Saturday, November 19, 2016

BOOK REVIEW: Your Sin Is Not Greater Than God's Mercy - Nouman Ali Khan



Judul: Your Sin Is Not Greater Than God's Mercy
Penerjemah: Putri & Isma
Penyunting: Ahmad Najib
Penerbit: Noura (PT Mizan Publika)
ISBN: 978-602-385-130-0
Tebal: 280 hlm
Tahun terbit: 2016
Genre: Agama, Islam  

Akhirnyaaaaa saya bisa nge-blog lagiii~ Sebenarnya, kalau waktu sih selalu punya, after all I’m not die yet. Tapi excuse-nya selalu lebih banyak daripada waktu. Tak terasa hari dan minggu berganti, OH NO, sudah hampir sebulan blog ini dianggurin. I have A LOT of things to tell. Kalau di post sebelumnya saya tulis “last two weeks has been so crazy”, ternyata kegilaan itu sedianya belum akan berakhir hingga minggu depan. Yes, I am going to Bali on Monday for an annual meeting with my bosses. Saya juga akan mengambil satu hari libur – yang aslinya terpaksa karena tidak dapat penerbangan (yang murah). Where should I go, any suggestion?

Meskipun saat ini saya sedang sakit batuk (padahal mau ke Bali hiks hiks), akhir-akhir ini saya semakin banyak bersyukur karena tahun ini adalah salah satu tahun terbaik dalam hidup saya. So many ups and downs, but life has been so so amazing I can’t even. Sayangnya, di sisi lain, saya bukannya tidak sadar ada beberapa konflik, baik yang saya rasakan secara pribadi, maupun dengan sebagian orang. Tentu sister tahu apa isyu yang sedang ramai saat ini, saya pun sebagai orang yang cerdas rempong, memikirkan dengan seksama apa reaksi terbaik yang harus saya sampaikan. Saya memilih untuk hanya mengakui pendapat saya ke segelintir orang yang cukup ‘waras’ untuk diajak debat secara bijaksana dan legowo. Hidup ini indah karena adanya perbedaan. Lebih indah lagi ketika kita bisa memahami ya itulah esensi hidup: perbedaan tidak untuk dipertentangkan, melainkan untuk diapresiasi.

Hal inilah yang mengingatkan saya akan buku yang saya beli sebagai hadiah ulang tahun untuk diri sendiri. Saya pernah menulis tentang Nouman Ali Khan di post ini, dan ketika saya sedang di toko buku, I couldn’t help to not buying the book.

Kesan pertama membaca buku ini adalah.....you better watch his YouTube videos. Hahahahaha, engga deng. Terjemahannya memang engga terlalu bagus sih, tapi kalau kurang percaya diri dengan kemampuan bahasa Inggris, ya boleh deh.

Buat sister yang belum pernah menonton ceramahnya Nouman Ali Khan, harus terlebih dahulu memahami kalau beliau ini ngomongnya agak bertele-tele. Mau ke satu poin itu kudu kemana-mana, hanya penyampaiannya menarik dan asyik. Pelan-pelan pasti ngerti, oh gini maksudnya. Makanya setiap bab dijelaskan dalam jumlah halaman yang cukup banyak. Kalau sister kurang begitu ‘ngeh’, ya balik aja baca dari halaman pertama dengan lebih perlahan. (Dan kembali lagi, ada baiknya kamu menonton YouTube-nya langsung).

Buku ini punya benang merah tentang dua hal, yang pertama, bahwa ampunan Allah itu sangat-sangat luas.
 
“Hal pertama adalah ketika Anda dan saya berdosa, kita merasa kecewa pada diri kita sendiri. Kenyataannya begitu jika Anda masih memiliki sedikit susila dalam diri Anda. Ketika Anda melakukan sesuatu yang salah, pada akhirnya Anda akan menyesal dan berkata, ‘bagaimana aku bisa melakukan hal itu?’ Setelah itu, Anda kehilangan harapan diri sendiri. Maka, wajar jika Anda kecewa terhadap diri sendiri.” (halaman 160)

Semua orang pasti punya salah dan dosa, itu tidak perlu dibahas lebih lanjut. Yang sekarang sering terjadi adalah, kebanyakan orang malu untuk mengakui dosa itu bahkan kepada dirinya sendiri. Sehingga seolah-olah, dia merasa segan untuk bertobat dan kembali ke jalan Allah. ‘Bagaimana mungkin Allah menerimaku lagi, sementara dosaku tidak termaafkan?’

Saya pernah berada pada posisi ini, dimana asumsi itu memang membawa saya semakin jauh dari pertobatan. Setiap ingin bertobat, saya merasa begitu kotor dan penuh noda (inget Awkarin...). Saya tidak berani membicarakannya dengan orang lain karena takut dihakimi dan disalah-salahkan. Saya tidak butuh orang lain untuk menunjuk saya di hadapan muka saya, saya tahu saya salah. Yang saya butuhkan adalah semangat dan keberanian untuk memperbaikinya.

Alhamdulillah, beberapa bulan sesudah momen itu, saya bangkit dengan susah payah. And you know what happened? I keep making sins. Saya terus membuat dosa-dosa ‘kecil’, baik secara sadar maupun ‘tanpa sadar’. Namun – semoga Allah memberi hidayah bagi saya – sekarang saya tahu, saya tidak boleh terlalu jauh. Istighfar dan tobat setiap hari, baik untuk dosa besar yang saya lakukan tahun itu, dan dosa-dosa kecil yang terus saya lakukan setiap harinya. Nobody is too dirty to take shower, kadang yang diperlukan hanyalah sabun yang tepat dan waktu mandi yang lebih lama.

Bahkan, Nouman Ali Khan menggambarkannya di buku ini dengan kisah Firaun. Semua orang tahu kisahnya, dan Allah sudah menakdirkan sejak awal bahwa ia akan meninggal dalam kekafiran. Tapi Allah tetap mengirim Nabi Musa untuk berdakwah kepadanya. Artinya, Allah masih punya ‘harapan’ akan hamba-Nya yang bergelimang dosa. Allah akan selalu membuka pintu ampunan-Nya untuk hamba-Nya yang bahkan terlalu malu untuk mengucap kata tobat.

Poin penting kedua dalam buku ini, jangan pernah menyerah dan bersedih atas segala masalah dalam hidup.

 “Yusuf a.s. mengalami banyak masalah dalam hidupnya. Tetapi ketika dia menoleh pada masa lalu kehidupannya, dia berkata, ‘Ah tidak, Allah Mahatahu apa yang sedang terjadi pada diriku selama ini, dan semua ini adalah kebijaksanaan-Nya.’ Subhanallah.” (halaman 69)

Saya menangis terisak membaca bab ‘Mengatasi Kesulitan Hidup’ (halaman 59-77) ini. Tahu dong, semua nabi menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Terutama Yusuf yang sedang dibahas ini. Saat kecil dibuang oleh kakaknya (!), saat remaja jadi budak, saat menjelang dewasa difitnah dan dijebloskan ke penjara. Ternyata, perjalanan hidup itu membawanya kepada hadiah terbesar dari Allah: kemuliaan dunia-akhirat.

Coba kalau itu saya – iya, saya sudah sering mengatakannya pada Allah, “Ya Allah, salah saya apaaa, hidup kok susah banget sih.” Hayo ngaku, siapa di antara sister yang sering berkomentar demikian atas cobaan/ujian yang datang silih berganti?

“Pada bagian awal surah itu (surah Yusuf) sebelum masalah timbul, kita menoleh ke Allah dan menyebut-Nya sebagai Mahatahu dan Mahabijaksana. Lalu kita mempunyai harapan rencana besarnya bagi kita. Ketika masalah timbul, kita menyebut Allah sebagai Mahatahu dan Mahabijaksana karena apa pun yang terjadi itu adalah bagian dari pengetahuan dan kearifan Allah. Kita percaya pada-Nya. Dan ketika masalah kita teratasi, kita berpaling lagi pada Allah Swt. dan mengatakan bahwa Allah menolong kita. Kita bisa melihat peristiwa itu baik untuk keimanan kita. Dan hal itu juga baik dari sisi lain. Bahkan ketika kita tidak memahaminya, Allah Swt. mempunyai kebaikan untuk kita. Allah Swt. mempunyai sesuatu untukku.” (halaman 75)

Merinding, kan? Bab ini membuat surat Yusuf menjadi salah satu surat favorit saya disamping Al-Fiil.

Tentunya banyak pelajaran berharga lain di buku ini, karena saya pun masih membacanya hingga sekarang. ‘Masalahnya’ itu tadi, pada beberapa paragraf terjemahannya terasa kurang pas, jadi perlu dibaca perlahan. Namun hal itu tidak mengurangi esensi dari buku ini kok. Saya tetap akan menyarankan sister membeli buku ini, atau diberikan kepada orang-orang terkasih (saya merencanakan untuk membeli satu lagi untuk ayah saya).

Semoga akhir pekan sister menyenangkan, dan sampai jumpa sesudah saya pulang dari Bali! :)

Salam,
Prima

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...