Saturday, October 15, 2016

BOOK REVIEW: Di Balik Gerbang


Judul: Di Balik Gerbang – Inspirasi dari Kisah 7 Pendamping Diplomat

Penulis: Andis E. Faizasyah, Angela Widowati Nugroho, Lona Hutapea Tanasale, 
Myra Junor, Syifa Fahmi, Tyas Santoso, dan Utami A. Witjaksono

Penerbit: B first (PT Bentang Pustaka)

ISBN: 978-602-426-002-6

Tebal: 258 hlm

Tahun terbit: Juni 2016

Cetakan: Pertama

Genre: Kisah Perjalanan, Inspirasi, Biografi

Dua tahun terakhir ini, saya mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi dunia kerja yang agak berbeda dari pengalaman kerja saya. Kalau dibilang beda banget juga engga sih, karena pada dasarnya semua pekerjaan yang saya lakukan intinya satu: komunikasi. Memang semua pekerjaan itu butuh skill komunikasi, bahkan sahabat saya, Igna pernah bilang “ngapain sih kita kuliah komunikasi? Kayaknya semua orang bisa belajar sambil jalan.” Lah guweh, ngapain kuliah komunikasi sampai S2 tapi masih sering miscommunication? Ngambil peminatan komunikasi pemasaran, tapi sampai sekarang belum berhasil ‘memasarkan’ diri sendiri? Hvft. Kalau sudah begini, jadi nyesel kenapa dulu engga kuliah kedokteran aja. #ahseeek #kayakyangotaknyamampuaja

Saya sendiri mulai diberondong pertanyaan ‘kapan lulus?’ terutama dari beberapa orang yang ingin menawarkan pekerjaan penuh waktu sesudah saya menyandang gelar Master nanti. Padahal saya mah apa atuh, kerjaan begini doang. Ya nulis, ya ngedit, ya kasih pelatihan menulis, sesekali jadi tour guide. To be honest, saya masih sering minder kalau ngeliat lowongan pekerjaan. Ngerasa under-qualified gitu.

Seperti sekarang ini, dimana saya mulai mempersiapkan diri untuk merancang apa yang akan saya lakukan sesudah lulus. Saya masih menyimpan impian untuk bekerja di luar negeri – atau setidaknya di organisasi internasional yang berbasis di Indonesia. Setelah saya renungkan, waktu saya kerja jadi marketing executive di studio animasi beberapa tahun yang lalu, saya sudah bekerja di sebuah perusahaan internasional. 90% klien berasal dari luar negeri lho. Saya pun bisa bilang bahwa saya punya pengalaman bekerja dengan klien dari 20-an negara. Cieh banget kan.

Cuma kekurangannya waktu itu adalah, saya sendiri engga pernah keluar negeri karena business trip. Toh pekerjaannya hanya menuntut komunikasi dengan klien via Skype. Selebihnya bisa diskusi lewat email. Makanya waktu ada klien dari Irlandia yang pindah ke Bali dan mampir kantor saya di Surabaya, saya seneng banget. Apalagi setelah tahu kita kerja bareng lagi sebagai volunteer di Ubud Writers & Readers Festival 2014.

That’s why saya mencoba menyiapkan hal-hal yang diperlukan agar beneran bisa kerja di luar negeri. Minimal di Kemenlu deh. Atau jadi asisten di Kedutaan Britania Raya di Jakarta. Sadar diri juga, soalnya cuma bisa bahasa Inggris sih, huhuhu.

Berangkat dari keinginan saya untuk menapaki jalan menjadi diplomat, saya beli buku Di Balik Gerbang ini. Buku ini berisi cerita dari tujuh orang istri diplomat, yang dibagi menjadi empat tema besar: Kegiatan, Yang Unik, Perlu Tahu, dan Wisata. Kelebihan pertama buku ini terletak pada penuturan para penulisnya yang tidak klise. Ternyata, semua penulis punya latar belakang pendidikan tinggi; ada yang bekerja (atau pernah bekerja) sebagai pengajar, wartawan, dan bahkan editor buku.


Selain itu, karena dikumpulkan dari pengalaman tujuh orang, tentu ceritanya menjadi sangat kaya. Cerita pertama yang menarik buat saya adalah ‘Persiapan Kunjungan Presiden RI ke Pyongyang’ (halaman 13) dari Ibu Myra Junor. Habis penasaran sih, kayak apa negaranya. Ternyata mantan Presiden Soekarno pernah punya hubungan baik dengan pemimpin negara Korea Utara saat itu. So, Ibu Megawati mengunjungi Korea Utara pada masa pemerintahannya.

Saya juga suka bagian yang bercerita tentang Suriah/Syria (halaman 134 dan 223), karena saya jadi punya lebih banyak pengetahuan daripada apa yang sering saya dengar di berita. Seperti telah disinggung sebelumnya, banyak juga cerita tentang kehidupan sehari-hari. Salah satu yang membekas di hati saya adalah ‘Mencari Sekolah di Sydney’ (halaman 138) oleh Ibu Syifa Fahmi. Padahal mencari sekolah untuk anak di Indonesia aja udah sulit yak, gimana kalau nanti saya jadi nikah sama Pangeran Dubai? Pasrah aja deh, apa kata bapaknya anak-anak aja. #eaaa

Buku ini akan membawa sister ke berbagai negara lainnya, seperti Jepang, Afrika Selatan, Spanyol, Amerika Serikat, Ceko, dan lain-lain. Tahu sendiri kalau tugas diplomat itu engga mudah sama sekali, dan bersyukur bapak-bapak wakil negara kita itu didampingi oleh istri yang engga kalah keren.

Beberapa pelajaran yang bisa saya ambil dari buku ini, hampir sama dengan apa yang saya lihat saat meneliti pesepakbola asing untuk skripsi saya bertahun-tahun yang lalu. Don’t assume. Be flexible. Be open minded. Prepare yourself before moving. Try to talk to local people. Jangan cuma ngumpul sama orang Indonesia terus saat tinggal diluar negeri. Tetap waspada dan berpegang teguh pada prinsip diri. Hal ini juga bisa diberlakukan buat kamu yang ingin mengembangkan hobi traveling-mu.  

Oya, belajar dari ibu-ibu luar biasa ini, ada tiga keahlian yang mungkin perlu sister pertimbangkan untuk miliki dari sekarang. Siapa tahu, suami sister beruntung untuk dikirim perusahaan ke luar negeri dan sister harus mendampingi. Kalau keahlian bahasa asing dan manajemen keuangan, saya engga perlu bilang lah ya.

Keahlian pertama adalah memasak, hiks hiks, akhirnya saya harus mengakui bahwa keahlian ini penting banget. Sebaiknya kamu punya satu-dua masakan andalan khas Indonesia, seperti soto, rendang (duileh susah banget), atau apa deh, masakan khas daerah sister. Keahlian ini bakal berguna banget kalau suami sister yang diplomat harus membuka open house dan mengundang tamu-tamu orang asing. Atau pada saat presiden RI mengunjungi negara pos suami sister. You can’t depend on your assistant all the time, right. Baca deh cerita Ibu Lona Hutapea ‘Di Balik Kunjungan Presiden’ (halaman 53) yang super riweuh menyiapkan konsumsi untuk rombongan Bapak Presiden SBY yang beberapa kali mengunjungi Perancis.   

Keahlian kedua adalah pertunjukan seni dan budaya khas Indonesia. Saya sendiri engga bisa menari, tapi kalau kepepet mungkin saya akan bercerita tentang tarian Indonesia dengan slideshow foto (.........). Cuma kalau sister bisa memainkan alat musik Indonesia kan keren. Seperti cerita Ibu Angela W. Nugroho ‘Resepsi Diplomatik: Kolak Pisang-Ubi dan Angklung Interaktif’ (halaman 42). Seru banget, bisa memperkenalkan alat musik tradisional ke publik internasional. Hmmm *be right back belajar main suling*

Yang terakhir, ini sih saya tangkap secara tersirat dari buku ini. Kalau tidak salah, pendamping diplomat tidak diperbolehkan bekerja (secara resmi atau jadi PNS gitu?) selama penempatan di luar negeri. Tentu karena tuntutan tugas dalam mendampingi diplomat juga sebenarnya tidak sedikit. Tapi kalau misal sister tipikal orang yang tidak bisa diam, harus punya keahlian memiliki penghasilan tambahan atau pekerjaan sampingan. Atau setidaknya merancang program tertentu, seperti yang dilakukan Ibu Angela Nugroho dengan kelas BIPA di KBRI Madrid. Ceritanya bisa kamu baca di ‘Kelas Bahasa Indonesia yang Eksotis di Spanyol’ (halaman 32).

Kesimpulannya, buku ini tidak hanya recommended untuk kamu yang hendak bepergian/sekolah/tinggal di luar negeri. Tapi juga buat kamu yang ingin belajar menjadi istri yang luar biasa, dan siap sedia mendampingi suami dalam menjalankan pekerjaannya – apapun itu.

Lots of love,
Prima

Reminder: don’t forget to join my Birthday Giveaway here!

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...