Wednesday, August 6, 2014

BOOK REVIEW: Sabtu Bersama Bapak - Adhitya Mulya

Baru satu bab, air mata sudah menggenang di pelupuk.
Cengeng banget, iya.
Tapi sudah menjadi 'tabiat' saya, segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan ayah dan anak, hampir selalu membuat saya mewek.

Denger lagu Confessions of a Broken Heart-nya Lindsay Lohan? Mbrebes mili.
Nonton Biarkan Bintang Menari-nya Ariyo Wahab? Nangis gerung-gerung sampai bikin pacar (waktu itu) malu abis.

Bahahahahahak.

Tunggu, saya harus menegaskan bahwa saya sangat beruntung karena ayah saya masih sehat, masih gagah, ganteng banget malah. Buat saya, ayah adalah pria paling tampan – yang makin tua makin tampan; jadi kalau kamu ga (ngerasa) setampan ayah saya, maaf, ga usah berani ngelamar #lho
Waktu liburan di rumah Tante di Jogja, awal tahun lalu.

My birthday, October last year.

Dulu, waktu awal perpisahan dengan mama saya, sering banget drama rebutan saya sampai saya SD. Udah kayak mafia pake sembunyi-sembunyi segala. Lalu saya bingung karena saya sayang keduanya, dan jadilah milih sama nenek atau pengacara. Mending gini, daripada salah satu kesel karena ga bisa bersama saya.

But there are some times I spent with my dad which I always remember.
Ayah saya akan menggendong saya – yang waktu itu berusia enam tahun – seharian, keliling peternakan ayam (ayah saya dokter hewan yang bekerja untuk pabrik pakan ayam), semata karena ia ingin saya disampingnya.

Ketika saya mulai bersekolah, di hari Sabtu-Minggu, saya WAJIB ke rumahnya di Malang. Meski ayah saya tetap disibukkan dengan peternakan ayam milik keluarga kami, ia pernah berkata pada mama, “izinkan saya, melihat anak saya tidur di rumah saya meski hanya semalam dalam sepekan.”

Lalu kemudian waktu seakan berlari, hingga tiba saatnya saya 'melepas' ayah untuk menempuh hidup baru dengan seseorang yang sangat saya hormati.

And then I feel like there's a hole in my heart. For years.

I am happy for him, I always be.

I was just hoping I can spend more time with him..

Nah, ada angin apa saya menulis dalam keadaan nelangsa seperti ini?

Karena “Sabtu Bersama Bapak”

Thank you @kutukutubuku, saya dapat edisi bertandatangan Kang Adhitya ^^
 
Saya selalu mempercayai Kang Adhitya Mulya (@adhityamulya). Selama ini, belum ada yang gagal di mata saya, bahkan blognya juga merupakan salah satu favorit saya. Dalam gambaran lebih besar, Kang Adhitya dan istri, Teh Ninit Yunita (@ninityunita), barangkali one of the coolest couple I have ever know. Semoga one day Allah mengaruniakan kepada saya pasangan yang bisa menjadikan pernikahan kami more than a marriage, but also a partnership :)

Seperti juga Gege Mengejar Cinta - yang saya baca sepuluh kali kayaknya – hal paling menarik dari Kang Adhitya adalah penggunaan sudut pandang pria dalam menggambarkan cinta. Not cheesy one but still, very very sweet. 


“...Tapi Mah, suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk melarat.”

Membaca tulisan Kang Adhitya selalu menyegarkan. Ia tahu dimana harus menyelipkan tawa setelah pembaca menitikkan air mata, dan tetep, ga garing. Salut.


'Resepsi pernikahan dan akad nikahnya selalu penuh dengan tiga golongan orang. Golongan pertama adalah mereka yang masih jomblo dan berharap mendapat jodoh dari kenalan mempelai lain yang juga masih jomblo.'


Dan selalu yang bikin ngikik adalah footnote yang ga penting-penting amat, tapi kalau ga ada, bukan Kang Adhitya namanya ;)
 

Saya selesai membaca buku ini hanya dalam hitungan jam. Dan ketika saya sampai di lembar terakhir, saya kehabisan kata-kata. Saya bingung mau mengutip kalimat yang mana lagi, karena every line counts. And I mean it.

Saya tersadar akan satu hal: saya baru saja membaca salah satu buku self-help tentang parenting dan relationship terbaik yang pernah ada. Bonusnya? Ceritanya ringan dan mudah dicerna, karena dalam bentuk fiksi :)

Buku ini saya rekomendasikan untuk setiap lelaki yang (ingin, atau sedang) belajar mendewasakan diri. Seriously, it's not a kind of book that makes you feel less manly but otherwise, it gonna makes you understand how to be a real gentleman.

Buku ini saya rekomendasikan untuk setiap perempuan yang ingin memahami hal-hal yang bermakna dalam kehidupan, namun dari sudut pandang lelaki. Bagaimana pria memandang cinta, perjuangan hidup, dan menjadi berarti bagi orang-orang terpenting di kehidupannya.

Maka untuk calon suami, izinkan saya menitip doa pada-Nya, semoga saya bisa setegar bu Itje dalam mendampingimu, yang saya harap memiliki kecerdasan emosional dan kepasrahan tingkat tinggi seperti Pak Gunawan.

Dan satu lagi,

I wish you will see me like Cakra sees Ayu,

'...perhiasan dunia dan akhirat.'

Amin insyaAllah.

Lots of love,
Prima

2 comments:

  1. Duh, kaak..jadi mau beli kan bukunya *ngembeng*

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...