Friday, January 1, 2016

Tentang Sakit Gigi dan Melepaskan

Apa kabar hari pertama di tahun 2016 ini?
Ada yang resolusinya pingin kurus tapi malah sepagian goler-goler di tempat tidur? Saya dong. LOL.

Alhamdulillah, allahu akbar, 3 paper UAS sudah saya kumpulkan dan artinya kurang 3 lagi. As I said on my Twitter, I don't hate this-Master-degree-thingy. I just simply hate final test weeks. Apalagi sesudah saya menyadari, yang namanya memberikan usaha yang sama-sama maksimalnya untuk semua tugas itu nearly impossible. Pasti ada satu atau dua tugas yang lebih kita perhatikan daripada yang lain. Entah karena kita memang minatnya disitu, atau karena dosennya killer, atau karena memang waktunya ga cukup aja. Sayangnya, dan pastinya, ga ada dosen yang mau tahu hal itu. So, banyak-banyak berdoa aja deh. Hvft.

Anyway, saya sudah sering share tentang pelajaran hidup yang saya alami, tapi ada dua hal yang setidaknya memberi saya 'wawasan' baru untuk diingat-ingat sepanjang tahun 2016 ini. Pelajaran kedua akan saya post berikutnya, tapi pelajaran pertama adalah: jangan pernah menunda berobat kalau sedang sakit gigi!

Seriously. Karena sekali sakit, sakitnya tuh udah bukan disini aja, tapi bisa dimana-mana #lebay #tapibeneran

Sebelum ini, sebenarnya saya tergolong jarang sakit gigi karena waktu kecil minum susunya kuat banget, makanya sekarang gendut bertulang besar. Nah, awal tahun 2015, saya mulai ngerasa ada yang salah dengan gigi saya. Cenut-cenut ga jelas, lubang juga engga. Akhirnya diputuskan untuk rontgen, dan taraaa...ada dua gigi geraham dewasa yang baru tumbuh. Gigi geraham dewasa ini, memang ga semua orang punya, dan ga semua orang ngerasain masalah. Buat saya, gigi yang sebelah kiri terus tumbuh dan mendesak gigi sebelahnya. Yang sebelah kanan, sampai post ini ditulis, anteng-anteng aja kayak ga tumbuh.

Parahnya, saya waktu itu proses pindah dari Surabaya ke Yogyakarta, ostomastis fasilkes untuk BPJS juga dipindah, dan waktu itu ribet tsaaay. Untung ada teman kuliah yang kerja di BPJS dan sigap membantu (ups...), sehingga pertengahan tahun saya bisa melakukan operasi pencabutan gigi tersebut.

Apakah masalah berhenti disitu? Cencu cidak. Meskipun sudah mengalami dua minggu turun berat badan secara drastis akibat tidak bisa makan makanan yang padat – halah – gigi sebelahnya terlanjur keropos, dan dokter mengatakan, okay harus dicabut juga.

Bandelnya saya, dokter memberi keputusan cabut pada bulan September, dan berhubung saya sosialita ye kaaan, saya terus menunda datang ke rumah sakit. Sewaktu pulang dari UWRF, sakitnya sudah tak tertahan lagi. Itupun saya masih harus menunggu beberapa hari karena tekanan darah saya lumayan rendah, dan cabut gigi tidak bisa dilakukan saat sedang datang bulan. Maka, barulah saya cabut gigi pada tanggal 18 Desember 2015.

Cabut giginya sih bentar, satu jam aja ga nyampe. Tapi sakitnyaaaaa, sampai seminggu berikutnya masih ngilu dan bikin saya jadi maag dan sakit panas. Huhuhuhuhu, mana kok ya saya 'pinter' banget, cabut gigi pas UAS, joss deh rasanya ngerjain UAS sambil megangin pipi sebelah kiri dan marah-marah sepanjang waktu.

But at one night, I had this thought comes to my mind. Sakit gigi, dan cabut gigi, adalah serangkaian proses melepaskan. Kadang, yang dilepaskan itu, kalau disimpan terus-menerus, sakitnya juga bisa lebih hebat. Sebagai contoh, ketika sister (naudzubillah) terjebak dalam suatu hubungan pacaran yang tidak sehat, melepaskannya mungkin tidak semudah itu. Tapi mempertahankannya, bisa jadi memberikan dampak yang lebih-lebih menyakitkan, bahkan mungkin mempengaruhi hidup sister selanjutnya.

Contoh lain, sister ngerasa stuck dalam sebuah pekerjaan yang...gaji pas-pasan, jenjang karier ga ada, perkembangannya pun gitu-gitu aja. Ketika sister resign, sister memang akan mengalami kebimbangan dan jelas tidak punya penghasilan. Tapi siapa tahu, dengan mundur, sister bisa menemukan pekerjaan lain yang lebih baik? Ya, siapa tahu?

Malam itu saya berpikir, apa yang sedang Allah minta saya untuk lepaskan? Ya, saya sadar, ada hal ini dan itu, yang lama-lama menggerogoti kewarasan saya. Sementara saya juga sadar, seharusnya saya bisa melepaskannya. Meski sakit, saya yakin tidak akan sesakit jika saya terus menyimpannya.

Let it go, Prim. Let it go.

2 comments:

  1. Saya juga, pengen kurus tapi banyakin makan dan goleran d kasur hahaha, semoga sehat selalu ya

    ReplyDelete
  2. Tuh ada hikmahnya juga sakit gigi jadi kurusan #ups

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...