Thursday, September 22, 2016

Antara Halal dan 'Halal' (Bagian 2)


Mau ngelanjutin post hari senin deh, kebetulan saya baru nonton The Food Files, sebuah program di National Geographic People dan bahasannya ‘ngena’ banget buat saya. Kalau sister sedang luang, boleh tuh dicari. Programnya diproduksi di Singapura dan Malaysia, jadi buat kita orang Indonesia, ‘kasus’ yang diangkat sangat sesuai dengan kondisi kita.

Pernahkah kamu merasa bersalah sesudah makan sesuatu? Bukan hanya karena halal atau engga, tapi kamu tahu bahwa makanan ini tidak memiliki dampak yang baik terhadap dirimu. Sederhananya begini, we eat to live. Not live to eat. Jadi apapun yang kita makan, idealnya mendukung kesehatan dan kehidupan kita. Sebagai manusia, kita membutuhkan nutrisi dari makanan agar kita bisa beraktivitas secara optimal. Ada perbedaan tipis antara ‘eat to live’ dan ‘live to eat’. Sebagian orang memang memikirkan apa yang akan dimakan dengan sangat teliti dan perhatian, misalnya vegan atau vegetarian. Ada juga yang sangat picky dan selektif sehingga tujuan mendapatkan kesenangan (pleasure) dari apa yang dimakan menjadi prioritas yang tinggi.

Supaya lebih mudah dipahami, kalau kamu sering punya pemikiran seperti ini: “engga bakal makan kalau engga di restoran X”, dan itu terjadi berulang kali, hampir setiap hari, bisa jadi kamu live to eat. Sementara sebagian besar orang cukup santai terhadap pilihan makanan. Perhaps a little bit picky, tapi tidak memaksakan diri.

Hidup kita bukan hanya tentang makanan. Meskipun pangan merupakan kebutuhan primer, tapi makanan adalah penyokong kehidupan kita. Bukan satu-satunya hal yang penting dalam hidup.

Sorry kalau bertele-tele, yuk kembali ke pertanyaan saya diatas. Saya hampir selalu merasa bersalah setiap kali makan cemilan penuh MSG dan minuman kemasan yang punya kandungan gula yang tinggi. Because I know for sure that my body doesn’t need those stuffs. Saya makan cuma karena keinginan mulut aja, tapi terus ngerasa perut begah dan nyesel deh. Ternyata, hasil investigasi program The Food Files (saya nonton episode Fruit Drinks/Juices) membuat saya cukup tercengang. Berbagai minuman kemasan dari mulai teh, soda, sampai jus buah, ternyata engga ada yang lebih baik! Semuanya mengandung gula yang sangat tinggi – dan beberapa diantaranya bahkan menggunakan jenis gula yang tidak dapat diolah oleh tubuh. Pantas saja saya engga kurus walaupun udah zumba dan sepedaan sampai mau pingsan.

Salah satu minuman kemasan yang bikin saya kaget karena kandungan gulanya hampir sama dengan soda adalah minuman isotonik. That’s why kalau kamu buka puasa dengan minuman isotonik, rasanya langsung segar. Engga salah kalau ada atlet yang pernah mengingatkan saya, minuman isotonik hanya baik diminum sesudah berolahraga yang sangat keras. Kalau cuma jogging keliling kompleks doang, lebih baik minum air minum biasa. Kenapa juga bukan air mineral? Engga banyak yang tahu, zat mineral dalam air kemasan juga tertinggal di tubuh sebagai residu serta memperberat kerja hati dan ginjal. Minum apa dong? Pernah dengar air RO (reverse osmosis)? Itu lumayan bagus karena murni 100% air.

Itu baru minuman. Suatu hari seorang sahabat saya bikin status Facebook yang intinya, “halal aja lo ributin, itu pura-pura engga tahu kalau makan mie ayam terus pake saos yang dibuat dari pepaya busuk dan diwarnai pake pewarna tekstil?”

NAH NAH! Serem? Iya lah. Tapi berapa banyak diantara sister yang cuek dan tetap makan? Saya juga kok.......... *melipir*

Dengan rumitnya masalah makanan ini, kadang garis halal dan ‘halal’ jadi tipis sekali. Saya pernah membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa memang benar McDonald’s (dan kebanyakan fast food, terutama di Indonesia) memiliki sertifikat halal. Apakah mereka benar thoyyib alias baik untuk tubuh? Perlu dipertanyakan.

Secara (daging) babi terbukti banyak sekali mendatangkan penyakit bagi yang memakannya, maka jika boleh ditarik sebuah kesimpulan, Allah mengharamkan sesuatu yang sedianya membawa mudharat lebih banyak daripada manfaat. Sama dengan bir, yang katanya sebenarnya bermanfaat untuk kesehatan, akan tetapi lebih banyak menciptakan dampak buruk.

Saya selalu percaya bahwa tubuh yang sehat adalah modal untuk beribadah lebih panjang. Misal ada lelaki yang bangga bisa lari belasan kilometer, tapi engga mampu bangun untuk sholat subuh, kayaknya bisa diragukan deh, situ laki? Demikian pula dengan makanan. Seharusnya makanan yang sehat membuat berat badan kita lebih ideal, sehingga engga capek kalau duduk tahiyat atau sujud agak lama. Itu sih harapan ya, kenyataannya gimana, kembali lagi ke diri masing-masing.

Ngomongin tentang makanan sehat yang halalan thoyyiban, sahabat saya Kak Nissa sedang bikin giveaway dalam rangka membagi kebahagiaan pada ulang tahunnya. Berhubung dia adalah foodie yang senang memasak, dia meminta kamu untuk mem-post tentang healthy food. Cek syarat dan infonya di post Instagram-nya. Good luck!

Love,
Prima 


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...