Saturday, May 21, 2016

Happiness Project: Opening

This is the story that I finally reveal. Takes days and weeks for me to write it ‘cause as I have said a lot of times, all I want to do is spread the optimism. It’s not that I play a happy-go-lucky role, but I realize everyone has problem. What differs people then is, how to overcome it. Right?  

Sekitar sebulan terakhir, saya sedang mengalami stres yang luar biasa. Saya sedang menghadapi banyak tekanan dari banyak pihak. Maju kena, mundur kena. There is no right thing in my eyes. Semua ada salahnya. Semua ada celanya. Semua ada kurangnya.

Yang paling parah, saya memandang diri saya pun begitu. Saya terbelit oleh ekspektasi diri sendiri yang sedemikian tingginya. Saya harus segera lulus. Saya harus memiliki penghasilan sendiri. Saya harus tetap menunjukkan bakti saya di rumah yang saya tinggali saat ini.

Kadang saya berkata kepada diri sendiri, ‘no one force you to do this and that, prim’ Lalu satu-dua sms dan telepon menghancurkan optimisme yang sudah saya kumpulkan dengan susah payah. 

Photo Credit: PictureQuotes.com
Sering saya merasa hidup ini tidak adil. Sebagaimana kutipan diatas, bagaimana kalau kita mau tidak mau harus stuck di lingkungan yang negatif. Let say... What if this ‘people’ is our own family? Kan tidak mungkin kita tiba-tiba ‘yuk ah, aku mau mengganti keluargaku dengan keluarga yang lebih positif.’ Menurut ngana aja?

Bukannya keluarga saya segitu buruknya ya. Tapi sebagai lulusan Ilmu Komunikasi dan sekarang sedang studi S2 Ilmu Komunikasi, saya paham keluarga saya sedang mengalami banyak miscommunication and misunderstanding. Dan dengan prinsip ‘takut jadi anak durhaka’, saya memilih menelannya sendiri. Atau kemudian jadi status di Facebook, dan sekarang jadi blog post. It’s hard, it really is. 

Makanya, ada hari-hari dimana saya menangis sesenggukan sampai tertidur. Kalau lagi tidakada orang di rumah, saya bisa puas-puasin menangis meraung-raung sampai suara serak. Mencari hiburan dengan apa? Saya justru merasa bersalah ketika nonton bioskop atau makan enak – ‘cause it costs some money. Bahkan ketemu psikolog pun sudah tidak mempan. I’m overwhelmed.

Diatas semuanya, saya justru memperburuk suasana dengan merasa berat badan saya adalah salah satu masalah yang harus segera diatasi. Sudah baca post Zumba Ternyata Tidak Bikin Kurus? Mungkin nadanya post itu tidak terlalu serius, tapi akhir-akhir ini saya semakin sering ngatain diri sendiri ‘gendut’. Saat ini pun saya menjalani dua program diet sekaligus – yang sayangnya tidak memberikan hasil positif. Saya baru tahu kalau stres sangat mempengaruhi penurunan berat badan, dan semakin stres saya, yang ada ya...semakin gendut.

Please jangan ngomong tentang iman dan keyakinan. Although I don’t spill out everything here, percayalah saya tetap melakukan hal-hal yang ‘seharusnya’. Just in case you really want to know, alhamdulillah semua cobaan ini saya lalui tanpa teman-teman yang selalu ada. Saya jadi berpaling pada lembar-lembar Al-Qur’an. Dan saya masih menunggu ‘keajaiban’ datang.  

I’m frustrated and I don’t know what to do.  

Lalu suatu malam, saya tiba-tiba bilang ke teman sekamar saya – satu-satunya orang yang pernah mendengar saya menangis sampai mengobrak-abrik meja dan menjambaki rambut. “Kita harus hentikan semua hal negatif ini. Biarlah orang memperlakukan kita seperti apa, we don’t have to digest all those things. We have to stay strong.” (Kenapa kita? As I have said, semua orang punya masalah – dia juga)
“Caranya gimana, mbak?”
“We have to be grateful.”
Terus kami berdua lihat-lihatan. Lah, bersyukur mah gampang buat diomongin?
“Kita harus mencatat setiap hal yang membuat kita bahagia dan bersyukur pada hari itu, dan fokus kepada hal tersebut.”
Entah kesambet apa saya bisa ngomong begitu. Gimana caranya bahagia dan bersyukur kalau tidak tahu apa yang harus disyukuri?
“Nah ya itu, kita harus melakukannya setiap hari. Minimal selama sebulan.” 

Dan setelah ditunda berhari-hari, saya akan memulainya hari ini. 

Alhamdulillah, tadi pagi saya bangun dengan perasaan yang cukup baik. Sepertinya ‘efek’ zumba sampai kaki gemetar dan punggung encok tadi malam. Setelah saya mandi, sholat dhuha, langsung capcuss ke suatu gerai donat supaya bisa mengerjakan pekerjaan saya. Alhamdulillah, saya mendapat kepercayaan untuk sebuah project baru di tempat kerja saya. Alhamdulillah, saya bisa mengerjakannya dimana saja, tanpa harus terikat tempat dan waktu. Kalau nanti saya bosan disini, saya bisa pindah ke tempat lain. Alhamdulillah juga, masih bisa beli donat dan ice lemon tea untuk menemani pekerjaan saya (ya masa numpang WiFi-an doang?). 

Saya tidak tahu apakah happiness project ini akan berlanjut, atau memberikan dampak yang signifikan terhadap permasalahan yang saya hadapi. Tapi yang saya ingin kamu tahu, bahwa nobody has perfect life, it’s true. But don’t be ashamed for what you are. No need to pretend that you are happy when you aren’t. Life will find its way, and this too shall pass.
 
See you tomorrow,
Prima  

4 comments:

  1. Kak Primmm, curhat yuk. Sebagai sesama anak komunikasi dan entah kenapa yang kamu tulisin itu juga sedang terjadi padaku. Aku merasa sering frustasi. Mungkin 2 orang dengan sama kondisi ketemu bisa jadi + (logikanya minus tambah minus sama dengan plus) hehe

    ReplyDelete
  2. Kak Prim, happiness projectnya lanjutin ajaaa, no matter what. Kudukung dari sini yaaa!

    ReplyDelete
  3. *Peluukkk Mbak Prim*
    Aku juga pernah mikir gitu.. kalo yg 'negatif' itu keluarga, gimana caranya kita menggantinya?
    ah iyaaa... aku juga sempet berniat buat 'bersyukur' tiap hari... baru inget gara2 baca ini :D

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...