Sunday, June 3, 2018

Living an Impactful Life: 4 Pelajaran Berharga dari Ali Banat dan Razan Najjar

Ramadan tahun ini, Muslim/Muslimah di seluruh dunia diliputi kabar-kabar menyedihkan. Dimulai dari negara kita tercinta, yang sebenarnya berawal dari hoax, tapi kemudian kalau saya pikirin, semakin sedih saya jadinya. Ini kok kayaknya Muslim Indonesia bakal diuji dengan perpecahan kalau enggak hati-hati. Iya perbedaan itu selalu ada, tetapi akhir-akhir ini rasanya semakin mendebarkan dan menakutkan. Kayak… Ada perasaan curiga bahkan ke sesama saudara Muslim, astagfirullah.. Makanya setiap Subuh saya baca Al-Fatihah khusus untuk Indonesia, pokoknya gimana caranya saya yakin Allah masih akan melindungi kita semua dari marabahaya walaupun udah bocel-bocel di sana-sini tapi harapan masih ada – selama kita berharap #eaaa.

Selepas kasus hoax daftar ustaz radikal (udah baca artikel Asumsi di sini? Saya jadi narasumber lho, hihi), minggu lalu kita dikejutkan dengan meninggalnya Ali Banat dan Razan Najjar. Tanpa mengecilkan kedua sosok tersebut, let’s just admit that people die everywhere everytime. So why these two persons matter?

Saya pun browsing dan membaca beberapa artikel tentang keduanya, and I can conclude that they are SO LUCKY. Karena, sebagaimana saya tulis di buku saya, mereka meninggal pada saat keadaan iman sedang bagus-bagusnya (insya Allah), dan dalam keadaan sedang berbuat baik. Sementara menjelang Ramadan kita mendengar, berpuluh-puluh orang meninggal karena minum miras oplosan. Waduh, udah penyebab meninggalnya enggak keren, nyusahin orang pula. Naudzubillahi min dzalik.

While I believe you can googling about Ali Banat and Razan Najjar, let me just summarize some important lessons from them. Hopefully it can give you more motivation to accomplish Ramadan as a winner.

1. Ketika Kamu Tahu Kapan Kamu Akan Mati, Kamu Akan Mempersiapkannya Sebaik Mungkin

Pernah saya ditanya oleh seseorang (yang hitungannya masih kerabat) yang jauh lebih muda daripada saya, “mbak kan hitungannya masih muda, ngapain sih jungkir-balik salat gitu?” Ia menambahkan, kalau mau puas-puasin diri dengan dunia dulu, nanti kalau dia – paling tidak seumuran saya, baru mau salat lima waktu. Saya mendelik, tapi menahan diri. Saya pun balik bertanya, “siapa bisa jamin kamu bisa sampai umur mbak? Siapa bisa jamin mbak bisa sampai umur ayahnya mbak? Bahkan, siapa bisa jamin mbak – atau kamu – masih hidup sampai besok? Btw ini masih pagi lho, bisa aja kamu berangkat sekolah terus enggak pulang lagi.” Biar deh, biar dia takut sekalian.

Melihat dia bergidik, saya menurunkan intonasi saya seraya berkata, “ayahnya mbak baru salat umur berapa ya, 50 tahun… mbak baru salat dan ngaji kayak gini mulai umur 25 kayaknya… Seandainya mbak dan ayahnya mbak sama-sama dipanggil Allah pada umur 70 tahun, insya Allah tabungan mbak lebih banyak daripada ayahnya mbak. Kalau kamu bisa mulai dari sekarang (umurnya sekitar 16 tahun waktu itu), tabunganmu jauh lebih banyak daripada mbak.”

Listening to my thought, he didn’t transform automatically although I really hope he would. Tapi coba kita belajar dari Ali Banat, yang katanya divonis hanya punya sisa umur 7 bulan (tapi kok ya Alhamdulillah bertahan sampai 3 tahun). Begitu tahu umurnya tinggal segitu, dia langsung mengubah gaya hidupnya. Yang awalnya punya mobil mewah, barang branded, dll, langsung dia sumbangin semua duitnya buat project di Afrika.

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).

Nah itu Ali Banat kan… ‘Enggak enaknya’ jadi kita nih, kita sehat wal ‘afiat kan, kita enggak tahu kapan kita akan meninggal. Terus gimaneee mengevaluasi gaya hidup kita, hayo??? At least Razan Najjar pun pasti sudah bersiap-siap kalau suatu waktu meninggal, secara dia memang tinggal di daerah konflik gitu.

“Some of us and lots of us just pass away suddenly.” – Ali Banat

Jadi, enggak ada kata ‘besok’ buat memulai amal baik. Siapa bisa jamin kita masih bangun lagi buat sahur? Terus berhubung sudah malam, apa yang bisa dilakukan? Berwudu, salat dua rakaat, baca 3 surat terakhir, maafkan orang-orang yang sudah menyakiti kita, dan minta ampun atas kesalahan kita seharian… Itulah sedikit-dikitnya amal yang masih bisa kita lakukan malam ini. Syukur-syukur kalau kamu mau bangun semalaman buat tahajud dan tadarus lanjut sahur. Tapi jangan salahkan saya kalau besok kamu ngantuk di kantor, hehe.

Razan Najjar pun mengajarkan kepada kita, enggak ada ceritanya terlalu muda untuk beramal.
She is just 21 years old, masya Allah. Saya umur 21 kayaknya masih galau lepas-pasang khimar, lagi hepi-hepinya pacaran, dan hidup saya cuma sebatas, “ntar pulang kuliah mau nongkrong di mana?” Ya Allah, parah banget!!! *brb sujud tobat*

So, always encourage your younger siblings/relatives/friends to start doing the good deeds from NOW. Kalau mereka tergerak, semoga Allah mengaruniai pahala amal jariyah kepada kita karena kita telah menunjukkan jalan kebaikan. Aamiin.

2. Pasang Target Setinggi Mungkin untuk Kontribusi Sosial, Because Even If It Doesn’t Matter For You, It Matters For Society

Satu lembar uang seratus ribuan untuk kita mungkin hanya senilai satu kali makan malam. Tapi untuk beberapa orang, uang segitu bisa berarti SPP sebulan. SPP sebulan artinya menyambung hidup dan memupuk harapan, bahwa suatu hari nanti orang-orang ini bisa memiliki hidup yang lebih layak.

Kayaknya saya kudu nyeritain lagi kisah waktu saya bekerja di sebuah lembaga pendanaan usaha kecil tahun 2016 silam. Pendirinya lulusan Inggris lho, bisa kerja di instansi keuangan numero uno di manapun, tapi dia milih bikin sistem pinjaman lunak untuk pengusaha kecil di Indonesia. Sebagai penulis artikel di blog, saya kaget waktu mewawancara seorang peminjam di Aceh yang bahagia banget karena penghasilan bulanannya meningkat SERATUS RIBU berkat bantuan lembaga kami.

“Bu, SERATUS RIBU Bu?” Saya menegaskan, takut salah dengar.

“Iya mbak Prima, Alhamdulillah dapat tambahan SERATUS RIBU per bulan.” Beliau menjawab dengan girang.

Wagelaseeeeeeeeeeh.

“…sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang shalih.” (HR. Ahmad 4/197. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Pertama: Yang dimaksud orang yang sholih adalah orang yang memperhatikan dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama. (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390)

Kedua: Harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia dan akhirat (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390).  Ini tentu saja yang pintar mengolahnya adalah hamba Allah yang sholih yang mengerti kedua maslahat ini. Maka tepatlah maksud di atas bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang dikelola orang yang sholih.

Sumber: https://rumaysho.com/1129-sebaik-baik-harta-di-tangan-orang-yang-sholih.html

As Ali Banat said, it’s okay if now you’re not a founder of a non-profit organization, or an initiator of a social project. Just keep doing what you can do, because it shows that you care, and it is still better than not doing anything.

3. Perhatikan Sekitarmu: Mulai dari Lingkungan Terdekat

Ini sebenarnya sejalan dengan yang dimaksud Ali Banat tapi saya coba membahasakannya dengan cara lain ya. Jadi begini, somehow kita pasti silau ngeliat Ali Banat dan Razan Najjar. Tapi gimana kalau kita enggak punya kemampuan sampai segitunya? Ali Banat mentioned, you only need ONE person to inspire. Dan seperti saya tulis di atas, itu masih jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.

Bahkan, kalau kamu bersungguh-sungguh dalam menjalankan peranmu sebagai apapun, you will eventually find a way to really contribute. Sedikit saya kutip dari Kang Hari, peran apapun bisa banget kok bikin dampak ‘sosial’. Sebagai seorang istri, kamu berjuang menyenangkan suamimu sehingga ia bersemangat dalam bekerja. Sebagai seorang ibu, kamu mendidik anak-anakmu untuk melakukan kebaikan. Sebagai seorang anak, cucu, kakak/adik – atau sebagai mahasiswa, penulis (cieh), insinyur, you can do something.

Dan seperti yang saya sampaikan di Insta story tadi pagi, let’s not forget the good deeds of the people who support the patients. Di balik pasien yang kuat, ada dokter, perawat, keluarga yang gantian jaga, tetangga yang gantian menjenguk, dan masih banyak lagi. Ambil bagian dalam sebuah lingkungan yang saling mendukung dan membangun. Perhaps you consider it as a very small act, but you never know if one day someone will come to you and thank you for being there when he/she needs it the most.

4. Bagaimana dengan Menampakkan Sedekah?

“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” – Q.S. Al Baqarah (2): 271

‘Memang baik ya, sedekah dipamerin gitu?’, pasti enggak sedikit yang berpikiran demikian. Nah, ini nih… yang tahu hanya orang yang sedang menjalani, dan Allah. Tapi jika saya boleh berpendapat, I personally think we need more people like Ali Banat and Razan Najjar who color the world with beautiful stories. Capek ga sih lo, liat tipi yang dibahas seleb sensasional mulu. Kita butuh cerita orang-orang baik; orang-orang yang mau meninggalkan kenyamanan rumahnya untuk merasakan penderitaan orang tak berpunya (lebay…), and of course the people who do something! Now that we are in Ramadan, enggak cukup hanya merasakan lapar, toh ntar juga kita makan enak pas berbuka. Tapi bagaimana dengan anak-anak panti asuhan yang hanya berbahagia pada bulan ini karena rame-ramenya panti didatangi orang-orang yang memberikan donasi? Adakah kita benar-benar tulus saat mengunjungi mereka, atau sekadar supaya kita punya bahan untuk di-post di media sosial?

So here you have two choices: go outside your house, take a picture with unfortunate people, and tell the world how we can help them; or keep silent about what you have done for them. It might be good for you and for them, but just maybe, you missed an opportunity to get some support from more people. But again, yang tahu niatnya apa, hanya kamu dan Allah. ;)

Ini kalau diterusin kayaknya saya bisa bikin buku tentang Ali Banat dan Razan Najjar :))) Soalnya saya ngerasa sayang kalau pelajaran berharga dari mereka hanya diceritakan dalam beberapa ratus kata saja. But even though you only understand ONE point and apply it for the rest of your life, I hope it gives you a better life now and later. Additionally, I would be very honoured if you want to quote some of my words and share it on your social media so that more people will be inspired. Thank you.

May we still have time to conquer Ramadan and make it as an impactful month. Aamiin.

For the legacy of Ali Banat and Razan Najjar,
Prima  

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...