Pic from here |
Minggu siang kemarin, berhubung sedang mager (males gerak) banget, akhirnya saya menonton ulang Hello Stranger. Dulu rasanya saya pernah menonton film drama-komedi Thailand yang dirilis tahun 2010 ini, tapi saya lupa apa saya nonton sampai selesai. Kali ini, saya lebih menikmatinya, mungkin karena sekarang (sejak beberapa tahun lalu sih) kepingin banget ke Korea. Oke deh, mari serius menabung! #NgemengDoang :|
Hello Stranger bercerita tentang May (Nuengthida Sophon) dan Dang (Chantavit Dhanasevi) yang tidak sengaja bertemu saat berlibur di Korea. Petualangan mereka seru banget, dari mulai ke Pulau Nami, menghadiri pernikahan teman May, Min'a, hingga memenangkan grand prize saat berjudi. Setiap harinya memunculkan perasaan ketertarikan antara keduanya, meski May sudah memiliki pacar, dan Dang sedang berusaha memenangkan hati mantan pacarnya. Saya sempat nyeletuk ke sepupu, “saking serunya film ini, apapun ending-nya ga masalah deh.” Dan ternyata, ending-nya agak-agak bikin “yaaah, kok gini.” Huahahaha, ga konsisten banget sih kamu, prim!
But anyway, pernah kebayang ga kalau hal ini terjadi pada kita? Apalagi solo traveling lebih nge-tren pada tahun-tahun terakhir, and whatever happens in holiday times, stay there. Hanya saja, saya merasa, jatuh cinta saat traveling, apalagi keluar negeri itu agak riskan. Why so?
1. Kita Tidak Tahu Profil Diri Si Lelaki yang Sebenarnya
Kebetulan di hari sebelumnya, saya menonton Lucy. Itu lho, film dimana Scarlett Johansson jadi kurir narkoba lintas negara, yang malah membuat tubuhnya terluka tapi di sisi lain, kemampuan otaknya meningkat; menjadikan dirinya punya kemampuan super. Kalau sister memperhatikan awalnya, Scarlett dijebak oleh seseorang yang ia kencani di Taipei, kota dimana ia bersekolah.
Serem? Banget. Memang kejadian ini tidak hanya mungkin terjadi di luar kota atau luar negeri, tapi kemungkinannya jelas lebih besar, terutama ketika kita solo traveling, without any friend at all. Saya percaya banyak sekali orang-orang baik yang dikirim Allah untuk mengamankan perjalanan kita (seperti saya, dengan kisah pesta pernikahan di Kamboja). Tapi saya juga sadar ga semua orang sebaik itu. Especially if we got drunk, udah deh bisa habis kita.
Jadi, jatuh cinta saat traveling, apalagi kalau ketemunya – atau kemudian nge-date-nya - di tempat-tempat hiburan (malam), so not highly recommended. Masih ada tempat-tempat dimana kita (insyaAllah) bisa menemukan cowok baik-baik. Museum, maybe? Atau siapa tahu kita jatuh cinta dengan sesama traveler ketika sholat di masjid setempat.
Meski demikian, tetap saja kita perlu berhati-hati. Maybe he is a good person, he is fun to be with, he knows things to do in the city; but we don't know his marital status. Nanya? Duh, ga enak dong, baru kenal ini. Nyesek kan, kalau kitanya udah terlanjur cinta, eh ternyata dia punya pacar/tunangan/istri yang menunggu di rumah.
2. Kita Juga Tidak Seharusnya Membuka Diri kepada Orang Asing
Sebaliknya, karena perjalanan yang seru, kita banyak bercerita tentang diri, keluarga, pekerjaan, dan sebagainya. Kembali ke resiko nomer satu, iya kalau dia orang baik-baik dan terkesan dengan cerita kita. Bisa jadi lho, kita ketemu orang jahat yang memanfaatkan situasi dengan menelepon orang rumah, mengatakan bahwa kita dalam situasi darurat, dan meminta sejumlah uang. Kok ngeri gitu, prim? Hel-lo, hal ini sangat mungkin terjadi karena kita sendiri tidak selalu bisa dihubungi saat diluar negeri, iya kan?
Nyatanya, tidak perlu menunggu traveling, banyak sekali kejadian perempuan yang diperas karena terlalu membuka diri kepada temannya di social media – yang ternyata penjahat. So, pikir-pikir lagi deh, sebelum menceritakan sesuatu kepada orang yang benar-benar masih asing.
3. Kita Menghadapi Resiko bahwa Hubungan tersebut tidak Akan Berjalan Lancar Seusai Liburan
Seandainya kedua resiko diatas tidak terjadi – let's say this person is really really good – kita tetap dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan hubungan tersebut dengan segala konsekuensinya, atau memutuskan untuk menjadi teman biasa saja. Tentu akan sulit memilih yang pertama jika ada perbedaan seperti domisili, pekerjaan, dan lain-lain. Apapun pilihannya, jangan sampai terjebak dalam situasi PHP ya. Seorang lelaki yang ditakdirkan oleh Allah untuk sister akan menunjukkan keseriusannya, tidak sekedar memberikan janji-janji kosong.
Bagaimana dengan saya? Sebenarnya saya merasa lebih baik menghindari jatuh cinta saat traveling, meski tentu saya sangat senang jika bisa punya teman-teman baru, baik perempuan maupun laki-laki. Tapi nih, duluuuu sekali, tahun 2002, saya pernah cinlok (cinta monyet sih, maklum umur berapa tuh, haha) saat mengikuti World Scout Jamboree di Thailand. Cowok Inggris ini awalnya memandang saya sebelah mata karena hijab saya, tapi kami akhirnya berteman dan di hari terakhir, it feels so difficult to take off his hand. Rotfl. Sampai beberapa bulan sesudahnya, kami masih saling mengirim email, tapi kemudian, semua hilang begitu saja. Saya masih ingat, namanya Gary Smith dan ia berasal dari Durham, Inggris Utara. Tapi gatau ya, apa yang dia rasakan ke saya, saya kok pede banget, hahahahaha.
Bukannya tidak mungkin jodoh kita dikirim lewat traveling, karena toh ada saja teman saya yang menikah dengan seseorang yang ia temui saat bepergian ke Eropa. Tetapi seperti saya kemukakan diatas, jauh lebih baik jika kita berhati-hati. Perjalanan menyenangkan, pulang pun dengan selamat sentosa tanpa kurang suatu apapun. Happy traveling!
Lots of love,
Prima
Hello Stranger bercerita tentang May (Nuengthida Sophon) dan Dang (Chantavit Dhanasevi) yang tidak sengaja bertemu saat berlibur di Korea. Petualangan mereka seru banget, dari mulai ke Pulau Nami, menghadiri pernikahan teman May, Min'a, hingga memenangkan grand prize saat berjudi. Setiap harinya memunculkan perasaan ketertarikan antara keduanya, meski May sudah memiliki pacar, dan Dang sedang berusaha memenangkan hati mantan pacarnya. Saya sempat nyeletuk ke sepupu, “saking serunya film ini, apapun ending-nya ga masalah deh.” Dan ternyata, ending-nya agak-agak bikin “yaaah, kok gini.” Huahahaha, ga konsisten banget sih kamu, prim!
But anyway, pernah kebayang ga kalau hal ini terjadi pada kita? Apalagi solo traveling lebih nge-tren pada tahun-tahun terakhir, and whatever happens in holiday times, stay there. Hanya saja, saya merasa, jatuh cinta saat traveling, apalagi keluar negeri itu agak riskan. Why so?
1. Kita Tidak Tahu Profil Diri Si Lelaki yang Sebenarnya
Kebetulan di hari sebelumnya, saya menonton Lucy. Itu lho, film dimana Scarlett Johansson jadi kurir narkoba lintas negara, yang malah membuat tubuhnya terluka tapi di sisi lain, kemampuan otaknya meningkat; menjadikan dirinya punya kemampuan super. Kalau sister memperhatikan awalnya, Scarlett dijebak oleh seseorang yang ia kencani di Taipei, kota dimana ia bersekolah.
Serem? Banget. Memang kejadian ini tidak hanya mungkin terjadi di luar kota atau luar negeri, tapi kemungkinannya jelas lebih besar, terutama ketika kita solo traveling, without any friend at all. Saya percaya banyak sekali orang-orang baik yang dikirim Allah untuk mengamankan perjalanan kita (seperti saya, dengan kisah pesta pernikahan di Kamboja). Tapi saya juga sadar ga semua orang sebaik itu. Especially if we got drunk, udah deh bisa habis kita.
Jadi, jatuh cinta saat traveling, apalagi kalau ketemunya – atau kemudian nge-date-nya - di tempat-tempat hiburan (malam), so not highly recommended. Masih ada tempat-tempat dimana kita (insyaAllah) bisa menemukan cowok baik-baik. Museum, maybe? Atau siapa tahu kita jatuh cinta dengan sesama traveler ketika sholat di masjid setempat.
Meski demikian, tetap saja kita perlu berhati-hati. Maybe he is a good person, he is fun to be with, he knows things to do in the city; but we don't know his marital status. Nanya? Duh, ga enak dong, baru kenal ini. Nyesek kan, kalau kitanya udah terlanjur cinta, eh ternyata dia punya pacar/tunangan/istri yang menunggu di rumah.
2. Kita Juga Tidak Seharusnya Membuka Diri kepada Orang Asing
Sebaliknya, karena perjalanan yang seru, kita banyak bercerita tentang diri, keluarga, pekerjaan, dan sebagainya. Kembali ke resiko nomer satu, iya kalau dia orang baik-baik dan terkesan dengan cerita kita. Bisa jadi lho, kita ketemu orang jahat yang memanfaatkan situasi dengan menelepon orang rumah, mengatakan bahwa kita dalam situasi darurat, dan meminta sejumlah uang. Kok ngeri gitu, prim? Hel-lo, hal ini sangat mungkin terjadi karena kita sendiri tidak selalu bisa dihubungi saat diluar negeri, iya kan?
Nyatanya, tidak perlu menunggu traveling, banyak sekali kejadian perempuan yang diperas karena terlalu membuka diri kepada temannya di social media – yang ternyata penjahat. So, pikir-pikir lagi deh, sebelum menceritakan sesuatu kepada orang yang benar-benar masih asing.
3. Kita Menghadapi Resiko bahwa Hubungan tersebut tidak Akan Berjalan Lancar Seusai Liburan
Seandainya kedua resiko diatas tidak terjadi – let's say this person is really really good – kita tetap dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan hubungan tersebut dengan segala konsekuensinya, atau memutuskan untuk menjadi teman biasa saja. Tentu akan sulit memilih yang pertama jika ada perbedaan seperti domisili, pekerjaan, dan lain-lain. Apapun pilihannya, jangan sampai terjebak dalam situasi PHP ya. Seorang lelaki yang ditakdirkan oleh Allah untuk sister akan menunjukkan keseriusannya, tidak sekedar memberikan janji-janji kosong.
Bagaimana dengan saya? Sebenarnya saya merasa lebih baik menghindari jatuh cinta saat traveling, meski tentu saya sangat senang jika bisa punya teman-teman baru, baik perempuan maupun laki-laki. Tapi nih, duluuuu sekali, tahun 2002, saya pernah cinlok (cinta monyet sih, maklum umur berapa tuh, haha) saat mengikuti World Scout Jamboree di Thailand. Cowok Inggris ini awalnya memandang saya sebelah mata karena hijab saya, tapi kami akhirnya berteman dan di hari terakhir, it feels so difficult to take off his hand. Rotfl. Sampai beberapa bulan sesudahnya, kami masih saling mengirim email, tapi kemudian, semua hilang begitu saja. Saya masih ingat, namanya Gary Smith dan ia berasal dari Durham, Inggris Utara. Tapi gatau ya, apa yang dia rasakan ke saya, saya kok pede banget, hahahahaha.
Bukannya tidak mungkin jodoh kita dikirim lewat traveling, karena toh ada saja teman saya yang menikah dengan seseorang yang ia temui saat bepergian ke Eropa. Tetapi seperti saya kemukakan diatas, jauh lebih baik jika kita berhati-hati. Perjalanan menyenangkan, pulang pun dengan selamat sentosa tanpa kurang suatu apapun. Happy traveling!
Lots of love,
Prima
Kalo traveling memang mending ga jatuh cinta saya yang barengan. Travelmate biasanya hanya menjadikan traveling sebagai pelampiasan patah hatinya. Hihi :D
ReplyDeleteKalau aku sih lebih suka traveling ke tempat sepi, kalau cuma liburan biasa untuk ke mall atau belanja ya beda tapi semenjak kemajuan teknologi semua bisa dibeli online udah jarang liburan hanya untuk pergi ke pusat belanja.
ReplyDeleteYa, kalau travel memang sebaiknya menikmati me time yang ideal daripada sibuk mencari jodoh hehe