dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis, (Q.S. An-Najm (53): 43)
Sekitar dua hari yang lalu, saya mengatakan kepada sahabat bahwa hidup saya tak ubahnya seperti sedang naik rollercoaster: sebentar happy, sebentar gila. Sering saya komat-kamit berdoa, “Ya Allah, tolong jangan buat aku jantungan dengan skenario-Mu.” Bayangkan saja, Kamis malam saya bingung sebingung-bingungnya karena sudah mentok, tetiba keesokan paginya saya dapat bantuan bertubi-tubi dari teman-teman… lalu sorenya saya mem-block semua kontak mama dan adik saya karena bertengkar habis-habisan di telepon. Ya, begitulah hidup. You can plan, but you have to prepare yourself for all the surprises.
Lalu bagaimana caranya menguatkan mental untuk menjalani hari-hari? Saya pribadi sedang berupaya memperbaiki salat, dari mulai wajib, sunah rawatib, dan salat-salat yang lain. Saya juga belajar untuk lebih khusyuk dengan cara menyelami makna bacaan salat dan surat pendek. Pada suatu waktu, saya pernah hampir ambruk karena mencoba menginternalisasi kalimat takbir. Iya, ‘Allahu Akbar’ yang biasa kita bacakan sambil lalu untuk mengawali salat. Kali itu, saya mengumpulkan semua konsentrasi yang saya punya dan ‘mengucap’ Allahu Akbar dari hati. Ya Allah, rasanya tubuh saya ingin bersungkur – bersujud dan tidak bangun lagi.
“…menggemakan Allahu Akbar merupakan penegasan hakiki tentang betapa kecilnya kita sebagai makhluk di hadapan Sang Pencipta. Menurut Imam Ja’far, Kemahabesaran Allah tidak bisa diukur dengan suatu hal apapun. Merasakan kebesaran Allah adalah dengan cara meresapinya lewat akhlak dan akidah kita. Karena jika kita benar-benar meresapi hal itu, kalimat takbir yang sering kita ucap secara langsung membuat kita merasa kerdil, kecil, dan tiada daya upaya.” – BincangSyariah
Setelah memahami agungnya kalimat takbir ini, saya jadi lebih sering ‘berbincang’ dengan Allah.
“Ya Allah, aku mau pindah kos ke Gianyar hari ini.” – Eh kok, sopir langganan sedang available.
“Ya Allah, maaf tadi pagi aku tidak jadi datang pengajian di Masjid Muhammad. Sekarang aku akan salat zuhur di Masjid Al-Ukhuwwah.” – Ndilalah saya bertemu dengan KBIH yang sedang manasik haji, dan diperbolehkan mempromosikan Pelatihan Baca Alquran.
“Ya Allah, terima kasih sudah membangunkan aku untuk tahajud.” – Kebetulan teman tidak pulang ke kosnya sehingga saya bisa lebih leluasa.
“Ya Allah, aku ingin salat isya’ di masjid dekat kos.” – Perjalanan Denpasar-Gianyar sejauh 30km lancarrr.
Ya, Allah se-Maha Besar itu. Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk Allah selesaikan.
Tentu saja hal ini tidak lantas membuat hidup saya mulus. Masih ada friksi dimana-mana, seperti saya ceritakan minggu lalu, tentang perpisahan saya dengan grup pengajian di Bali. Problematika rumah tangga antara saya dan mama yang tidak kunjung membaik. Kisah cinta yang enggak ada kemajuan (hari Sabtu kemarin saya maraton nonton He’s Just Not That Into You dan 500 Days of Summer, and I feel so so stupid). And many other stuffs.
I am sure you feel that way too. Rasanya pengin hidup ini baik-baik aja terus, enggak ada yang bikin sedih. Ya kan?
Tapi Allah menciptakan kekurangan, agar kita bisa mengapresiasi kelebihan. Allah membuat kita menangis, agar kita tahu betapa menyenangkannya tertawa. Allah mengambil begitu banyak hal (atau bahkan orang) dari genggaman kita, agar kita kembali kepada-Nya.
…"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". (Q.S. Ali ‘Imran (3): 173)
Semoga minggu ini saya dapat lebih rida atas ketetapan-Nya, mengurangi pengharapan dan ketergantungan atas manusia, dan --- lebih produktif lagi di kantor (penting!). Semoga kamu pun bisa belajar dari apa yang alami, trust Him no matter what!
Salam,
Prima
No comments:
Post a Comment