Masya Allah! Pertama, saya shock karena sudah DUA bulan tidak blogging, dan ini akan berimbas pada… sepertinya jumlah blog post saya tahun ini tidak mungkin mengungguli – atau bahkan menyamai – jumlah blog post tahun 2017. Nge-blog seminggu sekali apa susahnya sih, Prim? Itu dia… Mencari topik untuk dijadikan blog post itu enggak susah, yang susah adalah mengumpulkan motivasi dan… WAKTU! Ah elah, itu Diana Rikasari tetap bisa blogging meskipun akhir-akhir ini blog post-nya semakin singkat daripada beberapa tahun yang lalu. But yes, currently I am maintaining an Instagram account named Muslimah Sinau, remember? Tugas untuk kurasi konten dan menyempurnakan caption masih ada di pundak saya. Membuat tiga post setiap hari pada hari Senin-Jumat dan sesekali merekam podcast untuk Dawn2Dusk ternyata butuh banyak energi. Terkadang saya menghabiskan setengah hari pada akhir pekan hanya untuk menyiapkan konten selama satu minggu. Belum lagi, mengajar ngaji, dan memikirkan proyek-proyek Muslimah Sinau berikutnya. Btw, sekarang saya sedang menggarap buku antologi yang insya Allah akan diterbitkan menjelang Ramadan tahun depan. Sejauh ini ada 15 orang kontributor – para followers Muslimah Sinau – yang menyumbangkan tulisan mereka. It’s an exciting stuff for me as I am editing, giving them feedback, as well as taking care of the cover, publisher, and so on.
Kedua, #uwrf18 has been accomplished!!! Sejak awal September, suasana kerja yang intens mulai terasa. Begitu masuk Oktober, berbagai tantangan dan kendala muncul silih berganti. Bahkan saya bisa bilang suasana mendadak ‘mencekam’ karena ada hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan kami. Tapi apa mau dikata, Festival harus tetap berjalan. Alhamdulillah, saya melewati empat hari (24-27 Oktober 2018) dengan ‘gagah berani’. Hari Minggu, 28 Oktober 2018, saya bertolak ke Palangka Raya untuk menjalankan program kantor, berkolaborasi dengan Kedutaan Amerika Serikat: Satellite Event. We visited two universities: IAIN Palangka Raya dan Universitas Palangka Raya; and the audiences were amazing!
So, apa saja highlight dari Ubud Writers & Readers Festival tahun ini untuk saya? Here we go.
Kedua, #uwrf18 has been accomplished!!! Sejak awal September, suasana kerja yang intens mulai terasa. Begitu masuk Oktober, berbagai tantangan dan kendala muncul silih berganti. Bahkan saya bisa bilang suasana mendadak ‘mencekam’ karena ada hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan kami. Tapi apa mau dikata, Festival harus tetap berjalan. Alhamdulillah, saya melewati empat hari (24-27 Oktober 2018) dengan ‘gagah berani’. Hari Minggu, 28 Oktober 2018, saya bertolak ke Palangka Raya untuk menjalankan program kantor, berkolaborasi dengan Kedutaan Amerika Serikat: Satellite Event. We visited two universities: IAIN Palangka Raya dan Universitas Palangka Raya; and the audiences were amazing!
So, apa saja highlight dari Ubud Writers & Readers Festival tahun ini untuk saya? Here we go.
1. Perfection is impossible, but we can always work on it
Sebagai Program Assistant, pada dasarnya saya bertanggungjawab atas hal-hal yang bersifat administratif yang berhubungan dengan pembicara internasional. Tetapi bos saya begitu baik memberikan saya kesempatan untuk terjun langsung mengurusi beberapa hal yang cukup krusial, sehingga saya terpicu untuk memberikan yang terbaik. Namun begitu, adanya pembatalan kehadiran pembicara, atau masalah-masalah yang muncul di lapangan, tentu sempat membuat saya terpukul. Every hour I have to remind myself to not being too hard, as we are dealing with so many people who have so many interests and errands. But after all, we have a bottom line that we have fulfilled. The quality ‘standard’ of how to run the Festival has been exceeded. Kudos for all staffs, volunteers, third party, even locals who helped us bringing the 15th year of Ubud Writers & Readers Festival!
2. Seeing people’ enthusiasm still touching my heart
Seminggu telah berlalu, tetapi saya masih bisa merasakan bagaimana berlimpahnya energi positif selama 3 hari itu (karena Festival resmi dibuka pada hari Rabu malam dan sesi umum pertama adalah pada hari Kamis pagi). Karena kesibukan saya dengan divisi Transportasi dan Program, saya tidak banyak menghabiskan waktu pada sesi Main Program. Sesekali saya mengecek venue, lalu ‘terbang’ ke venue lainnya untuk meredam berbagai masalah. But, I was so proud of myself to see the audiences are happy, the speakers are enjoying their sessions and other events as well, even those who don’t buy tickets can still celebrate the Festival with us through our Free Programs. Hingga pada ulang tahun Pak Ketut (suami dari Bu Janet DeNeefe, founder) sekitar tiga hari sesudah Festival, para ekspatriat di Ubud masih membicarakan betapa semaraknya Festival tahun ini, dan tak henti-hentinya menyelamati kami, para staf, yang masih mengantuk. Hahaha. Coba baca tulisan dari teman saya, Anissa, tentang kesannya akan #uwrf18 di sini.
3. You don’t need approval nor recognition for your success
Hal ini berat untuk dituliskan tetapi saya perlu satu minggu penuh untuk menginternalisasi ke dalam diri, bahwa saya bahagia menjalani kehidupan saya di Ubud. Jika ada orang yang tidak bisa memahami ini, maka silakan dia mencari kebahagiaannya sendiri. Nyatanya, ada sebagian orang yang masih menganggap apa yang saya lakukan hanyalah main-main belaka. It’s okay, he/she didn’t walk in my shoes. Mereka enggak tahu rasanya standby pagi sampai malam di kantor, tidak sempat makan siang atau makan malam, harus selalu tersenyum di hadapan semua orang, dan otak terus berjalan mencari solusi. Mereka enggak tahu beratnya perjuangan kami meningkatkan pariwisata di Ubud melalui literasi, menciptakan peluang bagi para penulis berbakat, dan mengadakan kolaborasi ekonomi – yang ujung-ujungnya ya untuk negeri. Ketika saya berbagi tentang perasaan ini dengan rekan-rekan di kantor, sebagian besar mengamini. Bahkan para pembicara #uwrf18 pun menghadapi kesulitannya masing-masing dalam pengembangan karier, hubungan dengan orang-orang terdekat, dan sebagainya. Saya bersyukur mendapat kesempatan belajar dari orang-orang hebat – yang karena mereka pernah merasakan pedihnya disepelekan – selalu berusaha mengapresiasi usaha orang lain.
Apa lagi ya? Hmmm. Seperti saya sampaikan di atas, saya tidak terlalu menyimak apa yang dibagikan oleh pembicara, huhuhuhuhu. Menyesal, jelas. Secara pembicara tahun ini ciamik soro, tapi ya kalau kata seorang teman, “kamu kan ke sana buat kerja, bukan buat nonton.” Hix hix. Hopefully saya punya hal-hal lain untuk diwujudkan pada #uwrf19….. oops, yesssss insya Allah saya akan melanjutkan kontrak saya selama satu tahun sampai UWRF tahun depan. Bismillah, semoga membawa kebaikan untuk diri saya, orang-orang di sekitar saya, dan umat. Aamiin.
But before I jump to the job again, saya akan ambil break selama 6 minggu, untuk beristirahat dan menyelesaikan proyek-proyek pribadi (jadi maunya istirahat atau apa nih, Prim?). Meet me in Malang or Jakarta? Yuk, yuk, boleh sharing aaapa aja terserah kamu. Send me email at primadita1088@gmail.com, with subject: Ketemuan Kuy! Look forward to it!
Lots of love,
Prima
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete