahat banget, saya disuruh bayar masaaa. Hih. #zbl #kzl
Tapi sebelnya ga lama kok. Karena di Dragonland ini, saya mengalami kejadian yang bikin terharu. Ketika kami lagi beristirahat di depan pagoda, tiba-tiba seorang wanita tua yang baru selesai beribadah mendekati saya dan mengatakan sesuatu dalam bahasa Vietnam (yaiyalah masa bahasa Thailand #krik). Saya berharap Nhung segera menerjemahkannya karena Nhung terlihat bahagia mendengarnya. Yang ada, pembicaraan makin panjang dan lama-lama orangnya seperti pidato. Pas ibunya ambil napas, Nhung berkata bahwa ia memuji saya.
Nhung: She said your heart must be pure.
Saya: Of courseee, you know me, right.. - digetok Nhung – oh, how come?
Nhung: Because you wear hijab.
Saya: But it's a must in my religion.
Nhung: Yep, she knows it. But she thinks, for a young woman like you, it must be a sacrifice to cover your beautiful hair as well as your nice skin.
Saya: She said I am beautiful??? *penting *ditimpuk Nhung lagi – oh.. Please tell her I am okay, I am do it voluntarily.
Nhung: Yes, she said you are really devoted towards your God, and she wishes you a happy and peaceful life because you do it.
Mata saya berkaca-kaca, dan mengucapkan, “cam on” (terima kasih) kepada ibu tersebut yang lalu beranjak pergi.
Miles from my hometown, seseorang menyadarkan saya kembali akan makna 'pengorbanan' kepada Tuhan. Betapa saya malu, pengorbanan saya kecil sekali artinya dibanding dengan apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Kesehatan, kesempatan dan rezeki dari-Nya yang membuat saya bisa traveling. Ah, dan saya 'cuma' bisa berhijab.
Saya meninggalkan Dragonland dengan hati lapang. Meski kemudian kami harus berlari-lari mengejar bis (lagi), dan saya harus 'menikmati' tatapan aneh semua penumpang bis karena hijab saya, kali ini saya mempersembahkan senyum termanis. Saya sedang melakukan bakti saya kepada Tuhan saya, and nothing can take it away from me :)
Lots of love,
Prima
Hari memang masih pagi, belum ada pukul tujuh. Tapi, saya teringat semalam Nhung sudah menginformasikan kepada saya, bahwa ibunya akan melakukan sembahyang bersama. Semacam pengajian kalau dalam Islam, tapi ibunya Nhung dan kelompoknya beragama Buddha; sedangkan Nhung sendiri tidak beragama meski mempercayai adanya Tuhan (kok jadi ngomongin Nhung ya ini? ._.).
Daripada stuck di kamar dan ga bisa ngapa-ngapain, Nhung mengajak saya berpamitan lebih pagi. Tadinya saya masih ingin lebih lama di rumah tersebut, apalagi malam sebelumnya ibunya Nhung memasakkan saya sayur bening, lengkap dengan tahu dan sukun goreng. Serasa di rumah :)
Begitu tiba di jalan raya, saya bertanya pada Nhung, “Jadi, ada apa di Bien Hoa?”, yang diacuhkan oleh Nhung. Saya berjalan kaki dengan diam disampingnya, sambil memandangi kaki saya yang terlihat lebih jelek daripada biasanya (oke..). Kemarin saya merasakan insiden sandal putus gara-gara lari ngejar bis, dan hari ini saya harus puas mengenakan sepatu Crocs pink kebesaran, satu-satunya sepatu yang available dan tak bertuan di rumah ibunya Nhung. Hiks.
Nhung tiba-tiba menghentikan langkah, sehingga saya hampir menabraknya. Lalu ia menunjuk sebuah patung naga berukuran super besar di seberang jalan, “kita harus kesana." Saya mengangguk bersemangat, meski sebenarnya saya cukup malas, karena 1) cuaca panasss sekaleee; 2) sepatu saya jeleeeeek :'( *lah apa hubungannya*
Ternyata naga tersebut merupakan pagar dari sebuah arena hiburan, yang dari luar tampak seperti...THR Surabaya. Setelah membeli tiket, saya pun masuk sambil berdoa semoga tidak ada orkes melayu yang sedang konser (lagi jauh banget prim?).
Dragonland di hari Minggu pagi yang cerah – yang dalam bayangan saya mestinya rame karena seperti itulah keadaan taman hiburan di Indonesia – ternyata sepi pi seperti kuburan. Saya sampai ga tega ngeliat arena permainan yang ada disitu, seperti Bom Bom Car, Bianglala, dan lain-lain. Tidak ada orang yang bermain disana.
eh ada arca mini nyempil.. |
Sebagai gantinya, kami bertemu sekelompok pramuka yang sedang berkemah; dan saya menyempatkan SKSD dengan mengajak dua orang pramuka berfoto bersama. Usaha saya menjelaskan bahwa saya juga pernah jadi pramuka sepertinya sia-sia, mereka segera berlari usai berfoto, mungkin ketakutan pada Crocs saya yang buruk rupa :(
Dragonland - seperti diceritakan Nhung kepada saya, yang saya ragukan kebenarannya – dulunya adalah daerah penambangan pasir, mungkin seperti di Gresik gitu ya. Suatu hari ada banjir besar melanda Bien Hoa, dan daerah yang ditinggal para pekerja jadi tergenang air seperti danau. Beberapa orang kreatif (dan mata duitan) datang dan melihat peluang untuk menjadikan tanah tersebut sebagai tempat wisata. Dan jadilah Dragonland seperti yang saya nikmati saat ini. Alhamdulillah, ga sempat ke Ha Long Bay, Dragonland boleh juga *menghibur diri *puk-puk
Danau ini juga lumayan terkenal untuk jadi tempat pemotretan pre-wedding dan foto kalender. Ketika saya disini, saya ketemu dua pasang calon pengantin dan beberapa orang model lagi photo shoot disitu. Tadinya pingin foto bareng salah satu model, naksir long dress-nya. Tapi fotografernya jahat banget, saya disuruh bayar masaaa. Hih. #zbl #kzl
Tapi sebelnya ga lama kok. Karena di Dragonland ini, saya mengalami kejadian yang bikin terharu. Ketika kami lagi beristirahat di depan pagoda, tiba-tiba seorang wanita tua yang baru selesai beribadah mendekati saya dan mengatakan sesuatu dalam bahasa Vietnam (yaiyalah masa bahasa Thailand #krik). Saya berharap Nhung segera menerjemahkannya karena Nhung terlihat bahagia mendengarnya. Yang ada, pembicaraan makin panjang dan lama-lama orangnya seperti pidato. Pas ibunya ambil napas, Nhung berkata bahwa ia memuji saya.
Nhung: She said your heart must be pure.
Saya: Of courseee, you know me, right.. - digetok Nhung – oh, how come?
Nhung: Because you wear hijab.
Saya: But it's a must in my religion.
Nhung: Yep, she knows it. But she thinks, for a young woman like you, it must be a sacrifice to cover your beautiful hair as well as your nice skin.
Saya: She said I am beautiful??? *penting *ditimpuk Nhung lagi – oh.. Please tell her I am okay, I am do it voluntarily.
Nhung: Yes, she said you are really devoted towards your God, and she wishes you a happy and peaceful life because you do it.
Mata saya berkaca-kaca, dan mengucapkan, “cam on” (terima kasih) kepada ibu tersebut yang lalu beranjak pergi.
Miles from my hometown, seseorang menyadarkan saya kembali akan makna 'pengorbanan' kepada Tuhan. Betapa saya malu, pengorbanan saya kecil sekali artinya dibanding dengan apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Kesehatan, kesempatan dan rezeki dari-Nya yang membuat saya bisa traveling. Ah, dan saya 'cuma' bisa berhijab.
Saya meninggalkan Dragonland dengan hati lapang. Meski kemudian kami harus berlari-lari mengejar bis (lagi), dan saya harus 'menikmati' tatapan aneh semua penumpang bis karena hijab saya, kali ini saya mempersembahkan senyum termanis. Saya sedang melakukan bakti saya kepada Tuhan saya, and nothing can take it away from me :)
Lots of love,
Prima
Bonus foto: Nhung and I :) |
masyaAllah, terharu dengan komentar si Ibu tentang wanita berhijab :')
ReplyDeletebtw mbak, aku kira Nhung itu cowok, ternyata cewek (dan cantik) ^^
salam kenal ya mbak :)
Waaa aku kan selama di Vietnam nginepnya di tempat Nhung. kalau Nhung cowok bisa-bisa aku pulang bawa oleh-oleh :D
DeleteMakasih ya, dia seneng dibilang cantik. Hihi
Terima kasih sudah mampir ;)
Oh ini jadi tulisan yang katanya ngikutin aku? Hih!
ReplyDeleteKamu lucu uga mb, tapi gak mau ketemu aku :(
Bukan ga mau maaas, tapi tapi tapi keadaan belum berpihak pada kita.. :( mungkin nanti sekali-kalinya ketemu di pelaminan mas, pertanyaannya, sebagai apa? :p
Delete