Pic from here. |
Sebelum
kita memasuki tema kedua di #30harikotakubercerita, yaitu ruang
publik; let me tell you a thing or two about why I choose to write
Yogyakarta instead of my hometown, Surabaya.
Awal
November itu, saya tiba di Jogja dengan perasaan berbeda. Saya memang
begitu bersemangat karena saya akan memasuki karantina World Muslimah
Award 2014 dengan sekitar 20-an finalis lain dari berbagai negara.
Tapi, sebagaimana telah saya kemukakan di salah satu sesi penjurian
yang mengundang audiens umum – I burnt the bridge. There was no
turning back for me. Menang atau kalah, saya tidak bisa 'pulang' ke
Surabaya. Ya, untuk membuktikan 'keseriusan' saya pada ajang
pemilihan muslimah berbakat tersebut, saya memutuskan untuk resign
dari tempat kerja yang sudah sempat membuat saya punya tabungan
selama 2,5 tahun. But I had no time to think about that. I just
wanted to give my best, and I got Inspiring Muslimah award at the
coronation night. Alhamdulillah.
Sesudah
gegap gempita World Muslimah Award berakhir, kekhawatiran mulai
merasuki diri saya. I have no job, my saving is only enough for
perhaps two or three months, I got nothing to do. Worse, I only had
some friends. Saya memang pernah bersekolah di Jogja selama satu
tahun, tepatnya saat kelas 1 SMA, tapi saya pindah ketika kenaikan
kelas. Untungnya, sebuah peristiwa yang disebut 'kebetulan'
mempertemukan saya dengan tiga orang teman yang dulu pernah sekelas.
Selain mereka, ada beberapa kenalan – yang tentunya punya
kesibukannya masing-masing.
Desember
2014 hingga Januari 2015, saya hampir frustrasi karena saya terbiasa
melakukan sesuatu. Meski saya tetap blogging, saya merasa...tidak
berguna.
Tapi
Allah masih sangat menyayangi saya. Ia mengizinkan saya untuk kembali
bersekolah tanpa suatu halangan yang berarti, dan memberikan saya
begitu banyak kesempatan untuk terus menambah teman-teman baru.
Bulan
ini, hampir sebelas bulan saya tinggal di Jogja. Meski Jogja sudah
jauh berbeda dengan ketika saya SMA dulu (dan terutama macetnya,
Allahu Akbar! - tapi kita akan membahasnya nanti saat tema lalu
lintas), setiap bulannya saya menemukan alasan-alasan baru yang
membuat saya terus jatuh hati pada Jogja.
Salah
satunya adalah ruang publik yang dimiliki oleh Jogja. Sejujurnya,
saya sempat bingung mau menulis tentang apa. Surabaya punya Taman
Bungkul dan Tunjungan Plaza (eh ini ruang publik bukan ya? :p),
Malang punya Alun-Alun, dan Jakarta punya banyak taman yang lumayan
cantik meski tetap aja gerah. Okay, Jogja juga punya alun-alun, tapi
buat saya agak kurang menarik. Mungkin juga karena saya baru kesana
sekali saat menemani teman dan suaminya yang mau mencoba tantangan
beringin kembar di alun-alun selatan (atau Alkid nama kerennya, it
stands for Alun-alun Kidul btw).
Sampai
kemudian, seorang teman yang saya kenal lewat sebuah event bertanya
di grup line kami: guys, temenku nanya nih, kalau mau jogging di GSP,
jam berapa yang kira-kira banyak cewek cakepnya?
Hahahahahaha.
Jadi,
yang namanya GSP alias Grha Sabha Permana sebenarnya adalah gedung
yang sering dijadikan pusat pertemuan di Universitas Gadjah Mada;
sedangkan lapangan didepan GSP kalau ga salah namanya adalah Lapangan
Pancasila (ini kata tante saya yang mulai S1 sampai S3 kuliahnya di
FEB UGM). Cuma, orang-orang sudah terbiasa menyebut lapangan ini
sebagai lapangan GSP.
Waktu
awal masuk kuliah, saya sempat kaget lho melihat begitu banyak orang
berkumpul di GSP. Bukan, bukan lagi ngantri sembako. Tapi lagi
ngantri jodoh :))) Ya kan, siapa tau waktu lagi jogging atau sepedaan
tipis-tipis, ada yang bening di sebelah kita. Ngobrol sambil modus
bisa kaliii. *prima ngajarin yang ga bener -_-
Biasanya
sih keramaian akan dimulai sekitar jam empat sore sampai sekitar
maghrib. Tapi kalau hari sabtu atau minggu, katanya pagi juga ramai.
Kok
katanya???
Hehe,
iya, saya belum pernah ngerasain berolahraga di GSP. Soalnya grogi,
banyak yang ngeliatin. #errr
Nah,
berhubung saya ga pernah kesana untuk sekedar jogging (ke UGM kalau
ga buat ke perpus, ya kuliah lah), mohon maaf lahir bathin saya ga
bisa kasih banyak tips. Tapi satu yang penting, sister harus bawa
minum sendiri. Memang sih di gerbang selatan dekat pertigaan ke arah
Fakultas Kedokteran Gigi ada rombong yang menjual minuman; tapi
harganya tuh mahal banget. Saya pernah terpaksa membeli P*c*k H*r*m
saat menunggu dijemput tante saya, dan harganya Rp. 6.000/botol.
Hiks, sedihnya. Kalau dibeliin di Ind*m*r*t bisa dapet dua botol yes.
Alternatifnya, kalau sister sudah cukup berolahraga, sister bisa ke
food court di belakang Gelanggang/BNI, atau coba aja ke salah satu
warung tenda yang berjejer di sepanjang Jakal. Menjelang malam,
beberapa warung terlihat penuh sesak lho, apalagi kalau malam minggu.
So, bisa
banget nih modusin cowok cakep yang lari-lari sama husky lucu-nya,
“eh, aku lagi ulang tahun lho. Ikut aku dan temen-temen ngemil roti
bakar disitu yuk.” (maap saya ga jago nggombal, saya jagonya
tilawah Qur'an #ahseeek) Yaaa semacam gitu lah. Olahraga dapat,
seru-seruan sama teman juga dapat.
Jadi,
siapa yang mau ngatur janjian sama gengnya untuk berolahraga di GSP
weekend depan? ;)
Salam
olahraga,
Prima
Kalau di Bandung itu kayak gasibu ya tempat olahraga tapi banyak yang nongkrong dan jajannya juga XD
ReplyDeleteJogja emang asik banget ya, ga kapok kapok main kesana deh XD
Masalah macet mah masih kalah dong sama bandung :p