Sunday, September 6, 2015

Lapangan GSP: Olahraga Beneran vs Cuci Mata

Pic from here.
Sebelum kita memasuki tema kedua di #30harikotakubercerita, yaitu ruang publik; let me tell you a thing or two about why I choose to write Yogyakarta instead of my hometown, Surabaya.

Awal November itu, saya tiba di Jogja dengan perasaan berbeda. Saya memang begitu bersemangat karena saya akan memasuki karantina World Muslimah Award 2014 dengan sekitar 20-an finalis lain dari berbagai negara. Tapi, sebagaimana telah saya kemukakan di salah satu sesi penjurian yang mengundang audiens umum – I burnt the bridge. There was no turning back for me. Menang atau kalah, saya tidak bisa 'pulang' ke Surabaya. Ya, untuk membuktikan 'keseriusan' saya pada ajang pemilihan muslimah berbakat tersebut, saya memutuskan untuk resign dari tempat kerja yang sudah sempat membuat saya punya tabungan selama 2,5 tahun. But I had no time to think about that. I just wanted to give my best, and I got Inspiring Muslimah award at the coronation night. Alhamdulillah.

Sesudah gegap gempita World Muslimah Award berakhir, kekhawatiran mulai merasuki diri saya. I have no job, my saving is only enough for perhaps two or three months, I got nothing to do. Worse, I only had some friends. Saya memang pernah bersekolah di Jogja selama satu tahun, tepatnya saat kelas 1 SMA, tapi saya pindah ketika kenaikan kelas. Untungnya, sebuah peristiwa yang disebut 'kebetulan' mempertemukan saya dengan tiga orang teman yang dulu pernah sekelas. Selain mereka, ada beberapa kenalan – yang tentunya punya kesibukannya masing-masing.

Desember 2014 hingga Januari 2015, saya hampir frustrasi karena saya terbiasa melakukan sesuatu. Meski saya tetap blogging, saya merasa...tidak berguna.

Tapi Allah masih sangat menyayangi saya. Ia mengizinkan saya untuk kembali bersekolah tanpa suatu halangan yang berarti, dan memberikan saya begitu banyak kesempatan untuk terus menambah teman-teman baru.

Bulan ini, hampir sebelas bulan saya tinggal di Jogja. Meski Jogja sudah jauh berbeda dengan ketika saya SMA dulu (dan terutama macetnya, Allahu Akbar! - tapi kita akan membahasnya nanti saat tema lalu lintas), setiap bulannya saya menemukan alasan-alasan baru yang membuat saya terus jatuh hati pada Jogja.

Salah satunya adalah ruang publik yang dimiliki oleh Jogja. Sejujurnya, saya sempat bingung mau menulis tentang apa. Surabaya punya Taman Bungkul dan Tunjungan Plaza (eh ini ruang publik bukan ya? :p), Malang punya Alun-Alun, dan Jakarta punya banyak taman yang lumayan cantik meski tetap aja gerah. Okay, Jogja juga punya alun-alun, tapi buat saya agak kurang menarik. Mungkin juga karena saya baru kesana sekali saat menemani teman dan suaminya yang mau mencoba tantangan beringin kembar di alun-alun selatan (atau Alkid nama kerennya, it stands for Alun-alun Kidul btw).

Sampai kemudian, seorang teman yang saya kenal lewat sebuah event bertanya di grup line kami: guys, temenku nanya nih, kalau mau jogging di GSP, jam berapa yang kira-kira banyak cewek cakepnya?

Hahahahahaha.

Jadi, yang namanya GSP alias Grha Sabha Permana sebenarnya adalah gedung yang sering dijadikan pusat pertemuan di Universitas Gadjah Mada; sedangkan lapangan didepan GSP kalau ga salah namanya adalah Lapangan Pancasila (ini kata tante saya yang mulai S1 sampai S3 kuliahnya di FEB UGM). Cuma, orang-orang sudah terbiasa menyebut lapangan ini sebagai lapangan GSP.

Waktu awal masuk kuliah, saya sempat kaget lho melihat begitu banyak orang berkumpul di GSP. Bukan, bukan lagi ngantri sembako. Tapi lagi ngantri jodoh :))) Ya kan, siapa tau waktu lagi jogging atau sepedaan tipis-tipis, ada yang bening di sebelah kita. Ngobrol sambil modus bisa kaliii. *prima ngajarin yang ga bener -_-

Biasanya sih keramaian akan dimulai sekitar jam empat sore sampai sekitar maghrib. Tapi kalau hari sabtu atau minggu, katanya pagi juga ramai.

Kok katanya???

Hehe, iya, saya belum pernah ngerasain berolahraga di GSP. Soalnya grogi, banyak yang ngeliatin. #errr

Nah, berhubung saya ga pernah kesana untuk sekedar jogging (ke UGM kalau ga buat ke perpus, ya kuliah lah), mohon maaf lahir bathin saya ga bisa kasih banyak tips. Tapi satu yang penting, sister harus bawa minum sendiri. Memang sih di gerbang selatan dekat pertigaan ke arah Fakultas Kedokteran Gigi ada rombong yang menjual minuman; tapi harganya tuh mahal banget. Saya pernah terpaksa membeli P*c*k H*r*m saat menunggu dijemput tante saya, dan harganya Rp. 6.000/botol. Hiks, sedihnya. Kalau dibeliin di Ind*m*r*t bisa dapet dua botol yes. Alternatifnya, kalau sister sudah cukup berolahraga, sister bisa ke food court di belakang Gelanggang/BNI, atau coba aja ke salah satu warung tenda yang berjejer di sepanjang Jakal. Menjelang malam, beberapa warung terlihat penuh sesak lho, apalagi kalau malam minggu.

So, bisa banget nih modusin cowok cakep yang lari-lari sama husky lucu-nya, “eh, aku lagi ulang tahun lho. Ikut aku dan temen-temen ngemil roti bakar disitu yuk.” (maap saya ga jago nggombal, saya jagonya tilawah Qur'an #ahseeek) Yaaa semacam gitu lah. Olahraga dapat, seru-seruan sama teman juga dapat.

Jadi, siapa yang mau ngatur janjian sama gengnya untuk berolahraga di GSP weekend depan? ;)

Salam olahraga,
Prima

1 comment:

  1. Kalau di Bandung itu kayak gasibu ya tempat olahraga tapi banyak yang nongkrong dan jajannya juga XD
    Jogja emang asik banget ya, ga kapok kapok main kesana deh XD
    Masalah macet mah masih kalah dong sama bandung :p

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...