Wednesday, July 15, 2015

Idul Fitri (Belum Tentu) Adalah Hari Kemenangan

pic from here

Sister ingat ga, dulu waktu masih kecil motivasinya puasa apa siiih?
Ih, prima kepo banget siiih – ini apa siiih – hahahahaha.

Biar ga serius-serius banget gitu lho maksudnya, apalagi buat sister yang insyaAllah hari raya kamis, pasti mulai sekarang sudah ribet bin rempong. Dari mulai bersihin rumah sampai nyetrika baju dan mukenah.

So, balik ke pertanyaan saya. Gimana, udah inget? Rata-rata pasti jawabnya, “supaya dapet salam tempel waktu lebaran!” Bahkan, konon ada yang jumlah hari puasanya berbanding lurus dengan jumlah uang jajannya lho. Jadi, semakin banyak puasanya, semakin banyak pula uang yang didapat. Kalau di keluarga saya sih, yang lebih berpengaruh adalah umur. Sampai kuliah, semakin tua artinya semakin banyak uangnya. Adil dan proporsional sesuai kebutuhan #halah

Kalau kita kembali ke masa-masa kecil itu, kayaknya puasa kita 'mudah' sekali ya, sister. Niatnya 'lurus' dan 'tulus'. Eh, ternyata ketika kita bertumbuh dewasa, saat kita mulai mengenal arti puasa sesungguhnya, niat puasa yang 'bersih' tersebut perlahan-lahan luntur. Tergantikan oleh keinginan pahala yang berlimpah, dan penghapusan dosa. Yang mana yang lebih dominan? Tergantung kepedean kita; kalau kita ngerasa baik, kita ngerasa pantas mendapatkan pahala puasa. Sementara sebagian dari kita menjadikan Ramadhan bulan ratapan: menangisi dosa-dosa kita yang segunung itu - yang meski kita berharap bisa memutarbalikkan waktu dan menghapus perbuatan buruk itu, tetap saja kita lakukan lagi dan lagi.....

Prima mau ngomong apa sih sebenarnya?

Ups, maaf ya ngelantur..

Jadi gini, ketika kita masih kecil, kita selalu mengharap-harap datangnya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri karena ada yang dikejar; meski 'hanya' berupa uang jajan. Tetapi sekarang, adakah kita mengharap-harap datangnya bulan Ramadhan dengan penuh suka cita? Apakah kita benar-benar bersemangat mengisi setiap harinya dengan tadarus, tarawih, dan sedekah – karena mengharap rahmat dan ampunan-Nya?

Bagi yang menjawab 'iya', bersyukurlah. Sebaliknya, sebagian dari kita, mungkin sebagian besar, sewajarnya merasakan surutnya misi ibadah Ramadhan karena Ramadhan kan 'begitu-begitu saja'.

Makanya, setelah melalui proses pembelajaran dan usaha-usaha kreatif dalam melewati Ramadhan selama beberapa tahun terakhir, tahun ini saya merasakan suatu kesedihan karena Ramadhan akan segera berakhir.

Kesedihan yang saya rasa baru-baru ini saja saya alami, yaitu: saya takut ibadah 20-an hari kemarin belum sempurna. Boro-boro dosa diampuni dan pahala dilimpahi, jangan-jangan amal kita aja belum diterima.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, sister. Secara kita ini manusia biasa, puasa tentu masih 'dihiasi' dengan dusta, ghibah, pelitnya berinfak; bahkan dipenuhi dengan hal-hal yang kurang bermanfaat seperti pacaran, tidur seharian, dan lain-lain. Duh, malu sama puasanya anak-anak yang lebih 'lurus' dan 'tulus'; yang tujuan puasanya supaya dapat salam tempel. Lah kita yang sudah dewasa, udah puasanya 'begitu doang', mintanya surga. Busyeeet.

That's why, meski Hari Raya Idul Fitri identik dengan kata-kata kemenangan, buat saya hari ini justru adalah awal dari pembuktian. Bahwa shalat-shalat sunnah, tadarus satu juz per hari, sedekah setiap saat, dan rutin menyambangi masjid - tidak malah berhenti pada hari-hari sesudah ini. Sebelas bulan kedepan adalah bulan-bulan yang lebih berat, dimana kita akan menghadapi begitu banyak tantangan untuk menunjukkan ketakwaan kita. Minimal, apakah sebulan puasa Ramadhan mampu mengubah kita menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dekat dengan Allah.
Mu’alla bin Fadl mengatakan:

كانوا يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم

“Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang bulan Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka ketika di bulan Ramadhan.” (Lathaiful Ma'arif, Ibnu Rajab, hal.264)

So, kalau hari-hari sesudah hari ini kita malah berleha-leha, semoga kita segera diingatkan oleh Allah untuk menjaga istiqomah-nya amal ibadah kita. Dan tentu sajaaa, post ini tidak akan lengkap kalau saya tidak memberikan saran, apa saja yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan frekuensi komunikasi kita dengan Allah SWT? Here we go.

1. Shalat sunnah

Always, always, always make time for dhuha. 4 rakaat baik, 2 rakaat alhamdulillah. Selanjutnya, selalu sempatkan shalat sunnah rawatib. Buat saya, minimal: 2 rakaat sebelum subuh dan 2 rakaat sesudah maghrib/isya. Selebihnya juga sebisa mungkin dilakukan, belajar melengkapi shalat sunnah rawatib secara perlahan. Terakhir, shalat tahajud. Jika sister merasa 'membutuhkan bantuan' untuk dibangunkan, jangan beri kesempatan untuk para 'ikhwan abal-abal' yang bisa berpotensi memodusi sister. Cari bantuan yang sebenarnya, misalnya Komunitas Tahajud Berantai yang pernah saya ceritakan disini

2. Tadarus
Kalau sister sudah terbiasa satu juz per hari, apalagi sudah tergabung dalam komunitas ODOJ, thumbs up! Tadinya saya belum berani bergabung karena merasa belum mampu berkomitmen (#ceileh), tapi ternyata Ramadhan tahun ini saya terpacu karena saingan saya adalah ayah saya. Beliau begitu bersemangat menyelesaikan minimal dua juz per hari; so saya ga mau kalah dong. Hoho. Sesudah ini, target saya paling jelek, 'kembali' ke kebiasaan sebelum Ramadhan, yaitu satu juz selesai dalam dua hari. Tipsnya? Luangkan waktu!!! Setelah berlatih selama Ramadhan ini, tante saya bertekad untuk tidak melakukan aktivitas apapun di pagi hari sebelum menghabiskan minimal tiga lembar Qur'an. Make your own target and achieve it. Kalau di bulan Ramadhan ini kita bisa ngaji sistem 'kejar setoran', insyaAllah di hari-hari lain kita bisa mendekati pencapaian ini.

3. Sedekah
Alhamdulillah, selama Ramadhan kita telah dibiasakan untuk memasukkan beberapa ribu ke kotak amal setiap taraweh. Nah, selepas Ramadhan, kita harus mencari cara untuk tetap berinfaq. Ajukan diri untuk me-laundry-kan mukenah di mushola kantor; beli dua porsi makan siang di hari Jum'at dan berikan satunya kepada tukang becak yang biasa ngetem di dekat kosan; dan masih banyak lagi bentuk sedekah yang nominalnya relatif kecil tapi bermakna besar.

4. Majelis ilmu
Salah satu hal yang membuat hati kita adem selama Ramadhan, tentunya adalah siraman rohani yang kita dapatkan saat mengikuti sholat taraweh. Apalagi kalau ditambah kajian subuh dan kajian menjelang berbuka - MasyaAllah, kalau dua puluh persen aja nyantol di hati dan otak, insyaAllah sekarang ini sister sudah jadi pribadi yang lebih keren di mata Allah, amiiin. So, lanjutkan kebiasaan baik ini. Kalau sister tidak dapat menghadiri majelis ilmu secara fisik, sempatkan waktu untuk menonton video tausyiah dari para Ustadz, ini contohnya. Baca juga buku dan blog-blog islami. Buat jadwal rutin, misalnya senin dan kamis. Dengan demikian, ilmu dunia-akhirat meningkat, perbaikan diri selama Ramadhan-pun terjaga.

Selain usaha-usaha diatas, tentunya panjatkan doa setiap saat: agar segala amal ibadah kita, meski kecil dan terlihat remeh, tetap diperhitungkan oleh Allah sebagai tambahan kebaikan – pembuka jalan ke surga. 


Maka sebagai penutup, saya, Primadita Rahma Ekida, dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan jarak dan waktu, hanya bisa memberikan ucapan Hari Raya Idul Fitri lewat blog ini:

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم

“Semoga Allah menerima amal kami dan kalian”

Amiiin, allahumma amiiin.

Lots of love,
Prima


*Blog post ini diikutkan IHB Blog Post Challenge Ramadhan yang diselenggarakan oleh Indonesian Hijab Blogger (indonesian-hijabblogger.com).

Sumber: http://www.konsultasisyariah.com/istilah-salah-terkait-idul-fitri-bagian-02/

2 comments:

  1. Waw, dua juz sehari dibagi per waktu shalat ya, mba Prima?

    ReplyDelete
  2. Duh... Kaya ustadzah aja nih tausyiahnya 😁 salut 😊

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...