Tuesday, July 17, 2018

Ubud Journal #3 & #4

Dua minggu terakhir, bukan hanya pekerjaan yang menjadi semakin banyak dan berat, ada tantangan lain yang harus saya hadapi: suhu Ubud menurun secara drastis! Pada siang hari tentu saya sangat menikmatinya, apalagi kalau lagi puasa. Tetapi pada pagi dan malam hari, ya Allah, ingin rasanya enggak mandi karena saya enggak punya water heater. Namun apa daya, daripada teman kantor komplain dan saya enggak bisa tidur, ‘terpaksa’ saya mandi cepat-cepat. Lebih dari 10 menit di kamar mandi, berpotensi bikin sakit demam (dan sebenarnya badan saya sudah panas-dingin sejak tiba di Ubud sebulan yang lalu).

To be honest, saya merasa kasihan kepada para turis yang tidak bisa menikmati Ubud dalam keadaan hujan. Kasihan bok, sudah jauh-jauh dari Amerika/Eropa terus enggak bisa kemana-mana. But anyway, dari sononya Ubud is indeed a place to rest, jadi kalau cuaca begini rasanya ingin selimutan terus sambil pelukan… Sayang sekali saya hanya bisa memeluk agama. Wkwk.

Saya juga kembali sibuk mengurusi Muslimah Sinau, karena saya ingin sekali melihat akun ini bertumbuh. Mohon doanya ya, dan mohon saran kalau ada yang ingin Sister lihat di akun tersebut. I want it to be one-stop place to gain Islamic insights, as well as offering Islamic-related activities. Makanya akhir-akhir ini saya sering mematikan data Internet pada petang hari agar saya bisa berkontemplasi, what do I really need to learn in order to make everything accomplished well? Saya juga sedang butuh memperbaiki koneksi dengan Allah, karena kalau banyak mau ya kudu banyak doa dooong.

Sementara akhir pekan saya tetap seru seperti biasa. Meskipun belum sempat berwisata layaknya seorang turis beneran, tapi saya cukup menikmati beberapa event, seperti melihat prosesi Ngaben di Banjar Padangtegal Ubud, which is Ngaben massal yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Jadi yang ikut ada 100-an orang (atau jenazah lebih tepatnya). Attending this event makes me remembering death in another way. Ada ‘tuntutan’ agar kita jadi orang baik selama hidup, agar ketika kita meninggal nanti, orang-orang yang kita tinggalkan akan ikhlas me-ngaben-kan kita. Begitu yang saya pelajari dari Ibu Kos yang beragama Hindu. Btw, yang di-aben adalah bapak iparnya General Manager di kantor, jadi yaaa anggap aja takziyah. Hehe.

Selepas hari Minggu, hari Senin lalu saya menghadiri pesta ulang tahun Ibu Bos. Berhubung Ibu Bos punya restoran dan homestay, tentu saja makanan yang disajikan sangatlah enak… Kayaknya sih, soalnya saya enggak banyak makan (haha, you know why). Tapi saya suka banget dengan kentang panggangnya, lagi mikir itu kentang biasa atau apa, kok manis… Hmmm.

Lalu seminggu berjalan dengan cepat dengan hujan di sana-sini, hingga saya pun batal jogging di Campuhan pada hari Sabtu pagi, huhu. Padahal saya sudah sangat bersemangat dan membayangkan bisa PP sebanyak 4 kali. Soalnya pengin banget pakai dress lucu pada pernikahan saya perhelatan UWRF18 akhir Oktober, jadi mau enggak mau ini sungguhan olahraga (walaupun cuma jogging) dan mengurangi gula. Usaha lainnya, ntar dulu deh. Kalau sudah bisa cut off minuman manis sepenuhnya, baru lanjut ke langkah berikutnya.

Salah satu hal paling membahagiakan bulan ini adalah, hari minggu lalu saya menghadiri rihlah bersama Yukngaji Bali. Ternyata mencari kajian Islam di Bali ini enggak susah, hanya jarang sekali di sekitar Ubud/Gianyar. Kalau enggak di Denpasar, ya di Klungkung. Kebetulan Yukngaji Bali yang merupakan cabang dari komunitas hijrah FAST sedang membuka pendaftaran untuk KEY (Kelas Eksekutif Yukngaji). Saya sudah daftar, dan insya Allah nanti bulan September akan mulai belajar lagi tentang Islam dari aspek aqidah, sejarah, dan dakwah. So excited!

Apa lagi ya cerita dua minggu ini? Kadang memang membosankan sih, as I said meskipun judulnya tinggal di Bali, lain-lainnya sih tetap sama. Kudu ngosek WC, nyapu-ngepel-nyuci baju, gitu deh namanya aktivitas sehari-hari kayak gimana sih, Sister… Bedanya, sekarang saya kembali tinggal sendiri sesudah 6 tahun jadi saya punya lebih banyak kesempatan untuk berkonsolidasi dengan diri saya. Percayalah, pada dasarnya saya menyenangi kesendirian dan sering butuh ‘istirahat’ setelah berinteraksi dengan banyak orang. That’s why I am enjoying this solitude. I’d like to go home to my lovely room, pray and recite Qur’an, read books, and sleep. Kalau kata teman saya, “puas-puasin deh, sebelum meniqa dan punya anak, dan lu enggak akan bisa tidur nyenyak lagi.” Hehehe.

Well, that’s all for these 2 weeks. There will be more excitement as more of my friends will come to Ubud this week, and I will go to Jakarta next weekend. Have a nice week ahead, fellas!

Lots of love,
Prima

1 comment:

  1. You survive so well 😌
    Luar biasa sekalipun tinggal di Bali masih usaha untuk mengaji (jadi motivasi buatku nih 😁)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...