Friday, February 17, 2017

A New Page on My Thesis

It’s all about your mindset. Cukup lama saya berjibaku dengan pikiran negatif saya tentang tesis. Tadinya saya pikir suatu hari akan ada ‘aha moment’ – semacam lampu yang tiba-tiba menyala di dekat kepala saya, lalu ide tentang tesis akan tertulis secara lancar.  Nyatanya, sampai akhir tahun 2016, saya tak kunjung mendapatkan ‘gong’ tersebut. Sampai dosen pembimbing saya mengadakan panggilan khusus dan memaksa para mahasiswa yang belum pernah mengumpulkan progress sama sekali untuk konsultasi. Termasuk saya.

Jumlah teman sekelas yang tidak banyak, membuat kami mengetahui apa yang terjadi dengan tesis semua mahasiswa sekelas. Kami pun kerap curhat, padahal yang dibahas itu-itu aja. Jadilah ada kesepakatan kalau di grup WhatsApp engga boleh bahas tesis. Kalau ada yang ngomongin tesis, artinya dia ‘ngomong jorok’. LOL.

Hingga minggu lalu, sebenarnya pikiran saya masih kemana-mana. Baca, ngetik, baca, ngetik; tapi ada perasaan yang kurang sreg. Satu hal yang sering mengganjal adalah dosen pembimbing. Sejak awal beliau bilang kurang begitu menguasai tentang komunikasi pemasaran. Saya pun sempat ilfil sama beliau, ups. Namun, setelah berkali-kali diingatkan oleh teman-teman sekelas, saya kemudian menyadari bahwa saya sangat beruntung.

Dosen pembimbing saya memang cukup sibuk (who doesn’t?), tapi beliau sangat perhatian dan komunikatif. Dalam artian, beliau mudah dihubungi dan siap sedia merespon pertanyaan kami lewat WhatsApp. Beliau bahkan membuat grup WhatsApp untuk mahasiswa bimbingannya, dan memiliki jadwal bimbingan yang jelas. Kebetulan tanggung jawab beliau di luar mengajar masih berkisar di seputaran administrasi Jurusan Ilmu Komunikasi dan FISIPOL UGM. Beliau tentu masih punya aktivitas di luar kampus, tapi engga sesibuk dosen-dosen lain. Alhamdulillah banget deh pokoknya.

Saya jadi ingat zaman saya magang dan skripsi waktu S1. Dosen penguji laporan magang saya adalah seseorang yang luar biasa teliti. Saya sempat sebal karena beliau suka mempermasalahkan hal-hal yang menurut saya remeh. Nyatanya, bertahun-tahun berikutnya, saya justru mengikuti jejak beliau dengan menjadi editor di ZettaMedia. Ajaran beliau waktu itu banyak saya aplikasikan pada pekerjaan saya. She taught me so much about writing perfectly. Karena beliau, mata saya jadi ‘sakit’ kalau melihat susunan kalimat yang kacau, atau salah ketik yang teramat banyak. And it is good, very good. Right?

Saat skripsi, tantangannya berbeda. Dosen pembimbing saya baru pulang sekolah dari Belanda dan beliau sangat bersemangat membantu saya. Pada saat pengerjaan skripsi itu, saya berdarah-darah untuk bisa memenuhi ekspektasi yang sangat tinggi. Dosen pembimbing kedua dari Jurusan Psikologi juga punya harapannya sendiri. Namun begitu, skripsi saya menjadi sempurna. I never thought that I can write that great, and I am proud of it. Bukan hanya saya yang mengatakannya, tapi setiap orang yang membaca skripsi saya pasti akan memuji kedalaman penelitian itu – terutama untuk ukuran skripsi.

Melalui proses seperti itu beberapa tahun yang lalu, menjadi refleksi bahwa seberat apapun hari-hari ini, this too shall pass. At the end of the day, I will smile. Saya akan mengenakan toga, berpanas-panas antri di dalam Grha Sabha Pramana, bersalaman dengan rektor (atau cuma dekan? – engga apa-apa juga, bapak dekan FISIPOL ganteng banget lho), and I will make my parents proud of me. AND I WILL MAKE IT ON THIS SEMESTER! #PrimaWisudaJuli2017!!!!!

Salam pejuang tesis,
Prima

1 comment:

  1. Mbak Priiiim, aku dari kemaren-kemaren cuma jadi silent reader T^T Gatau deh mau komen apa, pokoknya aku selalu doain yang terbaik. 😘

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...