Wednesday, July 15, 2020

Surat Untuk Mamaku (A Letter For My Mom)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, 

Semoga Mama selalu dalam penjagaan Allah. 

Suatu hari pada tahun 2014, setelah kakak kembali ke rumah selama dua tahun, kakak meledak. Betul kakak mengatakan, “Kakak enggak bahagia sama Mama!” Lalu Mama menampar kakak, dan mendorong kakak ke pintu kamar belakang. Luka fisik, jika ada, dapat disembuhkan dengan mudah. Namun luka batin, tertinggal di sana, menganga semakin dan semakin lebar setiap harinya. 

Momentum itu menjadi titik balik dalam kehidupan kakak, karena kakak bisa menerima ketika Mama memukuli kakak waktu kakak masih kecil (kakak nakal, kakak perlu pelajaran kedisiplinan, baiklah). Tapi ketika kakak sudah merasa cukup umur, dan ternyata perasaan kakak tidak layak untuk dipedulikan, kakak bingung harus berbuat apa. 

Lagi, mengambil jarak dari Mama menjadi solusi "instan". Kakak berpikir, mungkin beberapa tahun ke depan kita berdua akan berubah. Kakak bisa legawa dalam menghadapi Mama, pun sebaliknya. 

Kajian agama, buku-buku tentang hubungan orangtua dan anak ataupun percintaan, konsultasi dengan psikolog maupun psikiater sudah kakak telusuri. Ada satu kesimpulan yang kakak ambil, bahwa barangkali pada tahun 2014 itu, bukannya kakak tidak bahagia sama Mama, tapi kakak tidak bahagia karena merasa tidak mampu membuat mama bahagia. 

Sejak Mama menikah lagi dengan papanya adik dan ditinggalkan, kakak mengamati bahwa ada kekosongan di hati Mama. Dan sebagai seorang anak sulung yang dititipi berkat nama “Maha Pengasih”, tanpa sadar kakak mengambil kebahagiaan mama sebagai misi hidup kakak. Kakak mencerna semua kritik dari Mama, ketidakpuasan Mama terhadap diri kakak — atau bahkan orang lain, sebagai kegagalan kakak pribadi. 

Tahun demi tahun, kakak mencobai berbagai jalan agar Mama merasa lebih bahagia, lebih sehat, lebih peduli terhadap diri sendiri (dan adik)… Mama masih terus membuat keputusan-keputusan tanpa pertimbangan matang dalam menyelesaikan tantangan hidup, yang mana ternyata kebanyakan, bukan pilihan yang lebih mudah. Pun bukan dengan cara yang lebih elegan, terutama jika melihat bagaimana Mama memperlakukan beberapa orang yang telah berupaya membantu Mama. 

Maret lalu, ketika kakak tahu Mama memilih untuk kembali ke rumah PS 2, akhirnya kakak menyerah. Tidak akan ada yang bisa kakak lakukan untuk mengubah situasi. Kakak  telah tiba pada titik terendah perasaan kegagalan membahagiakan Mama. Kakak pasrahkan kepada Allah, karena persoalan ini sudah benar-benar di luar kemampuan kakak.

Kamis, 9 Juli 2020, kakak membaca sebuah kalimat dalam buku, “Pada akhirnya aku yakin, jika aku cukup baik, jika aku cukup mencintainya, jika aku cukup berbuat, aku akan bisa memenangkan hatinya dan dia akan mencintaiku. Rasanya seperti berusaha melelehkan gunung es dengan sebatang lilin.”

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...