Wednesday, July 4, 2018

Ubud Journal #2

Sudah hari Rabu, telat banget!!! Padahal saya berharap bisa mem-publish Ubud Journal (selanjutnya akan saya sebut begini) setiap hari Senin. Hufffttt.

Maklum, hampir sama dengan minggu pertama, minggu kemarin berjalan dengan sangat cepat. Memasuki minggu kedua puasa (minggu pertama qadha, minggu lalu Syawal); saya merasa tubuh saya lebih sehat karena pola makan yang terjaga. Berhubung saya sudah pindah ke kos dan tidak terlalu berminat untuk masuk dapurnya Ibu Kos, maka saya memilih sahur yang praktis: roti atau buah. Pernah juga sekali hanya sahur air saja karena terlambat bangun. Alhamdulillah I’m done with it and now taking a short break before accomplishing another target for sunnah fasting this year. Seingat saya, sejak Idulfitri tahun lalu sampai Ramadan tahun ini, saya tidak banyak melakukan puasa sunah (atau tidak sama sekali?). Sedih deh, karena menurut saya ibadah puasa sunah itu amal tambahan yang nilainya sangat besar. Bukan hanya pahalanya, tetapi puasa bagi saya adalah tentang “harapan”. Bahwa suatu waktu dalam hari itu saya akan berbuka; bahwa suatu hari nanti saya akan menerima ganjaran dari apa yang saya usahakan sesudah ‘berenang-renang ke hulu, berakit-rakit ke tepian’. Aamiin, insya Allah.

Selain pola makan yang cukup teratur dengan kalori yang tidak sebanyak biasanya (bilang aja ‘rasanya gue udah kurusan lho, Pemirsa…’); saya juga mulai memperbaiki pola tidur yang tadinya berantakan. Sebenarnya saya orangnya pelor, tapi entahlah, waktu di dormitory rasanya sering terbangun karena mungkin kurang nyaman. Sekarang di kos Allahu Akbar, bisa enggak bangun-bangun kalau tidur sesudah Subuh (ups). Semoga kebiasaan buruk ini segera sembuh, bisa disamblek Bapake kalau Beliau tahu, mihihihi.

Kemudian, akhir pekan kemarin saya menyempatkan pergi ke Denpasar untuk melihat Unspoken Poetry Slam di Rumah Sanur. Saya punya kenangan di Rumah Sanur, tepatnya pada UWRF tahun 2015 dimana saya mendampingi penulis-penulis pada sebuah sesi Fridge Event di sini. Mungkin saat itu saya kelelahan atau gimana, waktu perjalanan dari Ubud ke Sanur saya mual parah, dan sesampainya kami di sana, saya muntah-muntah. Panitia event pun segera menyajikan teh panas untuk saya, sehingga saya bisa ‘berdiri tegak’ sepanjang dua jam acara. Gara-gara dedikasi saya, Nathalie Handal, pembicara sesi itu mengingat saya dengan baik dan kami pun banyak ngobrol di jalan pulang. Bahkan saat kami bertemu lagi di Bandara Ngurah Rai selesai UWRF, dia mentraktir saya ngopi. Hehe.

Selepas maghrib, saya mengejar salat magrib dan isya di Masjid Al-Ihsaan di Komplek Grand Inna Bali Beach Sanur, lalu wusss ngebut ke Soto Cita Rasa Cak Di karena kelaparan. Ingat ya, yang asli namanya Cak Di, bukan Cak Ri, Cak Ran, atau Cak Kecak (itu sih tarian, krik krik). Sudah kenyang, lalu pulang? Oh tentu tidak, saya ke Jl. Teuku Umar untuk menemui teman S2 saya yang pindah ke Bali juga. Lalala yeyeye. Mohon maaf, kegiatan malam ini tidak dapat saya publikasikan kepada manteman sekalian. #jagaimage

Saya terbangun pada waktu subuh dengan dada yang berat karena sesak napas parah. Sepertinya saya alergi terpapar polusi dan juga bulu kucing di kos temannya teman saya. Lho bukannya kamu punya kucing di rumah ya, Prim? Iya kan kucing saya tidak tidur sama saya, dan kos temannya teman saya tergolong sempit jadi bulunya di situ-situ aja. Menjelang pukul tujuh saya tidak dapat lagi menahan sesak dan hampir membangunkan teman saya untuk minta diantar ke rumah sakit. Tapi Alhamdulillah saya masih mampu motoran ke mini market terdekat untuk minum cokelat panas, dan segera merasa lega (bisa jadi juga karena menghirup udara segar di pagi hari). Daripada balik ke kamar dan tidur lagi, saya pun pergi ke… Pantai Batu Belig.

Random banget? Enggak juga, karena tidak ada pantai di Ubud, jadi memang saya sudah berencana ke pantai selama di Denpasar. Hehe.

Sepulangnya dari pantai, saya dan teman sarapan lalu belanja di Carrefo*r tanpa mandi, LOL. Sesudahnya baru saya mandi dan cuss ke agenda berikutnya yaitu bertemu dengan teman lain, namanya Indri. Berhubung Indri orang Bali, saya pun memanfaatkan pertemuan ini dengan menanyai dia tentang obyek wisata di Bali. Pengin banget bisa ke Nusa Penida, atau mengikuti itinerary Kak Teppy di sini. Semoga ada waktu, duit, dan partner. Kalau ada partner hidup lebih baik lagi. Bisa ajaaa, Primaaa.

Menjelang waktu asar, saya pun pamit agar bisa menunaikan salat di Masjid At-Taqwa Polda Bali. Tahun 2016 saya pernah salat di sini sama Bapake dan adik-adik saya. And you know what, it made me cry inside. Sometimes we take things for granted and that’s what happened with me and the mosques. Rasanya dengar azan sesudah dua minggu itu… hati langsung adem. Masya Allah. Semoga Allah berkenan membukakan hati saya agar selalu dekat denganNya meskipun berjuang sendiri di Bali.

So, untuk memudahkan kamu yang mencari masjid di Bali, berikut daftar masjid yang saya kunjungi akhir pekan lalu:
1. Masjid At-Taufiq, Kompleks Brimob Tohpati
N.B.: masuk kompleks ini agak ribet, harus setor KTP dan lepas helm selama di kompleks. Tapi masjidnya tanpa dinding, jadi semriwing.
2. Masjid Al-Ihsaan, Grand Inna Bali Beach Sanur
Jl. Hang Tuah, Sanur Kaja, Denpasar Sel., Kota Denpasar, Bali; letaknya persis sebelum gerbang masuk Pantai Sanur. Masjidnya gede, cocok buat rombongan, dan tanpa dinding juga.
3. Masjid At-Taqwa, Polda Bali
Jl. Wr. Supratman, Sumerta Kauh, Denpasar Tim., Kota Denpasar, Bali; di sini agak susah parkir mobil terutama kalau weekend (karena di teras luar masjid hanya tersedia parkir motor jadi harus masuk kompleks), tapi bismillah aja kan mau salat bukan lain-lain.

Sementara itu dulu daftar masjidnya, insya Allah saya kabari lagi kalau besok-besok ke masjid lain. Makanya, follow Instagram saya: @primaditarahma untuk tahu cerita saya di Bali. :) :) :)

Lots of love,
Prima

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...