Wednesday, December 31, 2014
#1Day1Dream: Warming Up
Friday, December 26, 2014
Me and My Beautiful Hair
Beberapa tahun yang lalu, seorang perempuan yang untuk pertama kalinya melihat saya tanpa hijab, berkata "mbak prima lebih cantik kalau gak pakai jilbab lho.."
Saya tidak tahu apakah dia sedang memuji hasil karyanya sendiri (dia memotong rambut saya), atau sebuah cobaan dan peringatan bagi saya.
Siang itu, dan siang-siang berikutnya, bahkan kadang hingga saat ini, saya masih sering terdiam ketika bercermin. Is this decision (don the hijab) really coming from my heart? Or it's just because an obligatory?
Rambut saya panjang sepunggung, warnanya kemerahan - bukan karena saya alay, tapi memang aslinya gitu. Jadi kayak bule... (...Depok, Sleman). Di suatu waktu, saya tampak seperti Raisa #okesip - tapi seringnya sih seperti Lorde. Zzz.
But it doesn't makes me stop treating my hair very carefully. Saya memang jarang ke salon, tapi saya menggunakan shampoo, conditioner, hair mask, serum,dan leave-on conditioner. Fiuh.
Saya lalu teringat salah satu perkataan Ibu saya. Bahwa dijadikan indah apa yang dimiliki perempuan, untuk 'dinikmati' hanya oleh yang berhak. Salah satunya adalah suami.
Maka jangan salah jika yang saya yakini selama ini adalah, berpenampilan terbaik itu nanti, untuk suami. Karena usaha tersebut akan diganjar pahala. Jika usaha itu dilakukan sekarang, duh... saya khawatir pesona saya mengenai orang yang tidak ditakdirkan untuk bersama saya. #halah #KibasJilbab
Saya juga teringat kata Gina, wartawan Kolombia yang mendampingi World Muslimah Award 2014. Ketika kami berbelanja oleh-oleh di Mirota Batik Malioboro, ia melihat daster dan menyebutnya "penghancur pernikahan". Hihihi. Tentu saja saya tahu betapa banyak istri yang membanggakan daster kesayangan di rumah, yang sayangnya membuat para suami malah ilfil.
Mungkin apa yang baru saya sampaikan akan menjadikan kamu berpikir saya mencla-mencle. Saya suka, suka sekali menyapukan blush on di pipi, membubuhkan lipstik di bibir, atau menggariskan pensil di alis. Hanya, mungkin saya perlu banyak-banyak mengucap istighfar di hati.. Dan bertanya kembali pada diri, apa esensi dari semua ini?
What do you think?
Love,
Prima
Thursday, December 18, 2014
It's Not..
Monday, December 15, 2014
#ThePrimUWRF: Giveaway #uwrf14 Anthology
Saturday, December 13, 2014
#KumpulBaca Temu Perdana!
Sunday, December 7, 2014
Aloha!
Sunday, November 30, 2014
#PrimWMAdiary: My New Sisters
[Ki-ka] Atas: Samaneh - Nisa - saya - Molina | Bawah: Hetty - Lulu - Imhe - Dina |
[Ki-ka] Baris satu: Fatma - Bilqis - Tasneema | Baris dua: Masturah - Safitri - Gesti | Baris tiga: Elis - Lisa - Nazreen |
Thursday, October 30, 2014
High
Wednesday, October 29, 2014
#ThePrimUWRF: Simple Tips to Write Better
Pic from here. |
Tuesday, October 28, 2014
Monday, October 27, 2014
Selamat #HariBloggerNasional :)
#SelfReminder |
Thursday, October 23, 2014
Wajib vs Sunnah
Siangnya, saya merenung. Saya rindu tahajud, saya rindu waktu berbincang dengan Allah.....
Lalu saya tersadar satu hal..
Kok saya ga rindu sholat Subuh?
#jengjeng
Beberapa waktu lalu, saat bertemu dengan adik saya yang manis, Rhosa, dia mengatakan, “Aku sih pernah denger ya mbak, katanya perlu sesekali 'meninggalkan' yang sunnah agar kita tahu bahwa itu 'hanya' sunnah.”
Tolong ini jangan dikonfrontasi yes. Sebagai dua manusia biasa, saya dan Rhosa kemudian mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan pendapat diatas.
Begini, menurut saya, yang namanya amalan sunnah itu akan berfungsi sebagai pemberat timbangan amal kita nanti di hari perhitungan. Misalnya, sholat sunnah dan puasa sunnah.
Berhubung namanya juga sunnah, patut diusahakan selama yang wajib sudah terpegang. Meski, tentu saja tidak menutup kemungkinan bahwa yang sunnah dapat dijadikan latihan untuk yang wajib. Misalnya, seperti saya pernah bilang, saya (sayangnya) masih sangat-sangat lemah untuk puasa sunnah. Tapi, ibu saya meminta saya sungguh-sungguh berusaha untuk puasa Senin-Kamis sejak dua bulan sebelum Ramadhan agar terbiasa. Di sisi lain, saya berteguh hati hanya akan berpuasa Syawal setelah hutang puasa bulan Ramadhan saya lunas. Jadi, (insyaAllah) pengetahuan saya berimbang lah ya..
Hanya saja, ayah saya pun sering melihat kelompok yang kurang sempurna pengetahuannya malah jomplang untuk masalah wajib dan sunnah ini..
Bayar hutang vs sedekah?
Menafkahi istri vs menyantuni orang tua (terlebih ketika orang tua masih mampu)?
Dan banyak contoh lain.. Yang memang bedanya agak-agak tipis..
Setelah saya konfirmasi ke Ustadz Imron – ustadz yang sering mengisi kajian Hijabee Surabaya – beliau merekomendasikan catatan dibawah ini..
Seorang ulama besar, Al-Hafidzh Ibnu Hajar berkata:
Sebagian Ulama besar mengatakan : “Barangsiapa yang menyibukkan dengan perkara wajib (hingga melewatkan) perkara sunnah, maka dia ma’dzur (dapat dimaafkan). Barangsiapa disibukkan oleh perkara sunnah, hingga melupakan perkara wajib, orang tersebut telah tertipu.” (Fathul Baari’ 11/343)
Nah, kalau menurut saya, idealnya keduanya jalan berdampingan. Yang wajib semakin khusyu', dan yang sunnah juga diperbaiki. Selama niatnya lillahi ta'ala, insyaAllah kita tidak akan terbebani :)
Salam,
Prima
Wednesday, October 22, 2014
#ThePrimUWRF: Q & A about Being a Volunteer
Saat mendaftar di web UWRF, kamu akan diminta menjawab 3 pertanyaan:
- Experience and Background
- Tell us a bit about yourself.
- Why you would like to be a volunteer?
Apalagi saya punya kenalan volunteer (hai, Ayu! ;)) yang bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya mengenai being a volunteer.
Tapi, menginjak pertengahan Agustus, saya tak kunjung menerima email pemberitahuan tentang diterimanya saya sebagai volunteer. Lagi-lagi, Ayu yang menyabarkan saya, dengan mengatakan bahwa mungkin mereka butuh waktu lebih lama untuk menyeleksi semua aplikasi yang masuk.
Maka suatu sore, ketika ada SMS masuk di HP saya, mengatakan bahwa ia, kak Paris, Assistant of Volunteer Coordinator UWRF akan menelepon, saya standby – bahkan tak mengindahkan permintaan briefing dari tim kerja saya *ditoyor bos*
Setelah pembicaraan via telepon dan beberapa email, I'm in! I'm a volunteer for UWRF 2014! \^^/
Nah, pastinya sister juga pingin tahu lebih banyak tentang being a volunteer, jadi izinkan saya sedikit buka rahasia dapur.. Sssttt, ga usah bilang-bilang kak Paris atau ibu Janet (founder UWRF) ya! ;)
Berapa jumlah aplikasi yang masuk tahun ini?
Lebih dari 450! Yang diterima? Tidak sampai 250 orang..
Pelamar datang dari berbagai penjuru dunia (I'm telling you the truth). Di divisi MC aja, ada yang dari Malaysia dan Filipina! Selain Indonesia, yang paling banyak juga berasal dari Australia. Tapi ada juga yang dari Amrik, ckckck.
Apakah kemampuan bahasa Inggris menjadi faktor utama terpilihnya kamu sebagai volunteer?
Ya, jika memang kamu bertugas di divisi yang membutuhkan bahasa Inggris aktif. Ada juga kok, Indonesian Writer Liaison (pendamping panelis yang berasal dari Indonesia). TAPI dengan jumlah aplikan yang segitu banyak, we can't choose to talk only with Indonesian volunteers, right? Kita PASTI berhubungan sama volunteer bule, jadi ya... you paham sendiri lah apa yang I maksud.
Apa yang akan kita dapat sebagai volunteer?
Full access for free sessions along the festival (4 days), Sertifikat (YES!), kaos+tote bag+kipas eksklusif UWRF, dan konsumsi untuk lunch&dinner (apabila kamu bertugas). Oya, buat yang ga bisa nyetir motor atau ga mau repot sewa motor, kita akan dilayani ojek yang khusus bertugas untuk para volunteer, dan gratis. Hoho.
Apakah kita harus mengikuti UWRF sebagai peserta terlebih dahulu?
Tidak, tapi setelah saya mengalami sendiri, I think I prefer to say yes. Dengan kamu mengikuti UWRF sebagai peserta, maka kamu jadi punya gambaran mau jadi volunteer di divisi apa.. Yah, meskipun keputusan final tetap ada di tangan Volunteer Coordinator sih.. :p
Nah, disini, kamu mesti paham kalau yang namanya volunteer kan terikat jadwal, jadi kita ga bisa milih-milih sesi apa yang mau kita ikuti. Tapi, privilege yang dimiliki volunteer adalah, tentu saja, kita bisa lebih dekat dengan para panelis. Volunteer gitu lho, hihihi.
Kalau saya disuruh milih, enakan mana, jadi peserta atau volunteer? Hmmm saya rasa tetep enakan volunteer, apalagi MC. Total 'keuntungan' yang saya dapatkan karena bertugas di sesi berbayar adalah sekitar dua juta rupiah. Hoho.
Triknya? Lihat dulu daftar panelis yang akan berbicara di UWRF. Kalau kamu pingiiiiin banget ketemu seorang panelis, ngobrol sama dia, dll dst dsb, mending jadi volunteer. Biasanya waktunya ga begitu sih; tapi misi saya tahun ini untuk berbincang dengan Kak Sacha Stevenson, Karim Allam (The Muslim Show), Pak Bondan Winarno, Kak Pangeran Siahaan, dan ibu Lily Yulianti Farid accomplished! And I am happy for that. Alhamdulillah.
Lagipula, as I have mentioned above, ga semua aplikan diterima, jadi udah...daftar volunteer dulu aja. Urusan diterima atau engga, itu belakangan. Kalau ternyata belum berjodoh, yaudin, jadi peserta aja tetep bisa merasakan keseruan UWRF kok.
So, I'll see you in UWRF next year? ;)
Lots of love,
Prima
Volunteer tag |
Suasana MC Orientation with Kate Hall (MC Coordinator) |
Suasana MC Orientation |
Suasana Volunteer Orientation - abaikan ekspresi cantik teman saya :))) |
Tuesday, October 21, 2014
Monday, October 20, 2014
Rumah Harapan
This is one of my story :)
Sewaktu saya SMA, saya punya dua orang teman dekat. Yang satu sebut saja namanya Rara; yang satunya lupa, kalau ga salah namanya Mika. Silahkan jitak saya karena sudah sepatutnya saya ga lupa sama nama dia, tapi mungkin namanya juga teman dekat, kita udah ga saling panggil nama tapi beb, say, cyin, atau apalah. Mungkin. *brb searching di fb*
Pada masa-masa memilih jurusan kuliah, kami bertiga bercerita dengan semangat: saya akan kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi, Rara di Psikologi, dan Mika, akan merenda langkah untuk menjadi dokter.
“Kayaknya seru ya, kalau kita punya rumah sakit murah, tapi disitu ada layanan pendampingan perempuan juga, semacam bantuan psikologi dan komunikasi keluarga. Dari perempuan, oleh perempuan, untuk perempuan.”
Kami mencetuskan mimpi.
Lalu mimpi itu terlupakan, tertinggal di sudut ruang hati, karena pemimpi-nya terlalu sibuk dengan kenyataan hidup.
Sampai sabtu lalu, sahabat saya, Titasya, menyodorkan meme ini. Membuat saya terdiam seribu bahasa.
It's not about the pic, that I think 50% of it happens in my life.
But the fact that I was once abandoned, and then life has been so kind to meet me with good people...'til I have a dream to help teenagers who have the same problem.
Lucu ya, hidup saya (ternyata) sudah jauuuuuh lebih baik, hingga saya lupa membantu orang-orang, seperti yang sudah pernah saya janjikan.
Jadilah semalam, sebelum tidur, saya merenung, apa yang terjadi?
Apakah mimpi tersebut telah hilang dimakan waktu, bertransformasi menjadi impian-impian lain yang hanya menitikberatkan pada profit dan keuntungan?
Duh, duhai Allah yang Maha Pengasih, ampuni hamba-Mu yang besar omong ini..
Saat ini, saya sedang menuliskan ulang mimpi Rumah Harapan ini. Saya beri nama sementara demikian, karena ini juga merupakan salah satu harapan saya, yang mudah-mudahan terwujud sebelum usia saya beranjak senja..
“Sebuah rumah, yang didalamnya terdapat kenyamanan, ketenangan, dan ketentraman hati.
Tidak ada penghakiman, tidak ada kesalahan; yang ada hanyalah refleksi diri dan pembelajaran melalui pengalaman hidup..
Rumah singgah untuk para anak-anak korban perceraian yang menginginkan pelukan, serta istri dan janda yang membutuhkan penyemangatan.
Mungkin perempuan yang mengharapkan perbaikan kesehatan, atau yang ingin menambah keterampilan..
Rahasia terjaga disini, dan kamu, bebas menjadi diri sendiri..”
Dari teman-teman pembaca juga, boleh minta doanya? :)
Salam,
Prima